"ish kenapa sih Rama pake sakit segala, ngabarin ke guenya dadakan lagi, udah tau ditungguin." Aura mengomel sendiri sepanjang perjalanannya di dalam angkot yang kebetulan hanya dia penumpangnya, jadi dia sedikit bisa melampiaskan ke kesalannya pada Rama pagi ini karena dia tiba-tiba sakit dan tidak bisa menjemputnya.Aura tidak mempedulikan tatapan supir angkot dari kaca spion itu, dia sudah terlampau kesal karena terancam terlambat di hari senin dimana upacara bendera di laksanakan, apalagi dengan jabatan OSIS yang di sandangnya, membuat ini akan semakin rumit jika dia benar-benar terlambat nantinya.
Di tengah perjalanan, Aura makin mengomel karena jalanan pagi itu begitu padat hingga angkot yang dinaikinya hanya merayap. Namun ia tidak bisa mengomel seperti tadi karena sudah ada beberapa penumpang lain sekarang yang duduk di dalam angkot itu.
Hampir 30 menit waktu yang di tempuh Aura menggunakan angkot itu, dimana jika naio motor dengan Rama hanya butuh kurang dari lima belas menit. Saat angkot hampir sampai di depan gerbanh sekolahnya, Aura memutuskan turun jauh gerbang karena dari kejauhanpun dia sudah melihat segerombol siswa telat yang di bariskan, yang artinya upacara bendera telah di laksanakan di dalam sekolah, alasan dia bisa langsung tau karena biasanya dialah yang membariskan anak-anak telat saat uacara, terbalik dengan kondisi saat ini.
Aura dengan pasrah berjalan menunduk menuju barisan itu, belum ada yang melihat kedatangannya hingga sebuah tangan justru menarik Aura menjauh dari barisan siswa telat tadi.
"Esa, apaan si lo narik-narik gini, lepasin gak." Aura melepas tangannya yang ditarik paksa oleh Mada yang entah datang darimana.
"Lo nggak malu dihukum gitu, kak osis ?" Tanya Mada dengan nada ledekan.
Aura terdiam, sejujurnya dia juga takut jika harus dihukum dan di bariskan di depan semua siswa. Tapi dia juga takut jika lari dari hukuman.
"Udah sih, ayo ikut gue, gue punya jalan salah satu asas pemilu nih." Mada lalu berjalan meninggalkan Aura.
"Gimana-gimana ?" Aura lalu berjalan menyusul dan bertanya maksud perkataan Mada barusan.
"Ya jalan asas pemilu, jalan rahasia." Mada lalu tertawa di akhir kalimatnya, menertawakan lelucon garingnya sendiri, Aura menatapnya dengan tatapan nanar, "parah, udah kena ni mentalnya, tiati lo kena mental breakdance gara-gara ketawa sendiri."
Mereka berdua berjalan menyusuri pagar sekolah ke arah kanan, saat sudah sampai di ujung tembok depan sekolah itu, Aura lalu berhenti dan bertanya pada Mada, "bukannya kalo mau ke belakang sekolah harusnya ke arah kiri ya, kalo ke kanan kan langsung ketemu ruko ini, lo mau cabut apa gimana ?"
Alih-alih kenjawab, Mada justru menyingkirkan papan yang ada di antara sekolahnya dan ruko itu, ternyata ada sebuah gang kecil disana, Mada langsung dengan santainya berjalan masuk ke gang itu, Aura mengikutinya. Gang itu cukup gelap karena pagar sekolah dan bangunan ruko yang tinggi membuat matahari tidak bisa masuk. Sepanjang perjalanan Aura melihat banyak sekali puntung rokok dan botol minuman keras, dilihat dari kedaan gang ini Aura tidak heran melihat semua itu, justru inilah tempat nongkrong yang asik bagi mereka-mereka itu.
Setelah berjalan selama beberapa menit, mereka berdua sampai di ujung gang, ujungnya berupa tembok semen yang entah ada apa dibaliknya. Tepat sebelum ujung gang itu ada sebuah pintu besi berwarna biru, Mada lalu mengambil sebuah kunci dari kantongnya dan mencoba membuka pintu itu.
"ini tuh pintu yang biasa dipake petugas sampah ngambil sampah di dalem sekolah, pintu ini tembus ke lapangan belakang sekolah, lo osis tapi gatau denah sekolah, gimana si?" Mada merasa bangga karena dia lebih tau dari Aura yang adalah kakak kelasnya. Aura baru tau pintu itu, dia merasa sudah tau semua sudut sekolah, ternyata masih ada tempat yang belum pernah dikunjungi olehnya. Yang Aura lebih kaget adalah Mada punya kunci pintu itu, padahal harusnya hanya petugas sampah dan satpam yang punya kunci itu, jika memang ini adalah pintu untuk pembuangan sampah.
"Lo maling dimana ni kunci ?" Aura memegang tangan Mada saat Mada sedang berusaha membuka pintu itu. "Maling!" Tiba-tiba saja Aura berteriak dan membuat Mada kaget bukan kepalang, dia reflek menutup mulut Aura. "Heh osbeg, osis bego!" Bentak Mada pada Aura. "Lo itu orang yang dihukum, lo buron sekarang, kenapa teriak elah, kalo ada yang lagi patroli di lapangan gimana."
Aura berontak dan menyingkirkan tangan Mada dari mulutnya. “Ya abisnya lo maling kunci darimana itu ?”
"Gue duplikat kuncinya pak tukang sampah, puas lo ?" Mada lalu kembali mencoba membuka pintu itu dengan kunci di tangannya. Belum sampai pintu terbuka, sebuah suara berat terdengar di telinga mereka berdua.
"Kalian lagi pacaran ya ?"
Mada dan Aura reflek melihat ke arah suara itu dan tepat di belakang mereka sudah berdiri sosok lelaki bertubuh besar dengan pakaian serba hitam, mengenakan masker dan kacamata hitam, mereka berdua kaget karena tidak menyadari kedatangan pria tersebut.
"Bapak siapa ?" Dengan penuh rasa takut, Aura memberanikan diri bertanya.
"Ah, umur saya ini masih muda kenapa di panggil bapak, panggil beb aja ya." Setelah menyelesaikan kalimatnya, pria itu langsung memukul Mada yang sedari tadi diam dengan tangan kanannya hingga Mada membentur pintu besi itu dengan sangat keras. Aura yang terkejut mundur hingga pintu besi itu, dia tidak bisa kemana-mana.
Dengan gerakan yang cepat pria itu langsung membopong Aura ke bahunya, Aura mencoba berontak tapi tenaganya tidak sebanding dengan pria itu. Pria itu lalu berjalan santai meninggalkan Mada yang tersungkur karana hantaman yang sangat keras tadi.
Tapi, belum sampai sepuluh langkah pria itu meninggalkan Mada, Mada sudah bangkit dan berlari ke arah pria itu, Mada lalu melompat dan menendang punggung pria itu hingga tubuhnya terhuyung beberapa langkah ke depan.
Sebenarnya kepala Mada terasa sangat sakit, tapi dia tidak tahan mendengar suara Aura yang terus minta tolong. "Tolong pak balikin dia, kuping saya sakit denger dia teriak mulu." Mada mengatakan kalimat itu dengan susah payah karena nafasnya yang terengah-engah dan menahan sakit.
Pria itu lalu tersenyum, "ah, saya mengerti." Dia lalu menurunkan Aura, tanpa pikir panjang Aura langsung berbalik dan berlari menuju Mada. Belum genap satu langkah, Aura merasakan tengkuk belakangnya seperti dihantam kayu dengan keras, dan ia pun langsung jatuh rersungkur, Aura pingsan.
Pria itu meniup tangannya yang barusan digunakan untuk menghantam tengkuk belakang Aura. "Ah, dia udah gak teriak, sekarang apa masalahnya ?"
Itu diluar dugaan, Mada yamg melihat itu sangat marah dan dia langsung berlari menghampiri pria itu berniat melayangkan tinjunya tapi dengan gampangnya ditangkis oleh pria itu. Dengan gerakan yang sangat cepat pria itu lalu menarik tangan Mada dan menekuk tangan Mada melawan arah sendi sikunya secara perlahan, membuat Mada berteriak sangat kencang karena kesakitan, dan itu membuat pria itu kesal, dia lalu menghempaskan tangan mada begitu saja dan berganti menjambak rambut Mada dan menyeretnya ke pintu besi tadi dan membenturkan kepalanya ke pintu besi beberapa kali hingga Mada tergeletak dan berhenti berteriak.
"Anak-anak jaman sekarang emang berisik." Kata pria itu sambil mengelap darah yang menempel di tangannya dengan handuk kecil yang dibawanya.
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTITESIS
حركة (أكشن)Yang ada dipikirannya hanya belajar dan mencari teman sebanyak mungkin dengan sifat introvertnya tanpa berpikir semuanya akan berubah menjadi kisah yang tidak menyenangkan. Tentang kekeluargaan, kemanusiaan dan persahabatan, yang belum diketahunya...