part 13

21 1 0
                                    

By Nhay S Agustina

Author's PoV

Danesh menatap bingung kehadiran istri cantiknya di sebuah pusat perbelanjaan. Namun langkahnya tetap terayun menuju sang istri yang terlihat duduk di salah satu bangku, tampak gurat kelelahan begitu kentara di wajah ayunya.

"Sayang, kok kamu di sini?" tanya Danesh ketika tepat berada beberapa meter saja dari posisi sang istri.

Qiandra menoleh, wajahnya tampak terkejut menemukan Danesh berada di tempat yang sama. Wajah Qia tampak pucat, bagaimana ia menjelaskan keberadaannya di tempat ini.

"M-mas Danesh? Kok ada di sini?" Qia menjawab gugup dan malah membalikkan pertanyaan sang suami.

"Loh, kok balik tanya, Sayang?" Danesh mendekati sang istri dan duduk di sampingnya, mengecup lembut kening lebar Qia. "Katanya tadi ke rumah sakit? Mana Dara?"

Qia semakin bingung harus menjawab dari mana, rasa takut akan kemarahan Danesh membuat nyalinya ciut. Apa lagi ada Darell bersamanya. Wanita itu berpikir keras, berusaha menemukan kata yang tepat untuk memulai penjelasan.

"Sayang, eh kok malah bengong? Mana Dara?" Lagi, Danesh bertanya sembari melemparkan pandang mencari sosok anak kecil bernama Dara tersebut.

"Dara ada di sa--,"

"Sayang!"

Belum lagi kalimat penjelasan selesai, sebuah panggilan tak mengenakkan di telinga Danesh terdengar.

Sontak membuat Danesh menoleh ke sumber suara. Netranya membulat sempurna, saat bertubruk pandang pada pria tegap yang menggendong Dara.

"Qia, apa arti semua ini? Kenapa kamu bisa bersama Darell?" Pertanyaan bertubi terlontar dari bibir Danesh. Rasa kecewa dan marah bercampur jadi satu.

Qia tampak makin bingung, bagaimana ia menjelaskan pangkal ujungnya. Seharusnya tadi ia tak menerima ajakan Darell, bila begini hanya hati lelakinya yang tersakiti.

"Mas, denger dulu penjelasanku, Mas. Ini tidak seperti yang kamu lihat." Qia mencoba menjelaskan pada Danesh yang telah sempurna menegakkan tubuhnya.

Sedangkan Darell, hanya berdiri tak jauh dari sana dengan senyum devil. Rencananya berhasil, ia berpikir mungkin hubungan Qia dan Danesh akan mulai retak.

"Mas kecewa sama kamu, Qi. Sekarang ikut pulang!"

Tanpa menunggu jawaban Qia, Danesh menarik tangan ringkih istrinya dan menyeretnya pulang. Tak peduli saat adegan itu menjadi tontonan pengunjung mall, pikiran Danesh telah dipenuhi amarah. Bukan satu dua kali, lagi-lagi Qia mengingkari janji, lagi-lagi bersama pria itu, Darell.

****

Sepanjang perjalanan pulang, tak ada obrolan seperti biasa. Tak ada colekan hangat Mas Danesh, tak ada genggaman nyaman tangan Mas Danesh.

Qia berusaha meraih pinggang kekar lelakinya, tubuh Danesh kaku, tak seperti biasa yang menegang sesaat. Air mata luruh seketika, Qia menyesal dari awal tak memberitahu Danesh yang sebenarnya.

Tak lama motor yang ditumpangi keduanya, sampai di rumah mungil mereka.

Danesh langsung turun dan masuk ke dalam rumah, tanpa menunggu wanita berbaju pink di belakangnya yang sejak tadi sudah berlelehan air mata.

Bedebumm!

Pria berkemeja mocca itu langsung menuju kamar mandi, mengguyur kepalanya yang mungkin sudah berasap terbakar yang namanya cemburu.

Qia meringkuk di atas ranjang, matanya tampak sudah bengkak. Prianya sejak setengah jam lalu belum keluar dari toilet. Ia tak menyangka, Mas Danesh-nya berubah menakutkan. Andai saja sejak awal ia mengatakan sebenarnya.

Cklekk!

Pintu kamar mandi terbuka sempurna, menampilkan sosok gagah bercelana pendek dengan rambut basah. Bulir-bulir air menetes dari rambutnya yang basah, mengalir ke dada dan roti sobeknya.

Qia menelan ludah, pemandangan yang membuat matanya tak berkedip. Baru ia sadari, suaminya adalah lelaki yang sempurna.

"Jangan memandangku begitu," ketus Danesh, wajahnya masih kaku. Namun nada bicaranya tak seperti tadi.

Qia gelagapan, tersadar matanya telah lancang. Oh ia tak lancang, pemandangan itu miliknya.

Danesh duduk di hadapan Qia, tubuhnya masih belum memakai apa-apa. Netra kelamya menatap tajam netra sebening kristal milik Qia. Sorotnya menyiratkan kekecewaan, akan tetapi tak ada kata yang keluar.

Qia mengerti, ia yang bersalah di sini. Tanpa menunggu Danesh, wanita itu memberanikan diri menubruk tubuh kekar Danesh. Menumpahkan tangisnya di sana. Menghirup wangi yang selama ini tak ia sadari bahwa wangi inilah yang ia rindukam selalu.

Cukup lama, Qia berada di dada suaminya. Namun Danesh masih diam, emosinya masih ada.

"Mas, maafkan Qia. Qia salah, Qia tak bilang Mas dahulu. Maafkan Qia, Mas. Maaf! Hiks ... hiks ...!" Kembali tangis itu pecah, sungguh Qia menyesal. Sangat menyesal.

Danesh luruh, egonya runtuh melihat wanita yang dicintai menangis. Ia menghirup napas dalam, memejamkan mata sejenak, dan mulai melingkarkan lengan kekarnya membalas pelukan Qia yang dari tadi tak terbalas.

"Iya, Mas maafkan. Bisakah Qia menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi?" Bagaimanapun, Danesh harus mendengarkan penjelasan Qia dulu. Itu menentukan bagaimana ia harus bersikap nanti.

Hanya anggukan samar sebagai jawaban. Maka keluarlah dengan lancar cerita dari bibir mungil Qia, bagaimana ia bisa berakhir bersama Darell di mall tadi.

Danesh masih tetap setia melingkarkan lengannya, sembari mendengar penjelasan Qia. Sesekali menanggapi 'ya' dan 'oh' saja.

"Qi, mas juga minta maaf, tadi dengan kasar menyeretmu pulang. Maafkan mas, Sayang!" Danesh bertubi-tubi menciumi puncak kepala Qia yang menguarkan harum stroberi.

"Iya, Qia gak papa, Mas. Qia tahu, Mas begitu karena emosi tadi," ujar Qia sembari mengelus roti sobek yang tampak menggiurkan di tubuh Danesh.

Danesh tersenyum, hatinya menghangat saat merasakan sentuhan itu. Tak seperti biasanya, Qia memulai sentuhan.

"Iya, Mas sampai lupa bahwa ada Danesh Junior di sini." Dielusnya lembut perut Qia yang masih belum membuncit itu, "maafkan ayah, Sayang."

Senyum terbit di bibir Qia, ia merasa beruntung memiliki suami seperti Danesh yang dewasa. Semarah apapun selalu bisa mengendalikannya. Dan siang itu dihabiskan bermanja mesra memadu kasih, menghilangkan cemburu dan emosi yang hampir saja meruntuhkan kisah cinta mereka.

Bersambung ....

Jambi, 291019

Sandiwara Pernikahan. By Nhay_LishttyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang