Bagian Enam: Pertemuan Pertama

86 6 2
                                    

Hiroshi menarik Napasnya dalam-dalam. Ia memegang perutnya yang kesakitan akibat ditendang oleh lawannya. Napasnya terengah-engah.

"Ayolah," ucap lawannya mengejek, "katanya kau bisa menghajarku dalam waktu lima menit."

Hiroshi tersenyum. Ia melangkah maju ke depan.

"Itu hanya pemanasan," ucap Hiroshi.

Lawannya yang bertubuh besar itu melayangkan pukulan. Namun pukulan itu dapat ditangkis Hiroshi dengan mudah. Dengan segera, pukulan yang seharusnya menyakiti Hiroshi malah menjadi serangan balik kepada lawannya.

Lawannya terjungkal ke bawah. Kepalanya membentur aspal dengan keras, membuatnya pingsan.

Hiroshi mengelus tangannya sambil tersenyum bangga. Para penonton menyorakinya. Namun sorakan itu menyita perhatian guru-guru yang kebetulan lewat disana.

Kepala Sekolah menghampiri kerumunan itu dan menemukan lawan Hiroshi yang sudah tergeletak tidak berdaya.

"Ada apa ini?" bentaknya, "Bawa dia ke ruang kesehatan segera!"

"Dan kau, Hiroshi," lanjut sang Kepala Sekolah sambil menunjuk Hiroshi, "ikut aku ke kantor!"

Ayah Hiroshi memukul meja dengan keras di hadapan Hiroshi. Hiroshi terdiam. Ia memalingkan wajahnya, tidak berani untuk melihat wajah Ayahnya yang merah padam akibat marah.

"Kau sudah mempermalukan nama keluarga Tsukihara!" bentak Ayah Hiroshi dengan nada yang tinggi, "aku menyuruhmu pergi belajar Aikido bukan untuk menjadi nakal dan berkelahi di sekolah."

Ayah Hiroshi berhenti sejenak. Ia menghela napas sambil mengusap dadanya.

"Sudah," ucap ibunda Hiroshi berusaha untuk menenangkan suaminya, "marah-marah begini tidak baik untuk kesehatanmu."

"Kau sudah membuat banyak masalah di sekolah," Ayah Hiroshi mengambil cerutunya, menghisapnya dengan pelan.

"Kepala Sekolah berkata dirinya tak bisa lagi mempertahankan dirimu," lanjut ayahnya, " aku akan mendaftarkanmu ke SMA Hideki Tojo."

Hiroshi terkejut. Ia menatap Ayahnya dengan tatapan tidak percaya. SMA Hideki Tojo merupakan sekolah yang terkenal dengan tingkat kedisiplinan yang tinggi dan ketat. Reputasinya benar-benar sangat bagus.

"Kenapa harus sekolah itu, Ayah?" protes Hiroshi, "Ayah bisa memindahkan ku ke sekolah mana saja. Tapi kumohon, jangan sekolah itu!"

Ayah Hiroshi menggelengkan kepalanya, memberi tanda bahwa ia sudah membuat keputusan yang benar-benar bulat.

"Kau akan dididik disana," jawab Ayahnya, "kelak kau akan menjadi orang yang berguna dan bisa membuat bangga keluargamu."

"Hiroshi adalah anak yang cerdas, Pak Tsukihara," ucap sang Kepala Sekolah kepada ayah Hiroshi, "tapi kenakalannya membuatku sangat khawatir. Anak muda itu akan kehilangan arah dan masa depannya."

"Saya tahu Hiroshi adalah anak yang cerdas," ucap Ayah Hiroshi sambil meminum teh yang disediakan di ruangan Kepala Sekolah, "namun sejak ia kehilangan kakaknya, anak tertuaku, Ia menjadi anak yang nakal. Mungkin untuk melampiaskan kesedihannya."

"Saya turut berduka, Pak Tsukihara. Namun jika ia tetap seperti itu, masa depannya bisa hancur. Sayang sekali."

"Ia sangat dekat dengan kakaknya. Namun aku tidak. Aku bahkan tidak tahu apakah ia menganggapku sebagai seorang Ayah atau tidak. Itulah sebabnya ketika kami mendapatkan kabar bahwa kakaknya gugur di medan perang, Hiroshi berubah menjadi anak yang berbeda," ucap Ayah Hiroshi.

"Aku bersahabat baik dengan Kepala Sekolah SMA Hideki Tojo. Aku akan menuliskan surat rekomendasi Hiroshi kepadanya. Aku yakin dia akan mendapatkan teman disana dan tidak akan nakal lagi."

Kidung Mentari Terbit Vol. 1Where stories live. Discover now