Pasangan serasi sampai mati

101 26 13
                                    


Kendaraan yang berlalu lalang di jalan sore itu cukup ramai karena sekarang adalah jam pulang kerja dan sekolah,hal itu menyebabkan kemacetan di beberapa titik jalan, karena itu Dana lebih memilih berjalan kaki daripada menggunakan angkot karena dinilai lebih cepat untuk saat ini. Deni berjalan cepat di trotoar, itupun tidak cukup cepat karena banyaknya pedagang asongan yang membuka lapak di trotoar membuat jalannya terhambat.

Puluhan meter di belakang Dana, Aura setengah berlari untuk mengikuti Dana. Dia penasaran dan iseng mengikuti laki-laki itu yang memang kebetulan searah dengan arah dia pulang.

Aura kesusahan mengikuti Dana yang berjalan cukup cepat, apalagi banyak orang yang berjalan di trotoar sore itu. Bukan cuma sekali dia berhenti untuk sekedar beristirahat dan mengikat tali sepatu yang terlepas. Sebenarnya pikiran untuk mengikuti anak itu muncul secara tiba-tiba, dia juga tidak tau pasti alasan mengapa dia mengikutinya, ada rasa tidak ingin kehilangan jejak anak itu sekarang.

Setelah berjalan hampir selama lima belas menit, Dana masuk ke sebuah gang yang belum pernah Aura masuki sebelumnya. Sesaat setelah masuk ke gang itu, Aura menatap gang tersebut, dia cukup gentar dan sempat ingin pulang, tapi pikiran bahwa dia sudah lelah dari tadi setengah berlari mengikuti Dana, tanggung jika dia harus berhenti disini. Akhirnya dia memutuskan masuk ke dalam gang, di sepanjang kiri dan kanan gang hanya ada tembok setinggi kurang lebih dua meter yang di atasnya terdapat kawat berduri. Dia berjalan cukup jauh dibelakang karena gang yang dilewatinya sepi jadi akan beresiko ketahuan jika dia mengikutinya terlalu dekat.

Ujung dari gang sempit itu ternyata adalah bagian belakang sebuah pabrik kayu, Aura tahu karena di halaman yang sangat luas itu dipenuhi mobil truk pembawa kayu, juga banyak warung di sisi-sisi halaman tersebut, pabrik itu di kelilingi tembok yang tinggi sehingga hanya limbah dari cerobong asap yang terlihat dari luar.

Orang-orang berbadan besar dengan pakaian kumuh berlalu lalang membopong kayu, menurunkan kayu dari truk dan sebaliknya. Para pekerja tanpa seragam itu bekerja dengan cepat, walaupun tanpa helm, sepatu, ataupun perlengkapan safety lainnya, pekerja itu tetap dapat bekerja dengan cekatan.

Di tengah kesibukan itu, Aura melihat Dana lari memasuki pintu masuk pabrik tanpa permisi kepada penjaga berbadan besar yang ada disana seperti sudah biasa dia berkunjung ke tempat ini.

Dia bingung, untuk apa anak kelas sepuluh masuk ke pabrik besar seperti itu. Ah itu bisa dipikirkan nanti, sekarang dia harus mencari tempat untuk menunggu hingga Dana keluar, entah kenapa dia begitu antusias mengikuti orang itu sekarang. Dia pun pergi menuju ke sebuah warung yang paling dekat dengan gang tempatnya masuk tadi. Dia memesan mie instant kepada ibu-ibu yang punya warung, dia duduk di bangku kayu panjang dengan meja yang penuh coretan dengan tulisan-tulisan yang kasar.

"Ada urusan apa toh mbak kesini?" Ibu-ibu tersebut tiba-tiba bertanya kepada Aura di tengah kesibukannya menyiapkan mie instant pesanan Aura.

"Oh, enggak bu, itu tadi nungguin temen." Jawabnya sedikit gugup namun berusaha tetep sopan.

"Kalo bisa jangan lama-lama di sini mbak." Kata si ibu itu.

Lah ibu itu ngusir gue gitu?

Ibu itu lalu memperkenalkan dirinya dengan nama Ibu Suli, dengan logat khas jawa dia menjelaskan pada Aura. "Bukannya ndak boleh mbak, disini pekerjanya cowok semua dan ada beberapa orang gak bener nya, mbaknya gak pantes di lingkungan sini mbak, takut ada yang jail sama sampean mbak." Ujar Bu Sulli sambil menyajikan mie instant kepada Aura.

"Saya nungguin temen saya bu, abis itu saya pergi." Aura menatap wajah Bu Suli yang entah kenapa terlihat tidak tenang.

"Mas Deni?" Tebak Bu Suli yang langsung di jawab dengan anggukan oleh Aura. "Oh jadi Mas Deni sekarang udah punya temen toh?" Ada sedikit senyuman di bibir tua Bu Suli.

"Emang Deni nggak punya temen ya bu?" Tanya Aura di sela-sela kesibukan mulutnya yang masih mengunyah mie instant itu. Sesekali dia melirik ke arah pintu pabrik yang masih ramai oleh karyawan yang berlalu lalang.

"Ndak pernah cerita dia mbak, dia anaknya tertutup banget mbak." Ujar Bu Suli berusaha menjelaskan pada Aura.

Aura tidak tau harus menjawab apa lagi, dia sibuk dengan pikirannya sendiri, mulai dari Deni masuk ke pabrik dan cerita tentang Deni dari Bu Suli tadi. Cukup lama dia sibuk dengan pikiran itu hingga terdengar suara ribut-ribut dari arah pintu pabrik yang berhasil membuat Aura tersadar dari segala pikiran di kepalanya. Aura berdiri dan melihat ke arah keributan tersebut, dari kejauhan dia melihat seorang laki-laki tergeletak di tanah bersamaan dengan pintu gedung pabrik yang tertutup.

Setelah pintu tertutup sempurna, semua karyawan yang berada di sekitar tempat kejadian langsung menghentikan pekerjaannya dan ramai-ramai membopong lelaki itu.

Gerombolan itu menuju ke warung tempat Aura makan. Tentu saja Aura panik, sekitar lima orang mengangkat seseorang memasuki warung kecil tempatnya menunggu, dimana dia sebagai orang asing di lingkungan ini. Aura menggeser bangkunya agar orang-orang itu bisa lewat, mereka mendudukkan orang yang diangkat tadi di bangku belakang Aura, saat orang yang mengangkat tadi memberi jalan pada Bu Suli yang berniat memberi minum, Aura dapat melihat dan juga sekaligus terkejut mendapati bahwa yang di bopong beramai-ramai tadi adalah Dana.

Dana dengan muka babak belur dan baju penuh noda darah itu menutup matanya, entah dia sadar atau tidak, tapi tetap menakutkan melihat kondisinya yang seperti ini. Bu Suli membantu Deni meminum air putih, dan mengobati luka yang bisa diobati dengan peralatan p3k seadanya yang dimiliki Bu Suli. Terlihat beberapa kali rintihan kesakitan saat kapas yang digunakan Bu Suli menyentuh luka lelaki itu, Aura yang melihat hal tersebut merasa kasihan sekaligus bingung dan memutuskan untuk bertanya kepada orang yang ada di dekatnya.

Aura menepuk pundak salah seorang pria berbadan besar yang paling dekat dengannya. "Pak, kalo boleh tau dia itu kenapa ya pak?" Pria yang ditanyai itu nampak kebingungan, dia meneliti Aura dari ujung rambut hingga ujung kaki. Lalu pria itu terlihat celingukan ke arah pintu pabrik seperti mencari seseorang, dia lalu berbisik kepada temannya yang lain di sebelahnya. Aura semakin bingung dengan tingkah orang itu, apalagi tiba-tiba pria itu menarik tangan Aura lalu dibawanya dia melewati gang tempatnya masuk tadi hingga sampai di trotoar tepi jalan raya.

"Kamu temennya anak itu?" Tanya pria itu tanpa basa-basi. Pria itu melepaskan tangan Aura lalu memutar badan Aura dan mendorongnya menjauh dari gang tersebut. "Sebaiknya kamu pulang, di sana nggak aman." Katanya.

"Eh jangan dorong-dorong gini dong pak, iya iya awas ih!" Aura berontak dan berbalik menghadap pria tersebut. "Saya pergi, tapi kasih tau dulu temen saya kenapa ?"

"Ah sudahlah tanyakan saja besok sama dia." Pria itu kembali akan mendorong Aura menjauhi gang tersebut. "Kasih tau dulu pak, baru saya pergi." Bukannya takut, Aura malah melipat kedua tangannya di depan dadanya.

Pria itu tidak langsung menjawab, dia terlihat berpikir dan dengan helaan nafas akhirnya dia mengangguk. "Saya akan katakan sedikit yang perlu kamu tau, lalu kamu akan pergi. Ini hanya untuk kamu, jangan kasih tau siapapun temen kamu karena yang saya tau Deni merahasiakan ini." Pria itu menggantung kalimatnya seolah menunggu persetujuan dari Aura, tanpa pikir panjang Aura pun mengangguk.

"Dia adalah anak pemilik pabrik itu, lalu tadi dia di pukul oleh ajudan ayahnya, jika kamu tanya alasan kepada saya, maaf saya sama sekali tidak tau, sudah sering ini terjadi, sekarang kamu pergi."

Aura tau pria itu tidak menjelaskan semuanya. Tapi diluar itu dia sangat terkejut sekaligus bingung dengan fakta tersebut.

"Saya juga kasihan dengan dia karena ini sudah kesekian kalinya, dan kamu tadi saya bawa keluar karena jika bos tau ada kamu, teman Dana atau orang asing bagi bos berada di lingkungan pabriknya, dia atau kamu bisa kenapa-kenapa, kamu harus hati-hati. Jadi kamu sekarang pulang, Dana aman bersama Bu Suli dan yang lain." Pria itu berbalik dan meninggalkan Aura memasuki gang tadi.

Setelah pria itu menghilang dari pandangannya, Aura hanya bisa menunduk tanpa tau apa yang sedang terjadi di dalam dirinya sekarang, suara bising kendaraan yang melintas tidak lagi terdengar di telinganya, pandangannya mengabur dan pipinya yang terkena polusi kendaraan tidak lagi kering, dia terisak.

To be continued

"Slow update ini yak, yang buat cerita sibuk meratapi hidup yang gitu-gitu aja sambil menikmati secangkir neo kopi, cobain kuy."

ANTITESISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang