"Lan?" Austin bertanya kesal.Orlan melamun sepertinya, sampai mengabaikan Austin yang tengah memanggilnya beberapa kali sedari tadi.
Memikirkan tentang sahabat cewek di masa lalunya. Ia ingin tahu dimana keberadaan gadis itu. Masalahnya, ia cinta pertamanya, yang membuatnya merasa nyaman.
Ia juga memikirkan bagaimana nilai nya yang hancur, mengingat ia baru masuk kelas 12. Mengingat orang tuanya yang suka mengaturnya membuatnya jengkel setengah mati.
Orlan disuruh untuk mencari guru les, ia les berkali-kali tapi tetap saja tidak bisa masuk ke dalam otaknya yang Orlan sendiri merasa bego.
Semakin dipikirkan, kapasitas otaknya menjadi berkurang cukup banyak.
"LANNNN, ORLAN BEGO WOII," teriak Austin membuyarkan lamunan Orlan.
"Apa?"
"Gue tau guru les yang cocok buat lo!"
"Gimana kalo Luna aja, dia ranking 1 di kelas kita, kan?"
Usul Austin bagus juga, hanya Orlan tak yakin ilmu yang disalurkan orang pintar bisa masuk ke dalam otaknya yang isinya adu jotos saja.
"Gue ga yakin, Tin."
Austin mengelus dadanya, berusaha sabar.
"Terserah lo deh, Lan."
Orlan mengangguk dan beranjak keluar dari warung Bi Ambar.
Lagi, Austin berusaha sabar.
***
Aku terkekeh mendengar penuturan Aldo, salah satu sahabatku selain Sena. Kini, aku berjalan ke arah parkiran. Pukul tiga sore. Langit sedang mendung.
"Do, Sen aku duluan ya," ucapku melambaikan tangan.
Aldo dan Sena serempak mengangguk.
Tiba-tiba, hujan menghampiri bumi. Rintik-rintik hujan membasahi bajuku. Yah, gabisa pulang deh, gumamku.
Eh, tapi, besok kan seragamnya nggak dipakai, pikirku senang. Aku melepas tas, sepatu, kaos kaki, dan kuncir rambutku. Menoleh kanan dan kiri yang baru kusadari sangat sepi.
Aku semakin senang. Bau hujan dan segar udaranya membuatku tersenyum bahagia.
Melupakan sejenak kepenatan dan masalah yang semakin berkembang.
Terapi dibawah hujan memang menyenangkan. Walaupun, hujan dilambangkan dengan kesedihan tetapi aku tetap senang dengan hujan. Air yang dingin, bau tanah bercampur dedaunan basah. Apalagi, jika sedang berteduh sambil makan mie dan minum teh hangat, menjadi salah satu kegiatan favoritku.
Sekarang, aku sedang duduk di bawah hujan, di parkiran. Aku melihat jam tanganku, waktu sudah menunjukkan pukul empat sore. Di parkiran, tersisa dua motor.
Aku sudahi saja aktivitas berhujan-hujananku, walaupun hujan masih saja deras.
Saat aku berteduh, aku melihat ada seorang lelaki berjalan tanpa memedulikan seragam dan tasnya yang basah, berjalan menuju ke tempatku. Mungkin, untuk berteduh juga.
YOU ARE READING
Myeesha or Nevi?
Teen FictionTentang manis pahitnya kehidupan. Tentang garis takdir Tuhan. Tentang realita dan ekspektasi.