III

32 4 0
                                    

-o0o-

Bel pulang yang sedari tadi sudah aku tunggu pun akhirnya berbunyi. Setelah memasukkan peralatan api, aku segera melangkahkan kakiku menuju ruang Hiwa.

Kali ini aku tidak akan telat lagi dan melupakan hal kecil. Tas selempang berwarna coklat tua, sudah bertengger di bahu kanan, tak lupa tudung berwarna serupa melindungi kepalaku.

"Algo. Kita pulang bareng ya?" Kathleen sudah bersiap dengan puppy eyes untuk menyerangku dengan kelucuan.

"Nggak. Gue masih ada rapat Hiwa," tukasku.

Aku melihat raut kecewa di wajah Kathleen. Namun, siapa peduli?

Dasar licik, batinku.

Padahal tidak ada gunanya sama sekali, jika ia pulang bersama denganku. Atau dia hanya mencari sensasi, aku tahu diriku ini terkenal, tapi segitunya Kathleen ingin menjadi Putri Hovis tahun ini.

Ku dengar jabatan Putri Hovis begitu disegani di sini.

Kelas Aquarius mulai sepi, hanya tersisa aku dan si licik Kathleen. Persetan dengan dia yang akan pulang ke rumah atau ke asrama, yang jelas aku tidak akan pulang ke rumah terkutuk itu lagi.

Karena siswa-siswi kelas Aquarius memiliki tingkatan lebih, Hovis memberikan asrama yang bebas mau ditinggali kapan saja oleh anak Aquarius. Tentu saja aku mendapatkannya, jelas sekali.

Aku pergi meninggalkan Kathleen menuju ruang Hiwa. Kali ini tak akan aku biarkan Matrix menghinaku lagi. Lihat saja, jika ada sedikit kesempatan akan kugunakan itu sebaik-baiknya untuk menyadarkan dia dimana posisinya sebenarnya.

Langkahku berhenti tepat di garis khayal taman Hiwa. Yap, taman itu khusus untuk pasokan oksigen di ruang berisi lebih dari lima puluh siswa yang siap melindungi dan mengayomi siswa-siswi Hovis sebagai pelindung mereka.

Keberuntungan sedang berpihak padaku. Batang hidung Matrix belum terlihat sama sekali, ini menjadi tanda bahwa ia terlambat kali ini.

Dari arah jam enam, Matrix datang membawa buku besar dengan sampul nyentrik yang mungkin mencuri perhatian cukup banyak dari siswa-siswi yang masih berlalu-lalang.

"Gue nggak akan mukadimah dulu. Sekarang kita ke perpustakaan. Ada yang mau gue omongin," Matrix menarik tanganku.

Tubuh Matrix yang lebih besar dan berotot dariku, membuatku terseret begitu saja oleh tangan besarnya.

"Lepasin gue, Mat. Sialan," baru beberapa kali Matrix melangkah. Kami sudah sampai di pintu perpustakaan yang terbuka, di sana sudah ada penjaga perpus yang tersenyum ramah kepadaku dan sialan Matrix.

Matrix masih bergeming, padahal kini aku dan dia sudah memasuki lorong-lorong perpustakaan yang remang-remang. Karena pusat cahaya perpustakaan Hovis berada di ruang baca, yang di setting tepat di sebelah kanan setelah pintu masuk.

Demi menghemat energi listrik di Pluto, perpustakaan Hovis menggunakan metode cahaya pusat seperti sekarang ini.

Di sini Pluto harus menghemat, sedangkan di Bumi, matahari begitu memanjakan planet bodoh itu. Karena aku membenci bumi, aku lebih memilih untuk diasingkan di Pluto.

The Mind FireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang