EMPAT

10.4K 452 2
                                    

Langit tampak menjingga meski masih terlihat membiru. Awan-awan tidak terlihat di langit, menandakan begitu cerahnya sore ini. Bel pulang sekolah sudah berbunyi dan tentu saja kelas ditinggalkan oleh penghuninya termasuk Mawar yang masih membereskan buku-bukunya karena ia terlalu nyenyak tertidur hingga tidak sadar jika sudah waktunya pulang.

Ia teringat jika sore ini ia harus mengambil ponselnya yang tertinggal. Tadi pagi sebelum berangkat sekolah ia telah mengirim alamat sebuah kafe didekat SMKnya untuk bertemu dengan cowok itu menggunakan ponsel Rendi.

Dan disinilah sekarang, berjalan memasuki sebuah kafe yang cocok untuk muda-mudi seperti dirinya. Ia melangkahkan kakinya menuju meja yang kata cowok yang akan mengembalikan ponselnya, terlihat cowok itu yang duduk membelakanginya. Segera ia menghampiri cowok itu.

"Sorry, gue telat." Ucapnya sambil duduk dihadapan cowok itu yang kemudian mengangkat wajahnya menatap mata jernih Mawar.

"It's ok" balasnya lalu mengantongi ponselnya ke saku celana abu-abunya.

"Mana hape gue?" Tanya Mawar sambil menengadahkan sebelah tangannya.

"Pesen makan dulu." Ucap Erick tidak mau terburu-buru membuat gadis itu cepat pergi.

"Nggak usah, gue buru-buru soalnya." Tolak Mawar halus.

Erick yang dasarnya memang tidak suka dibantah tidak mengindahkan gadis dihadapannya ini. Ia malah memanggil pelayan dan memesan makanan untuk keduanya.

"Kan gue bilang nggak usah, kok maksa sih?" Baru kali ini ia menemukan cowok yang memaksa seperti ini.

Erick tetap menutup bibirnya rapat-rapat namun matanya tidak dapat dialihkan. Fokusnya hanya pada gadis didepannya, Mawar.

"Gue Erick" ucapnya tiba-tiba dengan mengulurkan tangan kanannya.

Lalu dibalas oleh Mawar,"Mawar."

Setelah itu tidak lagi terjadi percakapan. Keduanya sama-sama bungkam. Mawar yang menunggu tidak sabar dan Erick yang dilanda kegugupan serta bingung ingin melakukan apa. Namun wajahnya terlihat datar saja. Hingga pesanannya tiba, keduanya menikmati makanan tanpa ada obrolan sedikitpun.

"Sekarang balikin hape gue." Pinta Mawar karena ia sudah menghabiskan jatah makanannya dan ia pun sudah kenyang.

"Ada syaratnya."

"Loh kok gitu? Nggak bisa dong" tolak Mawar yang entah mengapa justru Erick sepertinya ingin mempermainkannya.

"Mau atau nggak?" tanya Erick dengan mengacungkan ponsel Mawar ke arah gadis itu.

Dengan menghela napas pasrah, akhirnya ia mengangguk. Semoga saja bukan hal yang aneh-aneh.

"Mulai sekarang Lo jadi pacar gue."

Sontak saja ucapan Erick membuat Mawar melotot terkejut dan tidak terima. Untuk mengambil ponselnya yang tertinggal ia harus menjadi pacar cowok gila itu. Ingin rasanya Mawar mencabik-cabik wajah tampan cowok itu.

"Gue nggak mau. Apaan syarat begitu. Nggak mau gue" tolak Mawar mentah-mentah.

Erick yang sangat tampan ini ditolak oleh seorang gadis. Biasanya para perempuanlah yang menyatakan cinta padanya lalu ditolak mentah-mentah olehnya lalu tidak ada yang berani lagi mendekatinya meski banyak yang masih mengiriminya surat yang berakhir di tempat sampah. Apa ini balasannya karena ia terlalu kejam dengan orang-orang disekitarnya? Tentu tidak bukan. Itu hal yang wajar-wajar saja.

"Gue nggak terima penolakan atau hape Lo nggak akan gue balikin." Ucapnya dengan bibirnya yang menyeringai kecil.

Mawar mengerang frustasi. Handphone itu sangat berharga menurutnya karena dengan ponsel itulah ia dapat menghasilkan pundi-pundi uang. Serta beberapa hal lainnya yang menurutnya penting.

DERICKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang