Bab 1

4.8K 177 3
                                    

"Pagi, Li." Suara ringan itu menyapa Lira dengan wajah ceria.

Setiap kali Lira membuka pintu kamar, anehnya, di saat yang bersamaan pintu kamar Ruby yang berada di seberang kamarnya ikut terbuka. Seakan pemilik kamar di seberang dapat memperkirakan dengan tepat.

"Li, udah baca grup kelas belom?" Ruby seperti anak ayam mengikuti Lira, menuruni anak tangga. "Mereka bilang ada murid baru lho. Asyik."

Suara ringan Ruby terdengar penuh semangat. Tersenyum lebar pada siapa pun di rumah ini sekaligus memberikan energi positif pada orang-orang di sekitarnya. Meski kadang Ruby tak selalu mendapat umpan balik dari Lira, namun hal itu tidak menyurutkan semangatnya untuk terus bersikap ceria.

"Mudah-mudahan masuk kelas kita," tambahnya semangat.

Tak ada tanggapan dari Lira. Buat apa juga menanggapi ocehan Ruby yang tak ada gunanya. Lagi pula, murid baru selalu ada di sekolah mana pun. Toh, Lira juga tidak tertarik berteman dengan si murid baru.

Langkah mereka memasuki ruang makan.

Papa Dirga duduk di kepala meja, sambil membaca koran pagi, sementara Ibu Nike dengan cekatan menyiapkan sarapan di meja.

"Pagi, anak-anak Papa yang cantik," sapa Papa Dirga dengan senyum hangat.

"Pagi, Pah!" sahut Ruby dengan nada ceria yang membuat senyum Papa Dirga semakin lebar, dan mengabaikan ekspresi jutek Lira yang berdiri di sampingnya.

Ruby Ameera, selalu menyulut keceriaan di dalam rumah. Wajahnya yang berseri dan penuh energi seakan menjadi sumber kebahagiaan bagi kaluarga. Sedangkan, Lira Aurelia selalu jutek. Kedua saudara tiri ini sulit menemukan titik kesamaan, mereka seperti air dan minyak, sulit bersatu dan seringkali terlibat dalam pertengkaran kecil.

Pagi ini, Papa Dirga memberikan kabar gembira yang membuat Ruby begitu antusias. "Senin depan tanggal merah. Papa mau mengajak kalian liburan," ujar Papa Dirga, tersenyum.

Ruby langsung bertepuk tangan dengan bahagia. "Asyik!" ia tidak sabar untuk segera liburan.

Hanya Lira yang menolak. "Aku mau liburan sama Mama," ucapnya dengan nada tegas. Sebenarnya hanya sebuah alasan karena ia tidak ingin bepergian dengan Ibu dan saudara tiri.

Papa Dirga menghela napas, berusaha memahami Lira, putri tunggalnya buah dari pernikahan sebelumnya. Ibu Nike yang selalu menjadi penengah, kali ini hanya mampu mengelus pundak suaminya dengan lembut.

Dalam diam, Ibu Nike berkata, semoga liburan kali ini bisa mempererat hubungan kalian berdua.

Mereka melanjutkan sarapan dalam suasana yang agak tegang. Ruby yang ceria mencoba menciptakan kehangatan di meja makan, sedangkan Lira tetap dengan ekspresi datar.

*

Sampai di sekolah, gosip tentang murid baru terus bergulir. Semua orang kepo ingin tahu siapa dia dan dari mana asalnya. Tapi bagi Lira, itu semua hanyalah kebisingan yang tidak perlu.

Lira duduk di bangkunya dengan wajah muram. Hidupnya benar-benar dirundung kesialan semenjak Ruby pindah ke rumahnya. Tidak ada satu pun yang berjalan sesuai keinginannya. Bahkan wali kelas pun turut mendukung kemalangannya.

Bu Fajriah, wali kelas XI IPS 2, tahu-tahu dengan sangat pengertian, seakan bisa membaca keinginan Ruby, hari itu mengganti semua teman sebangku. Maka dari itu, Lira dan Ruby akhirnya menjadi teman sebangku. Meskipun sebagian murid merasa kecewa karena pemindahan teman sebangku ini, ada juga yang menerima dengan pasrah, dan ada pula yang menggerutu kesal karena tidak sebangku dengan bestie.

Tetaplah di SiniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang