L I M A

3.1K 208 3
                                    

Sky P.O.V

Aku tak tahu harus kemana. Aku bisa saja pergi ke rumah Nenek Miranda. Namun aku tahu, Kak Gabe tak akan datang dan menjemputku disana.

"Kenapa, sih?" Aku akhirnya bersuara. Menyuarakan pikiranku yang sedari tadi dipenuhi oleh Kak Gabe yang secara terang-terangan menolak kehadiranku.

Bukankah aku baru saja hampir berhasil menggiring opini tentang keadaanku? Tapi mengapa Kak Gabe malah mencampakanku lebih parah lagi?

Aku melirik arlojiku, melihat jarum jam sudah menunjukan pukul delapan malam. Harus berapa lama lagi aku menunggu disini?

Sebuah ide terlintas di kepala ku, aku ingin melakukan ini demi hubungan kami. Tidak kah Kakak tahu jika aku merindukan kasih sayangnya sebagai seorang adik? Aku bukan tidak tahu. Sungguh aku sangat tahu jika Kakak lah yang menginginkanku untuk tinggal di asrama.

Aku sudah melakukan sejauh ini, berusaha untuk belajar mati-matian agar bisa masuk ke dalam kampus yang sama dengannya. Apa aku harus menyerah sekarang hanya karena Kakak lagi-lagi mencampakanku? Tentu tidak. Aku akan melakukan segalanya, apa pun akan aku lakukan untuk menarik perhatian dan kasih sayang Kakak kembali kepadaku.

Aku tahu dua hal. Kakak membenciku dan ia juga membenci Nenek Miranda. Entah apa yang membuatnya membenci kami, aku pun tak tahu. Aku hanya harus menjalani peran menjadi seorang gadis bodoh yang patuh terhadap semua perintah Kakak.

Menghela napas, aku pun bangkit dari dudukku di kursi taman rumah sakit ini. Aku menghampiri seorang perawat yang sedari tadi sudah ku perhatikan dari kejauhan. Entah apa yang ia pikirkan, namun ku yakin ia tengah memiliki sebuah masalah.

"Hai, Sus." Aku memilih untuk berbasa-basi, mengajaknya berbincang ringan sebelum masuk ke topik pembicaraan yang berat.

"Jadi ... Adiknya Suster harus bayar uang praktek besok dan Suster belum sanggup bayar?" Aku menarik kesimpulan dari obrolan yang berlangsung selama hampir sepuluh menit ini.

Perawat di hadapanku ini mengangguk. Ella namanya. Wajahnya tampak sangat murung, seolah semua permasalahan di dunia bertumpu di bahunya.

"Memang berapa yang harus dibayar?" Aku bertanya memastikan.

"Lima juta. Itu belum sama tunggakan SPP," jawab Ella lirih.

"Kalo sama SPP, jadi berapa?" tanyaku lagi.

"Tujuh juta dua ratus sepuluh ribu." Suara Ella semakin terdengar lirih.

Aku tersenyum. Bukan karena aku senang ia menderita. Tapi aku akhirnya mendapatkan sebuah jalan untuk rencanaku berikutnya.

"Ayo, ikut aku ke ATM. Aku ada uang tiga juta di dalam tas. Uang ini harusnya aku tabung. Tapi, ayo. Aku bakalan ambil uang lima juta di ATM buat Suster, dan uang ini juga buat Suster." Aku mengeluarkan sebuah amplop coklat berisi uang tiga juta rupiah.

Uang itu memang aku bawa untuk aku setorkan di ATM terdekat. Uang ini adalah uang makanku selama satu minggu yang memang sengaja di titipkan pada Kak Gabe. Kemarin ia memberikannya padaku. Namun sepertinya aku akan menggunakan uang ini untuk hal lain.

"Kamu .... Kamu beneran mau ngasih uang ke saya?" Wajah Ella berseri-seri saat ia bertanya padaku. Aku tersenyum dan menganggukan kepala.

"Tapi tolong bantu saya untuk ...." Aku pun menjelaskan apa maksud dan tujuanku. Itu adalah hal yang mudah untuk dilakukan dan Ella dengan cepat menyetujuinya.

🌞🌞🌞

Aku mendengar suara langkah kaki berjalan mendekat, aku cepat-cepat menutup mataku, berpura-pura untuk tidur.

THE BASTARD UNIVERSE [SKYLAR]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang