BAGIAN 3

1.3K 44 0
                                    

Siang ini matahari bersinar sangat terik. Rerumputan kering kerontang, dan pepohonan menggugurkan daunnya. Mata air pun mengering. Kemarau mulai datang menyiksa seluruh penghuni jagat raya ini. Namun kesengsaraan alam tidak membuat empat orang laki-laki bertubuh tinggi besar dengan wajah yang kasar menghentikan ulahnya.
Empat orang laki-laki itu tertawa-tawa kesenangan mempermainkan seorang wanita muda berkulit kuning langsat. Pakaian wanita itu cabik-cabik memperlihatkan beberapa bagian tubuhnya yang mengundang liur bagi para lelaki yang melihatnya. Paras wajahnya yang cantik, memucat ketakutan. Seluruh tubuhnya menggigil. Air bening tidak pernah berhenti mengalir membasahi pipinya yang ranum.
"He he he..., mau lari ke mana kau manis?" kata salah seorang menyeringai liar.
"Oh, jangan..., tolong. Kasihani aku...," rintih wanita itu memelas.
"Hanya sebentar..., tidak lama."
"Tidak! Oh, tolooong...!" jerit wanita itu ketakutan.
"He he he...!"
Empat orang itu berlompatan menyergap wanita yang ketakutan setengah mati itu. Salah seorang langsung meringkus tangannya ke belakang. Tiga orang lainnya dengan liar menggerayangi tubuh wanita itu Jerit dan rintihan yang memelas tidak dihiraukan lagi. Mereka bagaikan binatang-binatang buas yang kelaparan mendapatkan segumpal daging segar.
"Akh!" wanita itu memekik keras ketika salah seorang merenggut bajunya dengan paksa.
"He he he...."
Bola mata mereka semakin liar dengan bibir menyeringai buas melihat sebentuk tubuh indah tanpa penutup lagi. Air mata semakin deras membasahi pipi wanita itu. Dia merintih memohon belas kasihan. Ke dua tangannya berusaha menutupi bagian tubuhnya yang terbuka lebar.
"Auh! Tidak...! Jangan...!" teriak wanita itu ketika orang yang membelenggu tangannya mendorong ke depan.
Salah seorang menyongsong, langsung memeluknya dengan erat. Wanita itu meronta-ronta sambil menjerit-jerit. Tubuh mereka jatuh bergulingan ke tanah. Tiga orang lainnya tertawa-tawa seperti melihat pertunjukan yang menyenangkan.
Wanita itu semakin tidak berdaya ketika yang lainnya ikut menggumuli. Sia-sia saja dia meronta dan menjerit-jerit minta tolong sampai suaranya serak. Empat orang itu malah semakin liar. Perih dan sakit seluruh tubuhnya direjam tangan-tangan kasar.
"Biadab! Binatang...!"
Tiba-tiba terdengar bentakan keras menggelegar. Empat orang itu terkejut, dan ketika mereka menoleh, tahu-tahu sebuah bayangan putih berkelebat cepat menghajar mereka. Tak ampun lagi, tubuh mereka berpelantingan tanpa bias melakukan gerakan apa-apa. Mereka cepat-cepat bangkit.
Sret!
Hampir bersamaan mereka mencabut golok yang terselip di pinggang. Kini di depan mereka sudah berdiri seorang pemuda tampan berkulit putih bersih mengenakan baju rompi putih dengan gagang pedang berkepala burung di punggung. Tidak salah lagi, pemuda tampan itu adalah Rangga si Pendekar Rajawali Sakti.
Rupanya Rangga telah ke luar dari dasar jurang setelah beberapa lama dia tinggal di istana Satria Naga Emas di dasar jurang Hutan Ganda Mayit. Hanya sekilas Rangga melirik wanita yang tengah merapikan dirinya mengenakan pakaian kembali. Namun beberapa bagian tubuhnya masih kelihatan, karena pakaiannya sudah koyak dicabik-cabik empat orang itu.
"Siapa kau? Berani benar mencampuri urusan kami!" bentak salah seorang.
"Aku Pendekar Rajawali Sakti!" sahut Rangga dingin.
Seketika itu juga wajah mereka pucat pasi mendengar nama Pendekar Rajawali Sakti disebut. Empat orang itu melangkah mundur beberapa tindak. Mereka saling berpandangan satu sama lainnya. Nama Pendekar Rajawali Sakti sungguh menggetarkan hati mereka. Betapa tidak? Nama Pendekar Rajawali Sakti sudah melambung tinggi sebagai pendekar pilih tanding yang sulit dicari bandingannya. "Enyahlah kalian, sebelum pikiranku berubah!" dengus Rangga.
Tanpa membuang-buang waktu lagi, keempat orang itu langsung berlari kencang meninggalkan tempat itu. Rangga berbalik menghadap wanita yang kini sudah berdiri dengan wajah masih pucat ketakutan. Kepalanya tertunduk, dan bibimya bergetar seperti ingin mengucapkan sesuatu.
"Sebaiknya kau cepat pulang," kata Rangga.
"Terima kasih, Gusti...," lirih sekali suara wanita itu.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Rangga. Wanita itu menggeleng lemah.
"Di mana rumahmu?" tanya Rangga lagi
"Tidak jauh dari Hutan Ganda Mayit ini, di Desa Watu Ampar," sahut wanita itu.
"Hm...," Rangga bergumam pelan.
Kemudian dia berbalik dan melangkah pergi.
"Gusti...."
Rangga menghentikan langkahnya tanpa menoleh sedikitpun. Wanita itu bergegas menghampiri dan berdiri di samping Pendekar Rajawali Sakti itu.
"Bisakah Tuan mengantarkan saya pulang? Aku takut, mereka akan kembali lagi," wanita itu memohon.
Rangga tidak menjawab. Dia kembali melanjutkan langkahnya. Desa Watu Ampar memang tidak jauh dari Hutan Ganda Mayit ini, dan letaknya juga masih di Kaki Bukit Lawu. Melihat arah yang ditempuh Rangga menuju ke Desa Watu Ampar, wanita itu bergegas mengikutinya. Dia mensejajarkan langkahnya di samping Rangga.

13. Pendekar Rajawali Sakti : Asmara MautTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang