32. Vow to you

4.4K 489 172
                                    

"Je!"

Julian tersentak kaget saat merasakan seseorang menguncang lengannya. Kelopak matanya berkedip terbuka. Seketika sadar dia sedang berada di mana.

Rumah sakit. 

Tempat di mana kekasihnya dilarikan ke sana dalam keadaan cedera dan sedang ditangani oleh paramedis.

Rasanya tadi dia sedang bersama kekasihnya itu. Di atas balkon apartemennya. 

Samar-samar dia teringat bahwa dia bersimpuh di atas lantai dalam keadaan terpuruk. 

Tersesat.

Berduka.  

Kesakitan.

Kehilangan.

Itu sebelum Faiz datang, mengajaknya pergi ke suatu tempat yang tidak diberitahukan kepadanya. Lalu dia ingat tubuhnya melayang bebas bersama tubuh kekasihnya itu... 

Namun dia tidak pernah menyentuh apapun yang berada di bawahnya.

Tentu saja tubuhnya sama sekali tidak pernah menyentuh tanah di bawahnya.  

'Cause it's not real at all... 

It's just a nightmare...

Julian bergidik jerih dalam hati. Gemetar oleh perasaan ngeri sekaligus rasa lega yang memayungi hatinya, karena itu hanya salah satu tabir lakon dalam alam mimpinya. Hanya saja kali ini terasa seperti jamais vu. Mimpi buruk yang baru kali itu hadir mengusik jiwanya, sampai membuat bulu-bulu tengkuknya meremang ngeri. Mimpi yang harus digebahnya jauh-jauh dari pelepah ingatan.

"Je!"

Panggilan itu terdengar lagi. Kali ini lebih keras.  

Julian mengedipkan kelopak matanya sekali lagi sebelum fokus pada kesadaran yang menangkup jiwanya. Pandangan matanya segera mencetak wajah Pieter yang sedang berjongkok di depannya. Dia juga melihat Shane yang berdiri di belakang cowok bongsor itu sambil menggigit kecil bibirnya dengan pandangan melas yang terlontar ke arahnya.

"Piet?"

"Lo ngigau Je."

"Kak Faiz...!" Julian langsung berdiri, begitu ingatan akan keadaan kekasihnya menginvasi seluruh ruang pikirannya. 

"Tenang dulu, Je." Pieter menahan bahunya dengan lembut tapi kuat. "Lo udah benar-benar bangun?" tanyanya memastikan sambil menatap mata Julian lekat-lekat.

"Emang gue tidur?"

"Yeachh..." Pieter memutar bola matanya dengan malas. "Lo sampe ngigau begitu."

"Gue pasti mimpi."

"Pastinya. Lo udah benar-benar sadar?""  

Julian mengangguk cepat. "Gue harus lihat Kak Faiz." gumamnya sambil menoleh ke arah pintu ruang UGD yang tertutup rapat. "Lo udah tahu keadaan Kak Faiz?" tanyanya pada sahabatnya itu.

"Kondisi Kak Faiz udah stabil," Pieter melepaskan tangannya dari bahu Julian. "Udah bisa ditengok. Tapi belum dipindahin ke ruang rawat. Peralatan medis di rumah sakit ini kurang memadai. Jadi kakaknya Kak Faiz mau mindahin Kak Faiz ke rumah sakit di Jakarta. Supaya mendapatkan perawatan yang lebih baik dan juga biar lebih dekat ke rumahnya." jelasnya perlahan.

Julian berkedip lagi mendengar informasi itu. Bahunya luruh bersamaan dengan perasaan lega mengiring suka cita yang amat sangat meruahi ruang-ruang hatinya. 

Mimpi...

Kesakitannya. Kedukaannya. Kehilangannya.

Semua itu hanya mimpi...

Fallen Deeply In Love With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang