11

29 2 0
                                    

Oleh. Nhay S Agustina

Danesh's PoV

Hatiku terasa bak taman bunga yang sedang bermekaran. Kehamilan Qia menjadikan rasa bahagia menyeruak memenuhi pikiranku.

Tak henti-hentinya lisanku berucap syukur atas karunia-Nya. Alhamdulillah, perjuangan usaha dan doaku terkabul. Tak sia-sia hampir tiap malam kumakan Qia.

Perjalanan ke kantor terasa lebih ringan, aku sengaja belum memberitahu Qia keadaan sebenarnya. Biarlah ia mencari tau sendiri. Mulai saat ini aku berjanji pada diriku sendiri akan lebih menjaga Qia dan calon anak kami.

Akhirnya motor yang kukendarai sampai di parkiran kantor. Senyum tak pernah lepas dari wajahku, beberapa karyawan mungkin merasa heran.

"Pria Tua!"

Seruan dari belakang membuatku membalikkan badan. Netraku menyipit setelah tau siapa pemilik suara itu.

"Mau apa kau kemari, lelaki brengsek?" kataku tajam, kucoba menahan emosi yang siap meluap, mengingat Qia pingsan di pelukan lelaki ini.

"Hahaha ... selamat! Kau berhasil membuat Qia hamil. Namun jangan sombong dulu. Asal kau tau, Qia masih mencintaiku. Itu yang dikatakannya kemarin," ungkapnya seraya tersenyum licik, membuatku ingin segera menghancurkan netra di balik kaca mata hitam itu.

"Apa maksudmu, Darell? Seharusnya kamu malu, Qia tak pernah menanggapimu lagi. Qia sudah bersuami. Pergilah sebelum kuhancurkan wajah tampanmu itu!" ujarku datar, emosi sudah bersiap meluber jika lelaki ini mengeluarkan kata lagi.

"Wow ... begitu pede si Pria tua ini. Berusahalah mempertahankannya, tapi aku akan berusaha merebut kembali yang semestinya menjadi milik--,"

Belum lagi kalimat terkutuk itu selesai, bogem mentahku tepat mengenai rahang tegasnya. Membuat tubuhnya terhuyung ke belakang.

"Jaga omonganmu, Darell. Dan ingat, sampai kapan pun aku akan mempertahankan Qia. Sampai kapan pun, tak akan ada kamu lagi di hatinya. Pergi sekarang atau rumah sakit menantimu!" usirku sembari berlalu ke dalam kantor.

Beberapa karyawan hanya melihat dan berbisik, tanpa ada yang mau ikut campur.

****

Dadaku masih bergemuruh, bila tak berpikir ini kantor, mungkin Darell sudah kubuat masuk rumah sakit. Entah kenapa bila menyangkut pria itu emosiku menjadi sangat rentan meledak.

"Mas Danesh! Ahh!" Tanpa mengetuk pintu, wanita berpakaian serba minim yang selalu mengganggu bagai lalat. Siapa lagi kalo bukan Bella.

"Ada apa?" tanyaku datar, jujur saja mataku mulai perih karena risih melihat cara berpakaiannya yang tambah berani. Asetnya sampai meluber kemana-mana. Astaghfirullah!

"Mas, gak papa? Tadi katanya Mas berkelahi di parkiran. Mas gak papa?" tanyanya dengan nada berayun yang dibuat-buat, sungguh membuatku ingin muntah sekarang juga. Apalagi tubuhnya sudah menempel manja di lenganku.

"Aku tidak papa, keluar sekarang. Pekerjaanku banyak!" Aku mencoba melepaskan diri dari ulat bulu ini. Namun, lendotannya makin erat saja.

Untunglah, suara dering ponsel membuatku bisa menghindarinya.

Segera kuangkat, ternyata telpon dari rumah sakit.

"Hallo, Waalaikum salam. Ya ini saya Danesh. Kenapa ya, Sus?"

....

"Apa? Baiklah saya akan segera ke sana!"

Tanpa menghiraukan ulat bulu bernama Bella, kuraih kunci motor untuk segera ke rumah sakit.

Sandiwara Pernikahan. By Nhay_LishttyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang