IV

2.6K 398 16
                                    

Ketika terbangun, yang Jaehyun lihat adalah ruangan serba putih berbau obat.

Ia berpikir sebentar.

Oh...

Rumah sakit.

Jaehyun tidak ingat bagaimana ia bisa kemari. Bahkan ia tidak tahu kenapa ia harus berada di sini. Seingatnya saat itu ia hanya berjalan menuturi Johnny ke mobil karena mereka akan pulang. Lalu kegelapan menyapa indra pengelihatannya. Apa yang terjadi dengannya?

Jaehyun menolehkan kepala saat mendengar suara pintu yang berderit. Itu Johnny. Tangannya membawa bungkusan yang entah apa isinya.

"Tidak apa, tetaplah berbaring," ujar Johnny saat Jaehyun berusaha untuk bangkit dari tempatnya. Dibalas dengan gelengan oleh Jaehyun yang masih bersikeras untuk mengubah posisinya dari berbaring ke duduk. Johnny menghela napas dibuatnya, ia mendekati Jaehyun lalu membantunya duduk.

Keduanya bungkam sesaat ketika Jaehyun sudah terduduk. Jaehyun menatap Johnny seakan ia meminta penjelasan dan Johnny hanya tersenyum. Ia menarik kursi mendekati ranjang lalu mendudukinya.

"Kamu pingsan. Mereka bilang kamu terlalu syok setelah apa yang terjadi," ujar Johnny ketika ia sudah memposisikan diri di sebelah Jaehyun. Jaehyun tidak mengerti kenapa Johnny masih bisa mempertahankan senyum ketika melihatnya begini menyedihkan.

"Mereka juga bilang kalau kamu dehidrasi jadi mereka menginfusmu. Lalu..."

Mata Johnny beralih ke perut Jaehyun, kali ini matanya kehilangan binar matanya walau tersenyum. "Luka ditubuhmu juga diobati. Sebagian sudah cukup parah karena telat ditangani."

Jaehyun terhenyak. Ia mengangkat sedikit pakaian rumah sakitnya. Obat dan perban di sana-sini.

Jaehyun merasa dirinya semakin menyedihkan.

"Maaf."

Jaehyun bisa melihat Johnny mengalihkan wajahnya. "Harusnya aku membawamu ke rumah sakit lebih awal."

Jaehyun tidak membalas. Ia bingung harus bereaksi apa. Johnny berkata seakan luka ditubuhnya semakin parah karenanya, padahal Johnny satu-satunya orang di sana yang berinisiatif untuk mengobati lukanya —dengan bantuan dokter, tentunya. Bahkan Jaehyun saja tidak.

Jaehyun seakan sudah biasa dengan lukanya. Ia dulu berpikir, untuk apa diobati kalau orang itu akan terus melukiskan luka?

"Kenapa kamu yang meminta maaf?" tanya Jaehyun pada akhirnya. Suaranya lirih, nyaris tak terdengar. "Bukan kamu yang membuat luka-luka ini."

Johnny terdiam. Ia meraih tangan Jaehyun, mengusap punggung tangannya dengan lembut. Jaehyun tidak menolak, ia membiarkan Johnny bertindak semaunya untuk saat ini.

"Salahku karena aku tahu kamu terluka, tapi tidak mengobatinya dengan benar secepatnya," ujar Johnny. Ia tersenyum miris.

Kali ini Jaehyun yang memalingkan muka, tidak tahan dengan senyum miris Johnny. "Tidak. Ini bukan salahmu. Aku bahkan tidak punya niat untuk mengobatinya."

"Jaehyun..."

"Aku bahkan tidak bisa di sini. Darimana aku punya uang untuk membayar semua ini?"

"Uangku. Pakailah uangku."

Mata Jaehyun melebar. Ia kembali menatap Johnny. Ia bisa merasakan usapan lembut Johnny berubah menjadi genggaman erat, seakan berusaha meyakinkan Jaehyun kalau ia tidak salah dengar.

"Apa maksudmu-"

"Biar aku yang bayar semuanya. Yang penting kamu sembuh dan bisa hidup dengan enak setelah ini. Biaya bukan masalah untukku."

Mata Jaehyun membulat mendengar suara Johnny yang seakan mendesaknnya.

Apa-apaan ini?

Kebaikan macam apa ini?

Jaehyun berusaha mengatur napasnya yang mulai berderu tidak jelas. Ia benci perasaan ini. Perasaan yang mengatakan kalau ia bukan apa-apa tanpa orang lain. Perasaan yang mengatakan kalau ia menyedihkan.

Ketika kau hidup bersama Iblis, kebaikan dan belas kasihan akan menjadi hal asing untukmu.

Jaehyun melepaskan genggamannya pada tangan Johnny lalu memalingkan muka. Tangannya memijat kepalanya yang perlahan mulai terasa pening.

"Jaehyun?"

"Johnny-ssi, sebenarnya kamu ini siapa?"

Jaehyun berujar tanpa menatap wajah lawan bicaranya sama sekali. Ia menekankan 'ssi' yang disebut setelah nama Johnny. Seakan memberi dinding transparan di antara keduanya.

"Kau ini baru mengenalku dua malam. Tidak, kau bahkan baru tahu namaku. Tapi, kenapa kau bertindak sebaik ini padaku? Dan dibalik semua kebaikan ini, kau menyimpan apa dibalik punggungmu?"

Johnny terdiam sejenak. Membiarkan Jaehyun mengatur napasnya yang memburu karena untaian kata panjangmya. Jaehyun tidak bisa memahami arti dari tatapan Johnny, terlalu ambigu dan mengakar.

Jaehyun bisa mendengar pria itu menghela napas panjang. 

"Ada orang serapuh ini dihadapanku, mana bisa aku membiarkannya begitu saja?"

"Aku tidak rapuh!"

Jaehyun menyambar dengan nada meninggi.

Ia benci dianggap lemah.

Ia tidak rapuh.

Ia berteriak kalau ia tidak rapuh, tapi air mata sudah menggumpal di sudut mata. Dadanya sudah memberat, seakan ada kerikil yang bergerak ke sana kemari di antara alveolusnya.

Menyesakkan.

Johnny diam sejenak. Ia menundukan kepala, mungkin mencari cara untuk mendinginkan kepala Jaehyun. Sampai pada akhirnya, ia kembali menarik senyuman juga menarik tangan Jaehyun ke dalam genggamannya.

"Baiklah. Maaf sudah menyebutmu rapuh."

Usapan demi usapan diberikan Johnny pada Jaehyun. Jaehyun menatap pergerakkan tangan kokoh itu dalam diam. Membiarkan hangat dan lembutnya usapan itu untuk menenangkan Jaehyun.

"Kamu adalah orang terkuat yang pernah aku temui. Kamu bisa bertahan sampai saat ini. Aku iri padamu, jika aku adalah kamu, mungkin aku tidak akan kuat."

"Tapi, bukankah kamu tetap manusia yang memiliki batas, Jaehyun?"

Mata Jaehyun berkedip.

"Lalu... Luka-luka ini."

Ia melirik perut Jaehyun sekilas.

"Sekuat apapun kamu, rasanya tetap sakit bukan?"

Benar.

Sakit sekali.

Jaehyun pun sadar, ia tidak akan pernah bisa terbiasa dengan lukanya. Sesering apapun luka itu bertambah.

Semuanya mendadak terasa nyeri.

"Karena itulah..."

Usapan itu berpindah ke surai mahoninya dan yang Jaehyun tahu berikutnya, perasaan asing mulai hinggap di hatinya. Entah itu tersentuh, senang, atau merasa dilindungi.

Tapi Jaehyun tidak begitu menyukainya, membuktikan betapa lemah ia sesungguhnya walau berkali-kali mencoba menjadi kuat.

"Aku di sini hanya ingin membuatmu semakin kuat. Kau bukan Matryoshka yang cantik tapi rapuh, bahkan hanya pajangan."

Jaehyun tidak mengerti. Tapi ia menolak untuk bertanya lebih lanjut kala ia merasa pipinya disentuh —bahkan diusap dengan lembut. Pada akhirnya, ia hanya bisa mengangguk pasrah. Karena apalagi yang bisa ia lakukan saat ini? Tidak ada.

Biarkan saja Johnny berlaku sesukanya.




Biarkan saja malaikat itu berlaku sesukanya, termasuk mengobati baik tubuh dan hatinya.

Biarkan saja.





"Tapi berjanjilah padaku."

"Apa itu?"








"Berjanjilah kalau kau tidak akan memotong sayapmu."

— TBC

1004 || JohnjaeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang