Tidak begitu sulit bagi Luna untuk beradaptasi, ia cukup mudah memahami Robby, pria yang sangat menyayangi ibunya lebih dari apapun. Dan pastinya semua ini ia lakukan untuk sang ibu.
Luna mulai berbincang dengan Robby, dan Robby yang kaku itu mulai melunak, walau masih ada sedikit kejaiman dalam setiap ucapnya.
"Pernah menjalin sebuah hubungan?" Tanya Luna pada Robby. Robby seperti enggan menjawab namun sedetik kemudian Robby pun menjawab dengan sebuah senyuman yang tipis."Pernah, dan sangat indah... bahkan hampir saja rumah ini jadi sebuah istana dengan putri yang cantik di dalamnya." Luna tersenyum, ia benar-benar menyukai karakter Robby. Ia jadi mengingat ucapan seseorang.
"Kalau loe mau cari suami idaman, loe perlu cari laki yang sayang banget sama ibunya.. apapun dia akan lakukan untuk membahagiakan ibunya, dan loe juga akan kecipratan kasih sayang yang luar biasa dari laki itu." Ucap Rasti sahabat baik Luna di Singapore. Rasti sendiri ia sudah memiliki suami yang amat sayang pada dirinya, ia sudah memiliki kebahagiaan yang lengkap.
"Seberapa sayangnya loe sama tante Diyah?" Tanya Luna. Robby tertawa.
"Sesayang loe sama Papa dan Mama, bahkan lebih. Anak cowok itu harus sayang sama ibunya, walaupun gue Ntar nikah Tetep aja gue ini milik Mama, enggak ada milik loe." Ucap Robby.
Luna terkekeh, namun sedetik kemudian ia sadar dengan apa yang tadi Robby ucapkan, bahkan Robby sendiri tidak menyadari apa yang ia ucapkan.
"Enggak ada milik loe? Maksudnya, apa dia ngarep gitu kawin ama gue? Haha.. gue mulai malu sama diri gue sendiri. Dan pastinya gue jadi ngerasa cantik aja gitu." Batin Luna jadi gemas sendiri.
"Lun, kok loe malah senyum sendiri sih? Kagak ajak-ajak, apa yang loe pikirin coba?" Tanya Robby.
Luna sadar dari lamunannya, ia pun terkekeh kemudian, dan Robby menganggap bahwa Luna ada indikasi sedikit ada titik-titik gila dalam pikirannya, karena beberapa kali Luna terlihat diam, dan kemudian tertawa.
"Eh, enggak! Tadi gue lagi Menganalisa ucapan loe aja, loe ngarep gue kawinin?" Tanya Luna. Robby tertawa.
"Yang ada gue kawinin loe lah, aneh! Emang gue ngomong apaan?" Robby menatap Luna kemudian.
"Enggak milik loe, maksudnya?" Tanya Luna. Robby menjadi gugup dua detik, tiga detik, dan di lima detik ia mulai Ngeles.
"Maksud gue, sekalipun gue gak akan bisa jadi milik loe," ucap Robby dengan halus. Spontan Luna ingin kejang-kejang. Robby amatlah manis dan Luna mulai masuk dalam Pesonanya.
"Serah deh Yah! Udah malem, gue ajak balik Mama dulu," ucap Luna kemudian bangkit. Robby mengikutinya. Ia ingin bertanya satu hal namun ia merasa sungkan sekali. Namun ia penasaran, dan akhirnya ia tanyakan.
"Seriusan, loe gak bisa nyetir mobil?" Tanya Robby. Luna yang berada di depan Robby tersenyum, ia berbalik arah dan tersenyum pada Robby yang berada di belakangnya.
"Iya, tapi boong!" Luna tertawa dengan kejahilannya, dan Robby nampak kesal. Luna berlari kecil menuruni anak tangga rumah Robby. Robby hanya menatap dari belakangnya dan tak lupa ia katakan, hati-hati pada Luna.
Luna sampai di lantai bawah, disana Mama dan tante Diyah masih berbincang.
"Papa gak jadi pulang, sayang." Ucap Jeng Lani pada Luna."Yah, Yaudah. Ma, mau pulang kapan?" Tanya Luna.
"Kok pulang? Udah nginep aja. Udah malem gini juga, iya gak sayang?" Tanya Diyah pada Robby yang perlahan menghampiri ketiga wanita di ruang tamu.
"Pulang aja, Maa. Lagian Kan deket cuma beda beberapa blok aja," pinta Luna.
"Yaudah, pulang aja Jeng. Besok Kan bisa kesini lagi. Gimana Robby, udah kenal sama Luna?" Tanya Jeng Lani.
"Udah tante, kami juga udah memutuskan sesuatu." Ucap Robby. Luna melirik sengit pada Robby, ia merasa tidak enak hati dengan apa yang akan di ucapkan Robby.
"Keputusan apa coba? Gue gak mutusin apapun! Ih Robby nih, gak ke tebak banget!!!" Batin Luna.
"Waah, mutusin apa?" Tanya Diyah.
Robby menarik napas, ia berdoa dalam hati semoga ini keputusan yang baik, apapun untuk Mamanya. Dan benar apa yang di katakan Ogi.
"Lu lakuin aja dulu buat orangtua lu, kalau gue lalui jalan kaya loe, oh gue akan terima sekali dan memulai menjalani, walau ada hal yang harus gue urus. Tapi gue hargai usaha orangtua gue. Setidaknya loe juga hargai usaha Tante Diyah buat cari mantu.." Robby mengingat apa yang di ucapkan Ogi.
"Setidaknya hargai usaha mama.." batin Robby."Kita mutusin buat nge jalani aja dulu, Maa.. kalau cocok enggak cocok, Robby akan bilang ke Mama, dan kami pun akan saling terbuka mengenai perasaan. Jadi Mama gak usah repot-repot boongin Robby atau ngerasa gak enak bahwa sebenarnya Mama mau kenalin Luna sebagai jodoh Robby." Ucapan Robby membuat Diyah terkejut. Memang anaknya kini sudah dewasa, ia mampu memikirkan hal yang memang cukup nampak.
Jeng Lani terkejut, namun ia senang dengan keputusan yang di ambil Robby dan anaknya.
"Mama salut sama kedewasaan kalian." Ucap Lani kemudian memeluk Luna. Luna pun terkejut dengan apa yang di katakan Robby kali ini. Dia begitu to the point mengatakan maksud hatinya."Ya, Luna pikir pun mungkin Mama lakukan ini demi kebaikan Luna sendiri," ucap Luna kemudian. Lani mengecup kening putrinya itu.
"Terima kasih sayang, Papa pasti senang." Ucap Lani. Diyah memeluk putranya yang tinggi itu.
"Mama tahu, kamu tidak akan mengecewakan Mama," Diyah menangkup wajah putranya dan mengecup keningnya lembut.
"Robby juga tahu, Mama tidak akan kecewakan Robby." Mereka saling melempar senyuman.
Jeng Lani dan Luna pun pamit pulang setelah semua maksudnya terpenuhi. Tidak ada basa-basi atau perencanaan perjodohan, anak-anak sudah dewasa dan sudah menentukan apa tujuan orangtuanya.
"Luna pamit, tante.." ucap Luna kemudian memeluk Diyah. Diyah membelai wajah Luna lembut.
"Hati-hati, sayang. Tante tunggu kedatangan selanjutnya." Ucap Diyah. Luna mengangguk, Robby yang berada di samping Diyah melirik Luna saja.
"Gue balik," tatapan Robby memaksa bahwa Luna perlu lebih sopan padanya, dengan lirikan mata Robby yang seolah menunjuk pada ibunya Luna memperbaiki ucapannya.
"Aku, pulang ya.." Jeng Lani dan Diyah tersenyum, mereka merasa menjadi ibu ter bahagia sepanjang masa. Robby ingin tertawa, Luna tahu ucapannya terkesan Lucu, apalagi Robby berekspresi Sepeti menahan sesuatu.
"Robby, jawab dong!" Protes Luna. Jujur ia malu harus berkata lembut pada pria tinggi yang memiliki tatto itu.
"Iya, hati-hati. Lun" jawab Robby. Luna mengulurkan tangannya, Robby menyambutnya dengan ramah.
"Siapin waktu buat pedekate di luar, Robby" ucap Luna bercanda. Robby tersenyum.
"Segera." Jawab Robby
Kedua ibu mereka menjadi berbunga-bunga. Semoga ini adalah awal yang baik untuk Robby dan Luna. Semoga tidak ada kendala-kendala yang membuat hubungan mereka goyah. Semoga semua di per lancar segalanya. Doa kedua ibu mereka selalu menyertainya.
Robby dan Diyah mengantar sampai pelataran rumahnya, Luna pun pergi dengan mengendarai mobilnya. Robby melirik Mamanya, kemudian menarik napas dan pergi berlalu.
"Sayang, gak marah Kan sama Mama?" Tanya Diyah yang khawatir.
"Enggak, Robby mau tidur Maa.."
"Tenang aja, Robby bukan tipe pria yang ingkar, Robby menjalaninya kok" ucap Robby sedikit melirik ke arah Mamanya.Diyah tersenyum, ia merasa tenang, setidaknya ia tahu anaknya ada ketertarikan pada Luna, jika tidak mungkin sikapnya akan seperti Ogi yang hendak di jodohkan namun pura-pura seperti pria culun dengan tompel besar di pipinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RIBUAN WAKTU
Short StoryButuh ribuan waktu untuk memahami karakter seseorang, tidak hanya 2x24jam (KEPAKSA MERRIED 2) Versi Robby