"Nggak, Mas, nggak. Pokoknya aku nggak mau, tadi janjinya kan cuma sekali itu aja," sentakku jengkel.
Mas Tama mendesah pasrah. Ia melangkah ke ruang makan, mengambil sebotol bir di kulkas lalu meneguknya, kemudian melangkah keluar. Ia duduk di kursi teras, memandang ke arah kolam yang terlihat remang-remang karena hari mulai malam, hanya diterangi lampu-lampu taman yang berpendar redup kekuningan.
Aku menghela napas. Masuk ke kamarku untuk mandi, membersihkan tubuhku yang rasanya lengket karena aktivitas seharian di luar, dan menyegarkan pikiranku yang rasanya kusut karena permintaan Mas Tama tadi.
Jadi ceritanya, tadi di pertemuan yang super awkward dengan Mbak Finalis Putri Indonesia di ruang kerja Mas Tama, si mbak mengundang kami ke pesta ulang tahunnya yang diadakan besok di Hotel Mulia.
"Dateng, ya, Tam. Aku udah bilang Bapak sama Ibu kalo kamu bakal datang. Ajak pacar kamu nggak apa-apa," ucapnya ketika itu.
Aku tidak tega melihat wajahnya yang berusaha terlihat tegar. Sepasang matanya bahkan sudah berkaca-kaca. Aku tidak akan sanggup kalau besok harus melihat ekspresi itu lagi. Maka, aku menolak ketika Mas Tama mengajak untuk menghadiri acara itu, dan berpura-pura jadi pacarnya lagi.
Usai mandi, badanku rasanya lebih segar, pikiranku juga lebih ringan. Dari jendela kamarku, aku melihat Mas Tama masih duduk di kursi teras, punggungnya yang biasanya terlihat kokoh sekarang terlihat lelah. Aku keluar dari kamar, melangkah menuju teras, lalu duduk di salah satu kursi teras di sebelah Mas Tama.
"Minum, Na." Mas Tama menawariku sebotol bir yang ada di meja teras, tampaknya ia sudah menghabiskan beberapa botol selama aku mandi.
Mau mabuk-mabukan di sini Mas?
"Aku nggak minum bir, Mas," ucapku pelan.
Mas Tama tertawa, entah kenapa tawanya terdengar meremehkan. Aku nggak suka.
"Ya ... ya ... aku lupa kalo lagi berurusan sama––"
"Aku bukan bocah," potongku sambil menatapnya tajam.
Aku tidak salah di sini, lalu kenapa ia terkesan marah padaku. Aku punya hak untuk menolak menjadi pacar pura-puranya. Aku bahkan tidak tahu dengan jelas, sebenarnya ada hubungan apa antara Mas Tama dengan Mbak Citra. Jadi, sangat tidak bijaksana jika aku memperkeruh suasana dengan berpura-pura menjadi pacarnya. Mas Tama membalas tatapanku, lalu ia mendesah, memalingkan wajahnya, terlihat kalah.
"I'm sorry," bisiknya lirih. Meneguk birnya lagi.
"Sebenarnya kamu sama dia ada hubungan apa?" tanyaku. Aku jelas masih kesal hingga tidak sadar menyebutnya dengan kamu.
"Nggak ada hubungan apa-apa," jawabnya tenang. Aku berdecak, tidak ada hubungan tapi sampai mabuk-mabukan gini.
"Aku hanya merasa bersalah," lanjutnya lagi, "dan perasaan bersalah itu nggak enak."
"Mbak Citra mantan pacar Mas?" Aku berusaha mengorek informasi lebih.
Mas Tama menggeleng. "Aku nggak pernah pacaran semenjak pisah sama Naya."
"Katanya udah move on," cibirku sinis.
"Udah move on bukan berarti aku harus pacaran lagi kan, Na," balasnya, "Aku cuma merasa belum siap untuk berkomitmen, dalam bentuk apa pun itu."
"Mas trauma?" Aku menatapnya penasaran.
Mas Tama terkekeh. "Kamu bener-bener kebanyakan nonton drama," ledeknya.
Aku tidak menanggapi, tetap fokus dengan interogasiku. "Jadi kalo nggak ada hubungan apa-apa kenapa mesti ribet gini, pake acara pura-pura punya pacar segala?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantan Kakak Ipar Rasa Pacar
ChickLitSelama hidupnya, Hana belum pernah benar-benar jatuh cinta. Hingga suatu hari ia bertemu Tama, laki-laki yang sudah pernah menikah, lalu bercerai, dan sama sekali tak berniat menikah lagi. Keduanya bertemu lalu jatuh cinta. Sayangnya ada satu kendal...
Wattpad Original
Ada 1 bab gratis lagi