Telapak tangan sang Ayah mendarat tepat di pipi Hiroshi.
Suara tamparan yang tidak terduga itu terdengar di seluruh ruangan rumah. Keadaan berubah menjadi hening dalam seketika. Hiroshi hanya diam sambil sesekali mengusap pipinya yang kesakitan. Selama ini, ia tidak pernah berani untuk melawan Ayahnya yang memang terkenal sangat disiplin dan ketat. Namun untuk kali ini, ia berani untuk mengangkat wajahnya.
"Kau bisa menamparku ratusan kali!" Hiroshi meninggikan nadanya, "Tapi untuk kali ini, tidak lagi! Aku sudah membuat keputusan!"
Sesaat sang Ayah mundur selangkah ke belakang. Ia tidak menyangka anak lelaki satu-satunya itu berani melawannya. Wajah sang Ayah berubah menjadi merah padam. Semua orang yang saat itu berada di ruang tamu sudah tahu, apa yang akan terjadi jika ada anggota yang keluarga yang berani melawan sang Ayah.
Tetapi tebakan mereka semua salah. Sang ayah tidak melempar perabotan atau mengambil rotan untuk memukul Hiroshi. Ia terduduk di lantai sambil diangkat tangannya untuk menutupi wajah. Sang Ayah menangis.
"Hiroshi, setelah kakakmu gugur di medan perang, keadaan menjadi semakin berat," ucap sang Ayah dengan sesenggukan, "aku juga sudah semakin tua. Tidak ada yang tahu kapan aku akan pergi. Bisnis itu-"
Sang Ayah berhenti sejenak, kemudian menunjuk ke arah tumpukan kertas di atas meja.
"Aku ingin mewariskan bisnis itu kepadamu, Hiroshi. Aku melakukan berbagai macam cara untuk menjauhkan kalian dari medan perang. Tetapi kakakmu yang bodoh itu malah pergi bertempur. Demi kejayaan Kaisar, katanya. Apa yang berjaya setelah dia tergeletak tidak bernyawa di Saipan?"
Hiroshi memalingkan wajahnya. Ia merasa bersalah karena sudah membentak sang Ayah. Namun ia sudah membuat keputusan yang tidak bisa lagi diganggu gugat.
"Maafkan aku, Ayah," ucap Hiroshi dengan pelan, "Sungguh maafkan aku. Tapi aku sudah membuat keputusan."
Hiroshi mengangkat tasnya, kemudian menuju ke pintu depan. Ia menggeser pintu itu. Namun ia berhenti sejenak untuk melihat sang Ayah yang masih duduk dengan lesu di lantai.
"Maaf, Ayah," ucapnya dalam hati, "tapi ini salahmu juga sehingga Mizuko pergi."
Hiroshi keluar dari rumahnya.
Malam hari itu sangat cerah, lampu-lampu terang menghiasi Tokyo yang saat itu sedang menikmati pertumbuhan ekonomi yang pesat. Di Tokyo, orang tak pernah tidur, kata mereka.
Hiroshi berhenti di depan sebuah kedai kopi kecil di dekat Shibuya. Terlihat sahabatnya, Katsuo, melambaikan tangan dari dalam kedai kopi itu. Hiroshi membalas lambaian tangan itu kemudian masuk ke kedai kopi itu.
"Aku sudah menyiapkan tiket kapal satu arah," ucap Katsuo sambil menyerahkan dua lembar tiket berwarna putih, "kapan kau akan membayarku, bocah tengik? Hehe."
"Tenang saja," ucap Hiroshi sambil meminum kopi yang ada di hadapannya, "sesampainya disana, kau akan kubayar. Tapi tunggu sampai aku dapat pekerjaan dulu."
"Memangnya mau kerja apa disana?" ejek Katsuo, "kau kan tidak terbiasa bekerja dalam keadaan kotor."
Hiroshi tersenyum menanggapi sindiran sahabatnya itu.
"Kau mau kerja jadi apa disana, Katsuo?"
"Aku mendapatkan kabar dari sepupuku yang kerja di Batavia," Katsuo berhenti sejenak, ia memutar matanya seakan sedang berusaha mengingat sesuatu, "ada perusahaan Jepang yang bergerak di bidang tekstil, membutuhkan supir truk yang bisa berbahasa Jepang. Sepupuku kerja disana dan sudah berkata ke mandornya kalau aku akan melamar menjadi supir."
Hiroshi tertawa terbahak-bahak, "memangnya kau bisa mengendarai truk? Mobil saja belum bisa."
Katsuo terlihat kesal namun Hiroshi berusaha meyakinkannya.
"Tapi aku yakin kau pasti bisa, Katsuo," ucap Hiroshi sambil menepuk bahu sahabatnya, "kau adalah Katsuo, pahlawan Jepang yang bisa segalanya."
Katsuo berusaha menahan tawanya. Diangkatnya gelas kopi yang sudah hampir kosong dan meminumnya.
"Ayo pergi, Hiroshi!" ucap Katsuo dengan penuh semangat, "Ayo kita pergi ke dunia baru!"
Hiroshi tersenyum. Dalam hatinya, ia berkata, "Aku datang, Mizuko."
BERSAMBUNG.
Bagian baru terbit tiap Kamis.
Ditulis oleh: Undercover Ghost
YOU ARE READING
Kidung Mentari Terbit Vol. 1
Historical FictionHiroshi pergi menuju Jakarta untuk menemukan kekasihnya yang sudah lama hilang, Mizuko. Namun ia harus terjebak dengan situasi yang sangat rumit, konflik yang tak kunjung usai antara kepolisian Indonesia dengan kelompok pejuang yang menginginkan kem...