IX

2K 285 9
                                    

Seluruh tubuh Jaehyun sudah menunjukan sinyal lelah, tapi tidak ada tanda-tanda kalau ia akan berhenti memberontak.

Ia seakan masuk ke dalam lorong waktu. Yuta sama sekali tidak berubah, ia tetap posesif walau pun Jaehyun sudah tak punya kuasa untuk pergi. Rantai itu masih mengikat pergelangan kakinya.

Mereka adu mulut, suara tinggi mereka bersahut-sahutan tanpa henti. Jika sudah habis kesabaran, Yuta akan menggunakan barang di sekitarnya untuk menyakiti Jaehyun. Bahkan barang sederhana bisa membuat Jaehyun bergetar ketakutan —Yuta pernah berusaha mencekiknya dengan kabel charger ponsel.

Jaehyun tidak tahu, sudah ada berapa malam ia lewati selama ia mendekam di sana. Dan selama itu, hanya ada satu hal yang mengganjal di kepalanya.

Ia rindu Johnny.

Apa Johnny-nya mencarinya?

Jaehyun tidak tahu. Tapi, ia benar-benar berharap kalau pemuda itu mencarinya dan membawanya kabur dari tempat ini. Walau Jaehyun tidak yakin karena ia pun baru sadar, walaupun semua interior di sana dominan berwarna merah, ini bukan tempat biasa Yuta tinggal. Mungkin kalau ia berada di rumah yang biasa ditinggali Yuta, ia bisa ditemukan dengan cepat.

Jaehyun sudah terlalu merindukan Johnny-nya. Ia rindu senyumnya, pelukannya, kecupannya, sentuhannya, semuanya.

Setetes air mata jatuh.

Manik karamel itu menatap tubuhnya sendiri dengan tatap kosong. Lebam sana sini, luka gores sana sini. Bibirnya membengkak, ruam keunguan berada di sekitar pipinya.

Dulu Johnny pernah membantunya mengobatinya, kini semua luka di tubuhnya seakan muncul kembali. Membuat kulitnya dipenuhi warna biru dan merah.

"Johnny Hyung..."

Tetes ke dua jatuh.

"Tolong aku..."

Lirihan itu diucap bagai mantra. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Selama ini, Jaehyun hanya memberontak, memberontak dan memberontak, juga berharap Yuta akhirnya jengah dan membuangnya.

Juga menunggu Johnny.

Malaikatnya.

Jaehyun menahan isakkan. Suara langkah kaki di luar sana membuatnya buru-buru menghapus air matanya, meringkuk, lalu menutupi badan dengan selimut. Yuta memasuki ruangannya dan Jaehyun ingin menyimpan energi untuk melawannya nanti.

Ia merasakan ranjangnya merendah, tangan melingkar di pinggangnya, kecupan ringan sepanjang tengkuknya membuatnya merinding —tapi ia tahan mati-matian dengan cara gigit bibir.

"Aku mencintaimu, Jung Jaehyun."

Jaehyun tidak menjawab, ia memilih untuk menutup bibirnya rapat-rapat.

Ia berharap Johnny-lah yang mengucapkan kalimat itu padanya.


***


Jaehyun terdiam. Ia merasakan tubuhnya lebih ringan dari biasanya. Semua hiasan berwarna merah atau keunguan di tubuhnya seakan menghilang begitu saja. Tak ada satu pun nyeri yang hinggap di sana.

Ia merasa tubuhnya dihempaskan ke rerumputan. Ia bisa mencium bau rumput basah juga tanah. Tapi, walaupun tubuhnya meringan, ia merasa lumpuh. Tangan maupun kakinya tak bisa digerakan. Ia seakan dipaksa untuk berbaring di sana, menatap birunya langit dihiasi gumpalan manis awan berwarna putih.

"Hyung, kenapa hyung berbaring di sana?"

Jaehyun menolehkan kepala ke sumber suara. Ia tidak tahu sejak kapan, tapi anak kecil itu sudah berdiri di dekat kepalanya.

1004 || JohnjaeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang