Angin menerpa dengan semangatnya, bercampur dengan tetesan-tetesan hujan yang dengan garangnya menyatakan bahwa ia sedang tersakiti. Tak pelak lagi membuatku merasa tersakiti pula akan tetesan air yang menembus kulitku.
Aku tersenyum bahagia. Kurasa cuaca sedang berbanding terbalik dengan rasa yang membuncah di dalam dadaku.
"ESHAA!! JANGAN HUJAN-HUJANAN DONG, PULANG AJA YUK!" teriak Sena merapatkan jaketnya.
Aku mengerucutkan bibirku. "Biarin, males pulang tau," balasku menjulurkan lidah.
Sena hanya bisa mengelus dadanya, lelah. Sena mendengus, "GUE TINGGALIN LO SHA."
Aku mendelik dan langsung berlari menghampiri Sena yang sedang berteduh.
"Kenapa sih Sen? Capek aku di rumah mulu. Tinggal di sekolah sampe malem sepertinya seru ya Sen," ucapku dengan mata berbinar.
Aku suka banget sama yang namanya air. Jadi, setiap hujan, aku bakal hujan-hujanan. Apalagi bulan ini adalah bulan Oktober, yang mana termasuk musim hujan. Setiap hari aku bermain hujan sampai-sampai sahabatku Sena ini selalu berteriak layaknya orang gila padaku.
"SADAR JAM MBAKK, INI UDAH MAU MALEM YAH, UDAH JAM 5 NIHH," teriak Sena lagi-lagi melengking, membuat telingaku berdengung.
"Iya-iya aku pulang," dengusku malas berdebat.
Sena segera mengeluarkan payungnya lalu memayungi dirinya sendiri. Ya, kan aku udah basah jadi nggak begitu berguna juga kalau aku dipayungi.
Aku menikmati rintik-rintik hujan yang membasahi pipiku, seperti terapi alami walau terasa sakit juga.
"Eh gue di halte ya, lo nungguin gue kan?" mohon Sena dengan puppy eyes nya yang sama sekali tidak imut. Aku malah merinding melihatnya.
"Iya-iya Sen," balasku meneduhkan diri di halte menemani Sena.
Hujan sudah selesai menangis rupanya, tinggal sisa-sisa tangisannya yang sebentar lagi akan sepenuhnya berhenti.
"Eh bis gue udah dateng, gue duluan yaa Sha," Sena tersenyum tipis. Ia melambaikan tangannya padaku dan menaiki bis dengan langkah terburu-buru.
Aku hanya melambaikan tanganku kembali Dan turun dari halte.
Aku melangkahkan kaki gontai ku, berjalan kaki menuju rumahku. Satu kilometer dari SMA Garuda. Cukup dekat memang, makanya aku lebih memilih jalan kaki daripada menaiki kendaraan umum yang memboroskan biaya.
Bau tanah dan dedaunan segar mengiringi langkahku. Saat kudongakkan kepalaku, matahari muncul dengan malu-malu dibalik awan.
"Eh maaf, baju lo basah dan hm-" Pria itu menggaruk kepalanya, memalingkan wajahnya dariku.
Aku baru sadar, bajuku nembus, malu sudah menghinggapi diriku. Kututup tubuhku dengan tanganku.
"Ini jaket lo pakek aja," ucap pria itu menyodorkan jaket navy blue.
Aku langsung memakainya.
"Makasih ya," ucapku hangat dan pipiku memerah malu.
Indra penciumanku mencium bau maskulin dari jaket itu, sangat wangi.
"Gue pergi dulu."
Pria itu berbalik meninggalkanku.
"Eh, tunggu!"
****
Hai guys, cerita pertamaku nih, bagus ga sih T_T maaf ya kalo ada kesalahan kata-kata or something else, maklumin aja yakkkk. Btw nama samaranku Zola. Jadi aku mau ucapin makasih banget kalo ada yang mau baca........ Aku minta vote atau comment buat ngedukung akuuu biar semangat bikin ceritanya... Makasih kalian semua yaaaaaa:DD
Salam cinta,
Zola
YOU ARE READING
Myeesha or Nevi?
Teen FictionTentang manis pahitnya kehidupan. Tentang garis takdir Tuhan. Tentang realita dan ekspektasi.