BAGIAN 1

1.8K 54 0
                                    

Hidup tak lain adalah seperti sebuah lakon dalam pewayangan. Semua sudah ada yang mengatur, yang menentukan, yaitu dalangnya! Semakin kita merenungi tentang kehidupan, bukannya semakin mengerti, tapi malah bertambah bingung. Apa yang kita harapkan, kadang-kadang seperti air yang tersumbat, tak kunjung tiba jua. Namun adakalanya, sesuatu yang telah kita lupakan, tiba-tiba datang dengan sendirinya. Hidup memang penuh misteri!
Mungkin seperti itulah keadaan yang sekarang sedang dialami oleh Pandan Wangi. Sampai sejauh ini mengembara, bertualang dan malang-melintang di rimba persilatan, tak banyak kepuasan yang diperoleh dalam batinnya! Semakin dia merambah ke dalam dunia persilatan secara menyeluruh, semakin merasa ada sesuatu yang kurang dalam dirinya. Dia benar-benar tak mengerti, dari mana dan mau ke mana sebenarnya hidup ini. Yang dia lakukan selama ini hanya mengalir dan terus mengalir, lewat jalur yang sebenarnya, yang hakiki! Dan dia tak tahu, kapan semua itu akan berakhir.
"Hm..., tampaknya ada sebuah desa di depan," gumam Pandan Wangi dalam hati, "Tapi kok sepi sekali...."
Perlahan-lahan kuda yang ditungganginya memasuki desa yang kelihatan sepi itu. Tampak rumah-rumah di kanan kin jalan, kosong melompong, sedang pintu-pintu maupun jendelanya, terbuka berderak- derak ditiup angin. Beberapa saat kemudian dia melompat turun dari kudanya. Pelan-pelan dia melangkah sambil menuntun kuda putih yang tinggi tegap. Matanya yang tajam mengamati keadaan yang menurutnya aneh itu. Pengalaman yang telah didapatnya membuat dia selalu berhati-hati dalam setiap keadaan yang bagaimanapun juga.
"Hey...!" serunya tiba-tiba.
Pandan Wangi menangkap sebuah bayangan yang berkelebat di depan matanya! Tapi belum lagi dia sempat melihatnya dengan jelas, bayangan itu telah lenyap di antara rumah-rumah yang berjejer. Tanpa membuang-buang waktu lagi, dia langsung melompat cepat ke atas atap di mana bayangan tadi lenyap. Untunglah dia masih sempat menangkap kelebatan bayangan itu kembali menyelinap di antara rumah-rumah yang kosong tak berpenghuni itu.
"Hup...!"
Kembali tubuh gadis itu melenting cepat dan bersalto beberapa kali di udara. Kemudian dengan manis sekali, dia segera menjejakkan kakinya tepat di depan bayangan tadi. Tentu saja kehadirannya yang tidak disangka-sangka itu, membuat pemuda yang berpakaian kumal dan compang-camping tersebut terkejut sekali!
"Oh...!" sejenak pemuda itu beringsut mundur.
Tampak sekali dari wajah dan sinar matanya, kalau dia ketakutan.
Melihat keadaan tersebut, Pandan Wangi segera bersikap manis.
"Kisanak...," Pandan Wangi mencoba menegur lembut.
"Jangan! Pergi kau.... Pergi! Tidak ada apa-apa lagi di sini, pergi!" teriak pemuda itu makin ketakutan.
"Kisanak, kenapa kau ketakutan begitu! Apakah aku seperti hantu atau peri jahat yang akan membinasakanmu? Aku hanya ingin bertanya padamu," kata Pandan Wangi heran sendiri melihat sikap orang itu.
"Siapa, kau?" tanya pemuda itu. Sikapnya belum menunjukkan persahabatan.
"Aku Pandan Wangi. Dan kau siapa, Kisanak?" Pandan Wangi tetap bersikap lembut.
"Kau benar-benar bukan orang jahat?" agak melemah nada suara orang itu.
"Bukan," sahut Pandan Wangi tersenyum tipis sambil menggelengkan kepalanya.
"Aku..., aku Parmin. Aku sama sekali tidak melakukan apa-apa di sini. Aku hanya mencari sisa-sisa makanan. Ini, ambillah. Hanya ini yang aku temukan. Asal kau membiarkan aku hidup."
Pandan Wangi kembali tersenyum dan segera menolakkan buntalan yang disodorkan Parmin. Hatinya masih diliputi keheranan dengan sikap Parmin yang aneh itu.
"Aku tidak akan merampok, menyakitimu, apalagi sampai membunuhmu," kata Pandan Wangi dibuat sedemikian lembut.
Mata Parmin menunjukkan keheranan, sepertinya dia tidak mempercayai apa yang telah didengarnya. Dia mengamati gadis cantik di depannya dari ujung rambut sampai ujung kaki.
"Siapa kau sebenarnya?" tanya Parmin masih penasaran.
"Aku hanya pengembara yang kebetulan lewat di daerah ini," sahut Pandan Wangi apa adanya.
"Kau..., benarkah kau bukan anggota mereka?" sikap Parmin tetap waspada.
"Aku benar-benar bingung dengan apa yang kau bicarakan. Sudah kukatakan, bahwa aku cuma seorang pengembara yang kebetulan lewat. Aku sendiri tidak tahu apa nama desa ini, dan kenapa keadaannya seperti ini?" kata Pandan Wangi berusaha meyakinkan.
"Kau benar-benar bukan dari gerombolan mereka?" Parmin seakan ingin benar-benar memastikan.
Pandan Wangi segera menggeleng dan tersenyum, meskipun kepalanya makin pusing oleh berbagai macam tanda tanya yang tercermin dari sikap Parmin itu. Beberapa saat kemudian, pemuda yang bertubuh kurus dan kotor itu segera menengok ke kanan dan ke kiri. Lalu dengan cepat tangannya langsung menyambar tangan Pandan Wangi
"Ada apa?" sentak Pandan Wangi kaget dan bingung.
"Ayo, ikut aku! Desa ini dalam keadaan bahaya!" kata Parmin buru-buru.
"Tapi, kudaku..."
"Di mana kudamu? Ayo, bawa!"
"Suit...!" Pandan Wangi segera bersiul kecil. Mendadak terdengar suara ringkik kuda yang disusul dengan derap langkah kaki kuda menghampiri.
"Ayo...!" seru Parmin.
Pandan Wangi segera mengikuti saja ke mana Parmin akan membawanya, walaupun dia semakin heran karena Parmin mengajaknya masuk ke dalam hutan yang sangat lebat dan ditumbuhi dengan tumbuhan merambat.
"Kita mau ke mana?" tanya Pandan Wangi.
"Ke tempat yang aman," sambut Parmin singkat sambil terus saja melangkah.
Pandan Wangi tidak sempat bertanya-tanya lagi. Dia sibuk menyibakkan semak, agar kudanya bisa terus berjalan di tempat yang sulit begitu.

17. Pendekar Rajawali Sakti : Perawan Rimba TengkorakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang