Sebentar.

2.8K 274 3
                                    

Aku duduk dengan manis di dalam ruang tamu rumah Rani. Hari ini sedang diadakan arisan ibu-ibu komplek yang kebetulan diadakan di rumahnya. Rani tengah sibuk menata kue dan air mineral, sedangkan aku hanya duduk diam karena tidak diperbolehkan ikut campur oleh tante Adira, Mamanya Rani. Katanya, "Dara kamu itu tamu, jadi duduk aja ya nikmatin kuenya." Yang ada aku mati kutu karena rasa segan menyelimuti.

Setengah jam kemudian, banyak ibu-ibu mulai masuk ke dalam rumah dan acara arisan pun dimulai.

Ini pertama kalinya aku mengikuti acara arisan ibu-ibu, tidak ada hal yang begitu mencolok seperti pamer tas mahal atau pamer anak tapi hanya sharing kegiatan sehari-hari mereka. Ternyata arisan ibu-ibu komplek ini tidak hanya di hadiri ibu-ibunya saja tetapi anaknya juga. Tepat setelah ibu-ibunya pulang, anak-anaknya datang meminta makan kepada tante Adira. Hal yang baru bagiku.

Dan malangnya di sana ada Nata.

"Mamiiii, masa ya kemarin aku di bentak sama Mas Aldi. Temenku ini juga loh Mi, ih tega banget dia Mi, cuma karena belain Rea si cewek gak jelas itu Mi." Aku menoleh melihat Rani yang tengah bergelayut manja dengan panggilan 'Mami'-nya kepada seorang wanita paruh baya yang sangat cantik.

"Oh iya toh, Nata ini adiknya bukan di bela malah dibentak-bentak. Oalah siapa sih yang ngajarin kamu seperti itu? Dan ini teman kamu, ndok? Yang juga kena bentak Nata?" Aku melihat ibu yang tadi menjewer telinga Nata yang kebetulan di sampingnya, ah Nata begitu dia memanggilnya. Dia juga bertanya pada Rani dan langsung diangguki semangat oleh Rani. Tunggu dulu, adik? Rani adik Nata?

"Sakit Ma, itu dia kemarin ngomong kasar makanya aku marahin. Lagian apaansih lo juga kebiasaan banget manggil Mama gue Mami, alay banget." Jelasnya.

"Biarin dong sekalian biar jajan gue nambah makanya manggil Mami, yakan Mi?" Tanyanya yang mendapat persetujuan dari ibu yang tadi. Ah ternyata dia Mamanya Nata.

"Minta maaf sana, nama kamu siapa ndok?" Tanya Mama Nata kepadaku. Aku terkesiap karena diajak berkenalan.

"Aku Dara tante, Danurdara." Kataku memperjelas.

"Ah bagusnya namamu, maafin Nata ya." Katanya.

Aku memandang Nata sebelum menjawab, "ah iya tante."

***
Setelah kejadian tadi aku memilih keluar rumah dan duduk di rerumputan halaman rumah ini. Di dalam terlalu sesak dan di luar tidak ada kursi. Tapi lebih baik di luar dengan udara segar yang menerpa.

Aku tengah sibuk dengan ponselku. Seseorang datang dan duduk tepat di hadapanku. Aku melihat ke arahnya, ah Nata tapi aku lebih memilih mendiaminya ketimbang menyapa dan beramah tamah dengannya. Lama terjadi keheningan diantara kami yang membuatku gerah sendiri, akupun hendak beranjak dari dudukku tapi terhenti karena suaranya.

"Hmm, Dar di sini dulu sebentar aja."

Aku melihat kearahnya, menanggapi keinginannya.

"Maafin gue," katanya lagi.

Aku seolah berpikir apa kesalahannya, "untuk?"

"Semuanya, untuk gue yang lebih membela Rea daripada lo dan Rani, untuk gue yang menghilang, dan untuk gue yang tidak jelas." Dia sadar diri ternyata.

"Hm, santai aja kali toh gue juga gak mempermasalahkan itu," aku berucap seolah semuanya benar-benar baik-baik aja padahal seminggu ini aku uring-uringan tidak jelas.

BAMANTARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang