Di pagi yang cerah tanpa ada awan yang menghalangi birunya langit. Sinar mentari yang hangat menyengat menyinari kamar bernuansa abu-abu dan hitam itu. Kamar seorang remaja yang kini tengah menatap dirinya di depan sebuah cermin setinggi tubuhnya bahkan lebih. Ia sudah berulang kali menata rambutnya, ke kiri, kanan, bahkan depan hingga menutup sebagian matanya. Haruskah ia mencukur rambutnya yang mulai memanjang. Akan ia pikirkan nanti. Ia dengan kesal mengacak-acak rambutnya yang tertata rapi lalu berlalu meninggalkan kamarnya dengan menenteng tas sekolahnya. Ia menuruni anak tangga satu persatu dengan kaki jenjangnya menuju meja makan untuk sarapan. Namun langkahnya seketika berhenti ketika melihat kedua orang tuanya berada di meja makan. Mamanya yang menyiapkan makanan di meja makan dan papanya yang membaca koran dengan secangkir kopi yang tampak masih mengepul.
Erick tidak berniat untuk menghampiri keduanya. Ia berjalan menuju keluar rumah tanpa berpamitan kepada kedua orang dewasa tersebut.
"Erick, sarapan dulu, nak." Panggil Mamanya, namun tidak digubris oleh Erick yang nampak tidak berniat untuk membalas ataupun menghampiri Mamanya.
"Erick" panggil Papanya dengan tegas karena merasa tidak enak dengan istrinya yang diabaikan oleh Erick.
Namun tetap saja hal itu tidak membuat Erick berpaling. Ia seakan tidak perduli dengan kedua orang tuanya. Orang tua? Erick menertawakan hal itu. Erick membenci mereka. Ada alasan yang membuat ia membenci keduanya, apalagi setelah meninggalnya seseorang yang sangat berarti dalam hidupnya. Semuanya bermula di saat ia kehilangan sosok yang sangat ia sayangi. Semuanya.
☠️☠️☠️
Erick sudah mengirim pesan pada Mawar jika ia sudah ada di depan rumah gadis itu, namun hanya di read oleh Mawar. Erick takut gadisnya menghindarinya dan malah lewat pintu belakang untuk pergi ke sekolah. Namun pemikirannya salah karena terlihat Mawar yang berjalan ke arah mobilnya dengan mulut yang menguap lebar namun segera ditutup olehnya ketika melihat Erick menatapnya dari dalam mobil.
"Masih pagi tau." Sembur Mawar karena ia yang harusnya sekarang baru bangun malah sudah duduk di jok penumpang mobil Erick.
Sedari subuh tadi handphonenya tidak berhenti berdering karena panggilan masuk dari Erick yang menelponnya untuk segera bangun dan bersiap-siap sekolah, padahal jam masih menunjukkan pukul setengah lima.
"Selamat pagi, Dei." Sapa Erick sambil mengacak-acak rambut gadisnya.
"Ih apaan sih, berantakan ih jadinya." Serunya tidak terima dan merapihkan kembali rambutnya yang berantakan dengan melihat layar ponselnya yang gelap. Si pelaku hanya terkekeh dan menjalankan mobilnya menuju SMK Faresta.
"Abisnya aku gemes sama kamu." Pagi-pagi Erick sudah bucin kepada Mawar. Sepertinya image kejam dan gahar yang melekat di dirinya luntur seketika karena Mawar.
"Ya tapi kan nggak usah ngacak-ngacak rambut aku juga." Protes Mawar.
"Iya, tapi nggak janji." Ucao Erick dan meraih tangan gadisnya untuk ia genggam, hangat.
"Lagian kenapa manggilnya Dei? Biasanya juga Mawar."
"Kan nama kamu memang itu, sayang." Jawab Erick santai.
Tanpa memperdulikan kata terakhir yang diucap Erick, Mawar menyenderkan kepalanya pada jendela pintu.
"Tangan kamu hangat, kamu nggak sakit kan?" Tanya Erick khawatir.
"Nggak" jawab Mawar acuh. Harusnya Mawar beruntung sudah dikhawatirkan dan menjadi kekasih dari seorang Erick Evano Faresta. Anak dari keluarga Faresta yang cukup terpandang itu. Banyak diluaran sana ingin menjadi kekasih Erick namun Ericknya saja yang selalu menolak mentah-mentah dan membiarkan hatinya memilih. Lagi pula menurut Erick laki-laki lah yang mengejar bukan sebaliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DERICK
Teen Fiction🎖️#1 - smk 🎖️#1 - tawuran ATTENTION!!! PLEASE PARA PLAGIATOR MENJAUH DARI LAPAK INI, TY. "Mulai sekarang Lo jadi pacar gue." Sontak saja ucapan Erick membuat Mawar melotot terkejut dan tidak terima. Untuk mengambil ponselnya yang tertinggal ia har...