Kang Karyo Datang

240 14 4
                                    

Kembang Rumah Bordil
Kang Karyo Datang
Bag 21

*****

Ina sibuk menyiapkan Tahlilan ketiga harinya Bapak, Untuk tahlilan ini beseknya berupa sembako, biar praktis dan tak banyak tenaga keluar. Untuk makan-makannya, hanya kue jajan pasar. Maklum irit tenaga setelah tiga hari disibukkan mengurus Bapak.

Emak, semakin tidak banyak bicara, wanita paruh baya sangat pendiam itu, semakin bungkam seribu bahasa, bahkan setiap pertanyaan hanya dijawab dengan gelengan atau anggukan kepala, membuat Ina semakin serba salah.

Jam empat sore, semua persiapan selesai, sambil menunggu tiba waktu, mereka berbincang-bincang.

Ada saja hal dibicarakan, mulai Andini pandai menyanyi, Pasha sudah banyak perbendaharaan kata, sampai emak mengeluh sudah tidak kuat lagi menggendong Andini.

Gansas terlihat amat sangat menyayangi Pasha, maklum anak emas, sudah ditunggu belasan tahun.

Dengan sabar Gansas memenuhi semua keinginan Pasha.

Jantung Ina serasa mau berhenti, ketika melihat Kang Karyo berdiri di pintu, emak langsung menghambur dan memeluk Karyo. Tangisan histeris Emak membuat seisi rumah menangis.

Ada kesesakan dirasa Emak selama ini menghimpit dada, begitu lama Emak dan Kang Karyo berpelukan, sampai Emak merasa tenang dan lega.

Memang Kang Karyo menantu kesayangan Emak, wajar kalau Emak rindu.

“Maafkan, Bapakmu ya Karyo.”

“Dia sudah banyak bersalah sama kamu.”

“Namanya manusia, tempatnya salah dan lupa,” ucap Emak pada Kang Karyo.

“Ya, Mak, Karyo juga salah, nggak bisa membahagiakan Andini dan Carminah. Semua orang tua, berharap anaknya bahagia,” ujar Karyo.

“Tapi Bapakmu keterlaluan,” kata Emak menyalahkan Bapak.

“Jangan salahin Carminah, dia nggak mau kerja jadi cewek* sampai nangis-nangis, dipaksa sama Bapak.

“Karyo nggak salahin siapa-siapa, Karyo salahin diri sendiri, nggak punya kemampuan sebagai kepala keluarga.

“Sekarang Bapak sudah wafat, tidak ada lagi tempat sandaran Emak sama Ina.

“Sudah Emak jangan kuatir, ada Karyo disini.

Emak terlihat senang sekali, Kang Karyo datang, Emak mau diajak berbicara, bahkan  mau makan. Ina senang sekali melihatnya, kehadiran Kang Karyo, membawa suasana baru di hati Emak.

Malam itu suasana tahlilan ramai sekali, anak buah Gansas banyak yang datang. Di Dalam rumah sampai tidak cukup, halaman juga penuh.

Andini dari mulai Kang Karyo datang, tidak mau sama Ina, maunya digendong Bapaknya.

“Emak! yayah aku,” kata Andini sambil menunjuk- nunjuk dada Karyo.

“Iya, yayah Andini,” kata Emak.

“Itu, Mimih aku,” kata Andini menunjuk Ina.

“Ya, Mimih Andini,” kata Emak menjawab celotehan Andini.

Ada rasa sedih, seperti diiris-iris, melihat hausnya Andini akan kasih sayang, anak seusia Andini seharusnya dalam pengawasan penuh orang tuanya, tidak dirasakannya. Bapaknya di Jakarta, Mimih nya di Sumatera, Andini di Jawa.

Setelah selesai tahlilan, acara melekan (begadang). Tradisi di Kampung Ina, apabila ada yang meninggal sampai tujuh hari di adakan acara melekan, menghibur  yang berduka agar tidak terlalu kesepian.

Kembang Rumah Bordil  by ErseClussieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang