4

19 3 0
                                    

Oleh : Lishtty Lavina

Pov. Qiandra

Kusapu air mata yang mengalir deras di pipi. Kenangan indah bersama Darell kembali berselancar di memori otak, wajah yang tampan ... senyum yang manis, juga semua perhatian-perhatiannya, jujur aku belum bisa melupakannya.

Namun, aku menepis semua itu, masih teringat jelas penghianatannya, meninggalkanku demi wanita lain. Tidakah dia mengingatnya? Kenapa dia harus hadir kembali?Merobek lagi luka lama yang sampai saat ini belum kering.

[Maaf, salah sambung!] balasku.

Segera kutaruh ponsel dalam laci, tak peduli apa yang akan dilakukannya, sengaja nada diam kusetel agar tidak mengganggu.

***

Novel cinta yang sedang dibaca kusimpan sejenak, jam sudah menunjukan angka dua belas, pantas saja perut ini meminta jatahnya. Kulkas berpintu dua menjadi sasaran tajam netraku, mencari bahan untuk di masak.

"Ya Allah, sampai lupa hari ini hari sabtu, pantas saja kosong," gumamku seraya terkikik.

Baru ingat, tadi di dalam sini hanya ada tiga buah pisang, itupun sudah kugoreng untuk sarapan Mas Danesh. Untung saja masih ada buah apel, lumayanlah untuk ganjal perut.

Jam menunjukan pukul tiga, jenuh juga kalau hanya berdiam diri dan membaca novel, biasanya kalau hari-hari biasa aku selalu menghabiskannya bersama Mbak Karen, tetangga sebelah. tapi, hari ini dia lagi pulang ke rumah Ibunya. Andai saja Mas Danesh gak larang aku ke rumah Ibu, mungkin tak begini.

Kubawa ponsel yang sejak pagi kusimpan di laci, sepuluh panggilan tak terjawab dari nomor tadi pagi, juga dua pesan.

[Aku tahu, ini nomor kamu Qia.]
[Kamu masih marah,ya? Maafkan aku.]

Tak kutanggapi pesan-pesannya, andai Mas Danesh tahu, ia pasti tak suka. Segera kukirim pesan pada Mas Danesh untuk meminta ijin ke super market, dari pada berbengong diri.

[Mas, aku izin ke super market ya! Mau beli bahan kue dan keperluan dapur.]

Tak lama pesan dari mas Danesh muncul, syukurlah langsung di balas, biasanya kalau jam-jam segini ia tengah sibuk.

[Okeh. Hati-hati! Oh ya, mas sebentar lagi pulang. Biar mas jemput ya! Share location, sayang.]

Bunyi pesan Mas Danes, buat aku tersenyum kegirangan, kuakui dia pria yang pengertian, selalu mengikuti apa mauku, tapi kalau sudah berhubungan dengan pria masa laluku, ia akan sedikit keras kepala, buktinya saja tadi pagi.

[Okeh, Mas. Love You, emuaaach .... 😍😙😘😚]

Entah apa yang merasukiku, sampai berani mengirim pesan seperti ini, emoticon kiss? Ya Tuhan, ini bukan aku banget. Ah, mungkin karena kebawa baper sama cerita di novel tadi. hihihi. Tidak apalah, sekali-sekali 'kan gak dosa, apa lagi sama suami sendiri.

Tepat pukul empat aku berangkat. Ojek online yang dipesan pun sudah menunggu di depan rumah, bergegas aku menghampirinya dan langsung menggunakan helm yang ia sodorkan.

***

Sudah pukul enam lebih Mas Danesh belum terlihat batang hidungnya, padahal tadi dia bilang mau pulang sore. Aku melirik kanan kiri, mengedarkan pandangan mencari sosok yang berjanji akan menjemput.
Samar terdengar suara adzan magrib, namun Mas Danesh tak kunjung datang. Ah, mungkin ia shalat dulu, pikirku.

Sandiwara Pernikahan. By Nhay_LishttyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang