SELESAI make up dan mengenakan blazer, aku berjalan menuju kubikal lalu mengganti flat shoes-ku dengan pantofel. Dari rumah aku memang enggak langsung memakai seragam Nationtrust Bank dan juga sepatu kerja, karena tentu saja enggak akan nyaman. Lagi pula dengan rok pendek ditambah pantofel begini, aku enggak akan bisa naik tangga dengan leluasa.
Daniar baru tiba di kubikalnya dengan rambut yang masih dicepol asal-asalan, sandal jepit dan earphone di telinga tentunya.
"Kusut banget lo? Naik apa?"
"Biasa naik Transjakarta, penuh banget deh tadi." Gadis itu meletakkan tasnya di atas meja. "Gue kesiangan juga sih, telat sepuluh menit aja efeknya maha dahsyat." Wajahnya memberengut.
"Makanya bangun pagi," saranku sembari meneguk teh hangat.
"Lo tahu kali, gue selalu in time. Ini gara-gara gue kebanyakan ngopi aja semalem, akhirnya enggak bisa tidur deh sampai jam satu pagi." Ia menaruh ponselnya di laci setelah mencabut earphone dari telinganya.
"Terus kenapa udah tahu bakalan insom kalau minum kopi, tapi lo lakuin juga?"
"Kafe temen gue baru buka, Riv. Jadi, gue nyobain kopinya di sana. Enggak enak dari kemarin udah diminta datang terus."
"Oh gitu, buka di daerah mana?"
"Cipete," sahut Daniar mulai mengambil pouch berisi alat make up-nya dari dalam tote bag. "Gue make up dulu, ya," katanya seraya meninggalkan kubikel.
"Buruan! Sepuluh menit lagi briefing," kataku memberi peringatan. Gadis itu terus berjalan dengan mengacungkan ibu jarinya kepadaku.
Daniar itu teman satu perjuanganku. Kami saling kenal saat mengikuti Training Development Program. Ia bertugas sebagai Funding Officer yakni mempromosikan produk-produk bank berupa Tabungan, Deposito dan Giro. Juga membuka Rekening Tabungan Baru.
Sama sepertiku, Daniar pun setiap harinya jarang berada di kantor karena kami bekerja secara mobile untuk mencari nasabah baru. Ketika sedang disibukkan membuat memo calon debitur, aku meraih ponselku yang sedari tadi tampak bergetar.
Anggasta Baskara
Riv, Lo bisa datang hari ini ke showroom gue? Gue usahakan sekitar jam 3 pulang kantor.
Ternyata pesan yang masuk dari Asta, langsung saja kubalas agar aku juga cepat mendapatkan informasi seputar showroom-nya. Lebih cepat akan lebih baik.
Bisa kok, Ta.
Gue jemput?
Enggak usah, Ta. Share location aja.
Yakin? Nanti lo naik apa?
Ada supir kantor kok.
Oh oke, nanti gue shareloc kalau begitu. Sampai nanti, Riv.
Sip, sampai nanti.
Terkadang aku selalu bertanya-tanya. Asta hanya mempunyai kepribadian ramah pada semua orang atau memang ia sedang perhatian kepadaku saja? Namun, hal itu selalu kutepis cepat-cepat setiap kali melintas di kepalaku. Sepertinya pernyataan pertama lebih masuk akal.
Mungkin sisi diriku yang terlalu bawa perasaan sedang lebih dominan ketika berada di dekatnya. Lagi pula untuk apa juga Asta perhatian kepadaku, bahkan kami baru tiga kali bertemu.
Aku berhenti di sebuah kompleks di kawasan Kebon Jeruk, sesuai lokasi yang sudah Asta bagikan padaku. Aku meminta Pak Rohim–supir kantor—untuk meninggalkanku karena kemungkinan dari showroom Asta, aku akan langsung pulang. Lagi pula hari ini aku berniat ke rumah mama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Target Rasa
RomanceRivka bahagia, dikelilingi oleh ketiga sahabat yang menyayanginya dan pertemuan dengan Asta membuat hidupnya hampir sempurna. Namun, apa yang harus Rivka lakukan ketika rasa bahagianya hanyalah kebohongan semata? *** Menghindari keluarganya dan memi...
Wattpad Original
Ini bab cerita gratis terakhir