19. Sweet jealousy

4.1K 508 196
                                    

Julian terbangun pagi itu waktu aroma wangi telur dan keju samar-samar tercium oleh hidungnya. Matanya terbuka pelan dan mendapati bantal di sebelahnya sudah kosong. Matanya bergerak menoleh ke arah jam dinding. Pukul 05.45. Masih terlalu pagi buatnya bangun, tapi aroma masakan yang menyelusup masuk dari pintu kamar yang sedikit terbuka itu, benar-benar membuat perutnya berdemo menagih asupan gizi.

Bergulir pelan ke sisi luar tempat tidur, dia merasa tubuhnya sudah jauh lebih baik dari kemarin pagi. Dia bisa tidur dengan nyenyak, meski Faiz tidur sambil melilitinya seperti seekor boa yang sedang menelan mangsa, tapi kekasihnya itu mampu mengendalikan diri. 

Mereka benar-benar hanya saling mendekap sambil mengurai kisah masa lalu tentang masa kecil yang konyol dan lucu.

Tanpa bergegas, Julian masuk ke kamar mandi untuk melakukan rutinitas paginya. Aroma sabun mandi yang dipakai Faiz masih menguar di seluruh penjuru kamar mandi. Setelah selesai dan sudah merasa segar kembali, baru dia keluar dari kamar untuk mencari kekasihnya ke arah dapur.

Faiz sedang menuang susu murni ke salah satu gelas bening tinggi di atas meja makan, di sebelah cangkir kopi yang baunya harum sekali memenuhi udara dapur. Sudah rapi dengan pakaian kerja yang kelihatan sedikit ketat sehingga mencetak dada bidangnya dan celana bahan yang pas membungkus kaki panjangnya dengan apik, membuat Julian mesti menelan ludah melihat penampilannya. 

Faiz mengangkat wajahnya waktu mendengar langkah kaki Julian. 

"Hey, morning, Pi." 

Meski sudah dua hari bersama Faiz, namun senyum hangat kekasihnya itu selalu saja mampu membuat jantung di dada Julian berdetak kencang. 

"Morning, Ay."  sahutnya sambil mengambil tempat terdekat untuk duduk. "Aku tidak tahu kalau Ay bisa masak," lanjutnya dengan nada kagum.

"Cuma omelet dan roti panggang, masih gampang."

Faiz mendekatinya sambil membawa gelas berisi susu itu. Meletakkan gelas itu di depan Julian sebelum dia mengambil dagu Julian dengan tangan kirinya, yang membuat Julian harus memalingkan wajahnya. Lalu wajah Faiz menunduk untuk mengecup ringan bibir merah merona Julian yang menggemaskannya itu. 

"Sudah lebih enak?" tanyanya sambil memegang kedua pipi halus Julian, matanya menatap dengan pandangan penuh sayang, yang membuat wajah Julian memanas.

Kemarin pagi dia memang hampir tidak bisa bergerak. Tapi Faiz sudah memberinya obat dan malah merawatnya setengah harian selepas jam makan siang. Sebetulnya juga Julian tidak 'sakit-sakit' amat sampai Faiz harus pulang dan menemaninya. Dia toh sudah tidak apa-apa tapi Faiz malah memperlakukannya seperti orang sakit beneran.

"Much better," Julian mengangguk sambil menatap wajah di atasnya. "Sebetulnya aku nggak apa-apa kok."

"He eh, nggak apa-apa," Faiz mengecup lagi bibirnya dengan ringan. "Cuma nggak bisa bangun aja dari tempat tidur." Katanya dengan nada suara menggoda.

"Itu bukan apa-apa," elak Julian dengan senyum manis, "Ay aja yang terlalu berlebihan."

"Iya, aku berlebihan," angguk Faiz lagi, masih dengan nada menggodanya. "Sampai kamu nggak bisa bergerak dan jalan."

"Aku bisa gerak kok," elak Julian lagi sambil menunduk, tapi dia malah melihat nipple Faiz yang tercetak, membuat darah dalam dadanya berdesir. "Buktinya aku masih bisa mandi sendiri." 

"Iya, pacarku emang hebat." 

Faiz memuji sembari tersenyum hangat lagi. Dia mau bergerak mengambil gelas susu untuk Julian namun kekasihnya itu menghentikan gerakannya. Tangan Julian menarik bahan bajunya di bagian dada dengan pelan, membuatnya menunduk dan langsung disuguhi bibir merona yang merekah menanti ciumannya.

Fallen Deeply In Love With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang