1 minggu berlalu.
Naomi tidak melihat Cindi dalam 1 minggu ini, di kelas pun tak ada anak-anak yang membicarakan kenapa ia tak sekolah selama 1 minggu ini.
Tidak. Apa pedulinya Naomi dengan Cindi? Dia adalah orang yang selalu menganggu ketenangan Naomi, dia orang yang selalu membuat diri Naomi terlihat buruk di hadapan kakaknya sendiri.
Sudahlah, Naomi tak mau memikirkannya itu akan membuang waktu yang sia-sia.
Suasana siang ini cukup redup awan kelabu menghalangi matahari untuk bersinar terang, dan Naomi lebih memilih untuk membaca buku komik di bawah pohon. Duduk menyendiri dari jangkauan anak-anak yang tak pernah menganggap Naomi ada di sekolah ini.
"Ekhem, kamu Naomi?"
Naomi menoleh ke arah asal suara yang ia dengar sedikit jauh. Menatap dengan rasa curiga kepada seseorang yang kini sedang menatap Naomi balik.
Naomi tak mengenali orang itu, ia cowok berkacamata, dengan earphone yang menyumbat di kedua telinganya sedang berdiri menatap Naomi. Ya tentu saja Naomi tau dari gayanya saja Naomi sudah paham bahwa orang ini pasti termasuk orang terpopuler di sekolah.
"Naomi?" Ia memanggil nama Naomi lagi.
Naomi masih menatapnya dengan tajam,
bermaksud agar ia takut pada Naomi. Namun, Naomi heran kenapa ia malah semakin menatap Naomi dengan santainya. Sungguh menyebalkan.
Naomi hanya mendongakkan kepalanya pada orang asing itu untuk menyaut panggilan nama yang ia sebut sebagai Naomi. Sudah Naomi duga orang yang berada di hadapan Naomi itu belum begitu mengenal Naomi lebih jauh, jika saja ia tau sebutan Naomi sebenarnya adalah Naomi-Chan.
Cowok berkacamata itu tersenyum kea rah Naomi "Maafin Cindi ya Naomi, gue tau kok lo adalah 1 dari 12 orang yang sering Cindi ganggu di sekolah ini" paparnya to the point.
Naomi mengerutkan dahi, menatapnya heran, cowok itu mengenal Cindi? Dan kenapa tiba-tiba ia harus meminta maaf atas perbuatan Cindi kepada Naomi?
"Kok diem? Oh lo pasti heran ya kenapa tiba-tiba gue nyamperin lo dan minta maaf atas kelakuan Cindi sama lo? Hehe oke biar lo nggak bingung mending kita kenalan dulu aja" ujarnya pada Naomi sembari mengulurkan tangan.
Naomi menatap sinis pergelangan tangannya yang di lingkari jam tangan berwarna hitam. Tampaknya ia tulus, namun Naomi menolak untuk berjabat dengannya.
"Aku Naomi" balas Naomi sekenanya.
Dia pun tampak tersenyum melihat kelakuan Naomi dan malah menggaruk kepalanya dengan tangan yang tadi ia ulurkan.
"Oke. Lo pasti kenal gue kan?" Ucapnya penuh keyakinan.
Naomi memutar bola matanya dan menghela nafas panjang "kamu siapa? Mana aku tau" jawab Naomi apa adanya.
Cowok itu kemudian tertawa kecil "Gue Dafa ketua OSIS dari kelas 11 IPA 5, sahabatnya Cindi anaknya pemilik sekolah ini yang satu kelas sama lo" jelasnya.
Naomi terdiam. Bagaimana bisa Naomi tak mengenal ketua osis di sekolahnya sendiri? Ini sangat memalukan. Tapi Naomi tetap saja tidak perduli dengan itu semua karena tidak ada untungnya bagi Naomi mengenal ketua OSIS di sekolah ini.
"Aku nggak nanya jabatan kamu dan hubungan kamu sama Cindi" itu jawaban terpanjang Naomi kepada cowok yang bernama Dafa itu.
Dafa mulai tersenyum lagi, yang Naomi fikir itu malah membuatnya tampak aneh, Naomi berfikir Dafa mungkin sedikit tak normal.
Dafa menghela nafas panjang "Maafin atas kesalahan Cindi sama lo. Gue sebagai sahabatnya Cindi ngewakili dia. Sekarang Cindi sedang berada di Singapura untuk menjalani operasi kanker yang ia derita selama beberapa bulan terakhir ini"
Deg deg
Jantung Naomi mencelus. Ternyata 1 minggu ini Cindi pergi keluar negeri untuk menjalani pengobatan. Naomi tidak tau harus apa berkata apa. Tapi Naomi cuma berharap agar Cindi di beri kesempatan untuk hidup lebih lama.
"Jadi, maafin Cindi ya Naomi. Lo harus tau ada sisi baik tentang Cindi yang nggak orang lain ketahui, dia cuma nutupin rasa sakit penyakitnya itu dengan mengganggu dan membuli orang lain di sekolah ini. Mungkin dengan cara itu ia akan menganggap dirinya dalam keadaan baik-baik saja" lanjut Dafa pada Naomi.
Naomi langsung berdiri menatap tajam Dafa dengan kedua bola matanya.
Dafa meneruskan ucapannya "Gue tau kok lo itu sebenernya baik, gue yakin lo mau maafin Cindi kan?"
Naomi menelan salivanya untuk menjawab "aku maafin" ucap Naomi dan segera meninggalkan Dafa sendiri disana.
Ada rasa gelisah yang bergelut di hati Naomi sekarang tentang orang yang ia kenal tak punya hati. Cindi Violet orang yang ia kenal sebagai Kyoko yang sering memaksa Naomi dengan ancamam-ancamannya ternyata menutupi kesedihan yang ada di dalam dirinya.
Bagaimana mungkin ia tampak berkuasa dan baik-baik saja padahal pada kenyataannya ia sedang berjuang mengalahkan kanker yang ia derita.
Jujur, Naomi malu padanya. Kepedihan yang Naomi derita tidaklah sebanding dengan yang di alami oleh Cindi. Naomi mengakui dirinya yang benar-benar tak pandai bersyukur. Naomi hanya sedang di uji sedikit. Ibu Naomi meninggal pada saat melahirkannya, Ayah pun meninggal karena di bunuh oleh preman-preman jalanan saat sedang menolong orang dalam perjalanan pulang membeli kue ulang tahun Naomi yang ke-16. Dan Naomi sendiri di jauhi teman-temannya karena di anggap monster otaku. Kini yang tersisa hanyalah Oneesan (kakak perempuan) yaitu Anada Ayunda. Lalu apa yang harus Naomi keluhakan tentang itu? Itu semua belum sepadan dengan yang di alami oleh Cindi saat ini.
Cindi sedang melawan penyakitnya untuk bertahan hidup lebih lama. Nyawanya di pertaruhkan di atas ranjang operasi. Cindi hanya menunggu rencana apa yang akan di berikan Yang Maha Kuasa kepada dirinya.
Di usia seperti Naomi ini, Cindi pasti memiliki cita-cita yang sangat tinggi yang ingin ia gapai, itulah harapan kecil setiap anak remaja. Mampu mengepakkan sayapnya di langit. Berharap tumbuh dewasa dan menjadi orang yang berguna.
Sungguh Naomi berharap Cindi akan baik-baik saja.
Dan Naomi berharap Cindi akan berubah menjadi pribadi yang lebih baik di banding sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oneesan
Teen FictionGadis kecil itu adalah Naomi. Tapi saat beranjak remaja, ia lebih sering dipanggil Naomi-Chan. Bukan karena mengikuti tren nama panggilan supaya eksis, tapi karena ia sangat menyukai anime Jepang.