(3) Tragedi di Kafe Ocean

5 0 0
                                    

Pagi yang cerah. Matahari muncul malu-malu dibalik awan. SMA Garuda sudah terlihat di depan mata. Terlihat satpam yang sedang terkantuk-kantuk dan murid-murid yang berjalan santai masuk melalui gerbang. Pukul 06.00 pagi.

Aku berjalan santai menuju gerbang sekolah yang terbuka lebar. Wajah datar tak juga hilang dari wajahku. Aku memang memasang wajah tidak enak pada orang asing.

Saat aku melewati parkiran, aku melihat Orlan dan kawan-kawannya mengobrol di atas motor mereka masing-masing. Tanpa sengaja, pandangan Orlan dan aku bertemu, lagi.

Aku langsung memalingkan wajah, malu.

Sedetik setelah aku memalingkan wajah, ada yang menyenggolku dari samping. Aku jatuh, buku-buku orang itu juga jatuh.

Kurasa lelaki. Ia membereskan buku-bukunya lalu menyodorkannya tangannya padaku. Aku mendongak, menerima uluran tangannya.

"Maaf," ucapnya menyengir lebar. Aku hanya mengangguk kan kepalaku.

Eh, tunggu. Seperti nya aku kenal lelaki ini.

"Em, Rega ya?"

"Oh, lo Nevi ya," Rega tertawa renyah.

Deg. Aku meneguk ludah. Aku baru ingat sesuatu.

"Panggil Esha aja."

"Nevi lebih bagus," balasnya menentang.

"Ya udah terserah kamu aja."

"O iya, nih jaketmu gue kembaliin, makasih ya," lanjutku mengambil jaket dari tasku dan memberikannya pada Rega.

Tanpa mereka berdua sadari, Orlan menatap dalam-dalam keduanya.

"Sama-sama Nev."

"Eh, berarti nanti nggak jadi jalan dong," ucapnya terlihat murung.

"Nggak jadi, hehe, yaudah aku ke kelas dulu," ucapku mengakhiri pembicaraan karena sebentar lagi bel akan berbunyi.

Rega menatap Esha dengan tatapan menerawang, ia tersenyum tipis.

***

Pulang sekolah, terlihat jalanan penuh genangan air menjadi lumpur karena bercampur dengan tanah.

Aku suka ini, menginjak genangan air. Kuinjak genangan air sambil berlari kencang. Tak terasa, aku menginjak genangan lumpur yang cukup dalam.

Aku terjerembab malu. Terlihat Orlan, melihat dari sudut parkiran sedang menahan tawa. Aku langsung lari menghindari malu, malah semakin malu lagi. Aku terjerembab kembali. Wajahku penuh lumpur, seragamku berwarna coklat dan bau tanah. Aku meringis.

Orlan berjalan santai menghampiri diriku. Menyodorkannya tangannya dan tertawa pelan.

Disisi lain, ada Sena yang melihatku dengan tatapan datar dan sinis. Apa ya artinya? Mungkin dia minta penjelasan.

"Lo gapapa?" Orlan bertanya tak menghilangkan tawanya.

"Gu-Aku gapapa kok," Aku tersenyum, terpaksa. Hampir saja keceplosan.

"Eh lo mau pulang?"

"Nggak," ucapku datar, sedang malas dengan Ayahku.

"Mau ikut ke cafe gue? Gue lagi bosen."

"Boleh,"  ucapku senang.

Orlan tersenyum tipis. Aku melihat kafe miliknya yang ternyata terletak di seberang sekolah.

Saat sedang menyebrang, aku memecahkan keheningan.

"Eh kenapa kok kafemu namanya Ocean?" tanyaku, penasaran.

"Karena gue suka sama semua hal yang berbau laut," ucapnya saat kami sampai di depan kafe Ocean.

Aku hanya mengangguk-angguk saja.

"Mau pesen apa, lo?"

"Sebenernya aku ga terlalu suka kopi..."

"Milkshake stroberi mau?"

"Kok tau kesukaanku sih, " Aku tertawa pelan menunjukkan lesung pipiku.

Terlihat Orlan tersenyum tipis.

Tiba-tiba ada pelayan yang menyenggol lenganku. Nampan yang ia bawa jatuh dan pecahan gelasnya menggores lenganku.

Aku meringis kesakitan, saat terkena kopi panas dan pecahan gelas yang membuat lukaku berdarah semakin terlihat memerah.

Orlan langsung panic dan mengambil P3K, sedangkan kulihat pelayan tersebut tidak minta maaf, malah menatapku dengan sinis.

Aku membalas tatapannya tak kalah sinis. Kurang ajar banget tuh pelayan, gumamku dalam hati.

Aku duduk diatas meja, saat pelayan itu membereskan pecahan kacanya. Aku menatap pelayan itu semakin sinis.

Apakah ia cemburu? Aku bertanya-tanya dalam hati.

"Wah, ada orang tidak punya malu ternyata, orang macam apa itu? Tak tahu tata drama, " gumamku yang terdengar keras ke seluruh kafe, aku mengucapkannya sambil menatap ke layar ponsel.

Pelayan yang merasa tersindir sepertinya, langsung berdiri dan mengambil milshake milikku di atas meja, terasa milshake milikku tersebut mengalir dari rambut hitam legamku.

Aku tersenyum. Pelayan tersebut menatapku penuh kemarahan. Pipiku terasa memanas, akibat tamparannya. Aku menatapnya santai seakan tak terjadi apa-apa.

"DASAR CEWEK BR*NGSEK, " bentak pelayan itu menamparku sekali lagi. Suasana terasa hening.

Aku melihat Orlan tergesa-gesa menghampiriku dan memeluk diriku.

"PERGI LO DARI SINI, GUE PECAT LO!!"

"Ta-tapi cewek itu yang salah, Pak, " Suara pelayan yang kulihat nametagnya bernama Nana terlihat parau.

Orlan terlihat acuh tak acuh dan melepas pelukannya padaku. Terlihat wajah-wajah menggoda dari para pengunjung kafe yang menetap melihat drama tadi. Lagipula, aku tak punya perasaan padanya.

"Lo gapapa?" tanyanya cemas.

"Nggak papa kok, udah biasa,"  Aku keceplosan.

"Emang lo sering diginiin?"

"Nggak sih," Aku tersenyum, terpaksa.

"Ya udah gue obtain dulu habis itu gue anterin pulang.

Aku meringis pelan saat kapas alkohol tersebut menyentuh pipiku.

Waktu berjalan lama, saat Orlan menatapku dalam. Aku bingung sejenak. Tak selang beberapa lama, Orlan sudah selesai mengobatiku.

Dalam perjalanan pulang, aku melihat senja yang paling indah sepanjang hari. Entah, aku tak tahu mengapa senja tersebut berbeda dengan hari-hari sebelumnya.

***

Hai maaf lama ga update, gegara sibuk minggu ini:(((((( doain aku berhasil ya tes masuk SMAnya 😭😭 maaf kalo semisal masih jelek,  aku kan masih proses belajar.. Vote and commentnya ya, kalo kalian masih ingin baca teriyaki, Thanks masih mau baca ceritaku....

Salam cinta,
Zola💕




You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 25, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Myeesha or Nevi?Where stories live. Discover now