BAGIAN 7

1K 45 0
                                    

Saat itu Rangga bersama rajawali raksasa sudah berada di atas sarang Partai Tengkorak. Dia tersenyum menyaksikan Pandan Wangi dan Dewi Naga Hitam usdah mulai memasuki daerah itu. Mereka memang udah mulai melancarkan strategi untuk menggempur partai yang sangat meresahkan masyarakat desa-desa di sekitar Lereng Gunung Puting itu.
Sejenak Rangga teringat saat ia berbicara berdua dengan Dewi Naga Hitam. Saat itu Rangga menggunakan kesempatan untuk mengetahui maksud sebenarnya, mengapa Dewi Naga Hitam begitu bernafsu sekali menghancurkan Partai Tengkorak. Mulanya Dewi Naga Hitam memang tidak mau berterus terang. Tapi setelah didesak terus-menerus, akhirnya dia mau juga berterus terang asalkan Rangga tidak membicarakannya pada siapa pun.
"Aku sadar, kalau tindakan ini mengandung resiko yang sangat besar terhadap diriku," kata Dewi Naga Hitam saat itu.
"Tapi kenapa kau lakukan juga?" tanya Rangga.
"Kurasa kau sudah tahu, apa arti cinta sebenarnya, tidak ada satu makhluk pun di dunia ini yang tak mengenal cinta. Bedanya hanya kadar cinta yang diukur menurut golongannya masing masing. Termasuk juga aku, bangsa siluman ular," Dewi Naga Hitam alasan.
Rangga diam merenung beberapa saat. Dia mulai bisa menebak arah pembicaraan yang dikemukakan oleh Dewi Naga hitam. Ternyata dugaannya hampir mendekati kebenaran. Bahwa Dewi Naga Hitam menyimpan dendam! Dan dia harus menumpahkan dendamnya, meskipun hal itu akan membahayakannya.
"Cinta memang dapat mengalahkan segalanya. Bahkan nyawa pun seperti tidak ada harganya sama sekali. Seperti juga yang kau alami, Rangga. Kau meninggalkan tahta kerajaan hanya untuk mendapatkan cinta," lanjut Dewi Naga Hitam.
"Ya, sebagian," Rangga mengakui.
"Begitu juga aku. Aku rela mengambil resiko tinggi, bahkan aku pun rela kalau memang harus lenyap selamanya demi cinta suciku."
"Kau mencintai seseorang?" pancing Rangga.
"Bukan orang, tapi sesama makhluk siluman," Dewi Naga Hitam meralat.
"Oh, maaf," buru-buru Rangga menyadari.
"Kau pasti kenal dengan Ula Ireng, kan?"
"Tentu saja, aku tidak mungkin melupakannya. Dia banyak membantuku sewaktu aku berada di Istana Ular," jawab Rangga.
"Nah, aku dan Ula Ireng adalah pasangan suami istri yang saling mencintai. Tapi ternyata kemudian nasib telah menentukan lain. Disaat anak pertama kami lahir, Ula Ireng mendapat tugas rahasia dari Satria Naga Emas, raja kami. Aku sendiri tidak tahu tugas apa itu, dan bahkan sampai sekarang pun aku tidak juga mengetahuinya. Raja kami tidak pernah memberitahukan setiap tugas rahasia yang dilimpahkan pada abdinya," Dewi Naga Hitam mulai bercerita.
"Terus?" desak Rangga tidak sabaran. Dia memang sudah tahu kalau Dewi Naga Hitam dan Ula Ireng adalah pasangan yang paling serasi.
"Takdir memang sudah digariskan peda setiap makhluk apa pun juga. Ula Ireng tewas dalam menunaikan tugas!"
"Oh!" Rangga terkejut.
"Dan aku tidak akan pernah menerima kematiannya! Kemudian aku segera meninggalkan istana kerajaan siluman ular. Tekadku, menyelidiki dan ingin mengetahui sebab-sebab kematiannya. Hal itu memang tidak   mudah, apalagi dengan ujudku sebagai ular, tapi toh akhirnya aku tahu juga, bahwa suamiku ternyata tewas  dibunuh oleh Tengkorak Hijau, salah seorang pembantu utama Tengkorak Putih, Ketua Partai Tengkorak."
"Hm.... Jadi kau ingin membalas dendam?"
"lya, selain suamiku juga ada sekitar tiga puluh siluman ular lainnya yang ikut tewas."
"Bagaimana dia bisa mengalahkan suamimu?"
"Tengkorak Hijau ternyata tahu kelemahan bangsa siluman ular. Dan dia menggunakan senjata dari bambu  kuning welung. Kau tahu, Rangga. Bangsa kami akan musnah jika tersentuh bambu kuning welung. Itu memang sudah takdir, dan kami semua tak bisa menolaknya."
"Ah, kalau begitu, kau tidak mungkin bisa masuk ke sarang mereka."
"Aku tahu, sarang mereka memang dikelilingi pohon bambu kuning welung. Tapi aku sudah meminta pada burung rajawalimu untuk membakar semua pohon bambu itu."
Rangga tidak kaget lagi mendengarnya. Dia tahu antara siluman ular dengan burung rajawali raksasa memang sudah saling mengenal. Pendekar Raja Sakti itu juga memuji tindakan Dewi Naga Hitam yang cepat dan penuh perhitungan. Tapi sayangnya, tindakannya itu sangat bertentangan dengan aturan yang berlaku di kerajaan siluman ular. Satria Naga Emas tidak pernah mengijinkan rakyatnya untuk bermusuhan dengan manusia. Dan setiap pelanggaran yang dilakukan, bisa mengakibatkan kematian.
Tapi bagaimanapun juga, Rangga tidak bisa saja menyalahkan tindakan Dewi Naga Hitam, berjanji dalam hati, bahwa dia akan membela wanita siluman ular itu di depan rajanya nanti.
"Hukuman yang akan dijatuhkan padaku  pasti akan bertambah berat, karena aku telah melibatkan rakyat ular untuk kepentingan pribadiku," kata Dewi Naga Hitam.
"Kau merasa dirimu bersalah?" tanya Rangga.
"Tidak!" tegas jawaban Dewi Naga Hitam.
"Kalau begitu, kenapa kau takut menghadapi kenyataan itu?"
"Aku tidak takut, aku hanya memikirkan anakku. Dia pasti akan terlantar karena tidak ada yang mengurusnya nanti."
“Di satu sisi, kau memang berhak untuk membalas kematian suamimu. Tapi dari sisi yang lainnya, kau telah melanggar aturan bangsamu sendiri. Aku rasa, Satria Naga Emas akan bertindak bijaksana dalam menentukan keputusan untukmu nanti," kata Rangga membesarkan hati wanita siluman itu.
"Aku tahu maksudmu, Rangga. Tapi lupakanlah, itu tidak akan berhasil," sergah Dewi Naga Hitam bisa menebak jalan pikiran Pendekar Rajawali Sakti itu.
"Aku akan mencoba, percayalah."
"Terima kasih, jangan menyusahkan dirimi sendiri. Aku tidak perlu pembelaan oleh siapa pun juga. Hukuman mati tetap akan dijatuhkan kepadaku, Rangga."
"Aku banyak berhutang budi pada suamimu. Dan kupikir, inilah saat terbaik aku membalas sedikit budi baik Ula Ireng. Kau tidak akan menolak pembelaanku nanti, kan?"
"Aku tidak tahu harus berkata apa padamu, Rangga."
"Sudahlah, memang sudah selayaknya kalau kita saling bantu."
Mendadak lamunan Rangga tentang pembicaraannya dengan Dewi Naga Hitam itu buyar karena tiba- tiba ia mendengar suara rebut-ribut di bawah. Segera tampak olehnya, Pandan Wangi sudah sibuk bertarung melawan beberapa orang bersenjata di halaman depan markas Partai Tengkorak. Sedangkan Dewi Naga Hitam yang berubah wujud jadi manusia, tengah kerepotan menghindari serangan-serangan dari beberapa orang yang memegang bambu kuning welung.
"Rajawali, cepat turun!" perintah Rangga. "Khraaaghk...!"

***

Pendekar Rajawali Sakti langsung melompat turun meskipun burung raksasa tunggangannya itu belum sempat mendarat di tanah. Dan tanpa membuang-buang waktu lagi, Rangga langsung terjun dalam arena pertempuran. Sedangkan burung rajawali raksasa itu juga tidak mau kalah, dia langsung mengepak-ngepakkan sayapnya menghajar orang- orang dari Partai Tengkorak itu. Tampak beberapa kali dia mencengkeram dan membanting setiap orang yang berhasil ditangkapnya
Tentu saja Rangga yang sudah terjun ke dalam pertempuran jadi bengong, karena dia tidak mendapat lawan satu pun juga. Semua lawan lawannya sudah kocar-kacir diamuk burung raksasa yang kebal terhadap segala jenis senjata. Bahkan Pandan Wangi dan Dewi Naga Hitam pun jadi menganggur. Mereka menonton pertarungan yang aneh dan tidak seimbang itu.
"Rajawali, cukup!" teriak Rangga begitu melihat lawannya sudah tergeletak semua di tanah.
"Khraaaghk...!"
Burung raksasa itu segera mengangguk-anggukkan kepalanya seakan ingin mengatakan, bahwa dia masih sanggup untuk membunuh seribu orang lagi. Rangga segera mendekati dan menepuk-pepuk lehernya yang agak tertunduk. Kemudian dia berbisik pelan...
"Khraghk!"
Burung raksasa itu kembali mengepakkan sayapnya. Kemudian dia langsung terbang dan melambung tinggi ke udara. Sesaat kemudian Rangga mendekati Pandan Wangi dan Dewi Naga Hitam yang masih tertegun memandang burung raksasa yang sudah tinggi di angkasa.
"Sepertinya tempat ini sudah dikosongkan," kata Rangga sedikit bergumam.
"Ya, hanya mereka yang kami temukan," sahut Pandan Wangi.
"Kau tidak melihat si Tengkorak Hijau, Dewi Naga Hitam?" tanya Rangga ketika melihat sahabatnya itu tampak lesu.
"Tidak, bahkan ketua partainya pun juga tidak ada," sahut Dewi Naga Hitam lemas.
"Kita cari dulu ke dalam atau kita langsung hancurkan saja bangunan itu?" Rangga meminta pendapat.
"Aku pilih yang kedua," sahut Pandan Wangi lebih dulu.
"Memang sebaiknya begitu," Dewi Naga Hitam menyetujui.
"Pandan, kau hancurkan sebelah kiri, dan Dewi Naga Hitam sebelah kanan, sedangkan aku bangunan yang  paling besar itu,"  Rangga memberi tugas masing-masing.
"Beres...!" sambut kedua wanita itu serempak.
Dan tanpa menunggu waktu lagi, ketiga orang itu langsung mengerahkan ajiannya masing-masing untuk menghancurkan sasaran yang sudah ditentukan. Tak berapa lama kemudian, suara-suara ledakan langsung terdengar saling sambut. Debu-debu segera mengepul dibarengi dengan percikan bunga api dari bangunan-bangunan yang hancur akibat gempuran aji kesaktian ketiga orang itu. Sampai-sampai seluruh permukaan bumi yan mereka pijak bergetar dengan hebatnya!
Bukan saja bangunan-bangunan itu yang mereka hancurkan, tapi dinding-dinding yang melindungi tempat itu pun tak luput dari sasaran. Debu-debu semakin tebal saja mengepul ke udara. Di lembah bambu kuning wulung itu bagai terjadi kiamat. Semua hancur berantakan, batu-batu tebing pun ikut runtuh dan menimbun puing-puing bangunan yang menjadi markas utama Partai Tengkorak.
"Cukup...!" tiba-tiba terdengar suara bentakan keras menggelegar.
Seketika itu juga tiga orang yang sedang melancarkan aksinya langsung berhenti. Pandan Wangi dan Dewi Naga Hitam segera mendekati Rangga. Tampak dari kepulan debu yang semakin memudar itu, dua sosok tubuh tengah berdiri di atas reruntuhan batu-batu yang mengubur puing-puing bangunan itu. Dan begitu kepulan debu itu semakin menipis, terlihat jelas kalau mereka adalah Tengkorak Putih dan Tengkorak Hijau!

***

17. Pendekar Rajawali Sakti : Perawan Rimba TengkorakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang