Interogasi: Luv Fam

2K 207 1
                                    

Sakit itu bisa jadi salah satu penyokong kamu untuk tumbuh dewasa. Karena dewasa itu gak mudah.

***

Sebenarnya aku takut untuk masuk ke rumah, tapi mau bagaimana lagi? Aku mengambil ponselku dan menyalakan kameranya, berkaca sejenak melihat penampilanku yang ternyata tidak bisa ditutupi lagi kekacauannya. Baiklah, aku menghela nafas kasar, mari kita hadapi ini.

Aku membuka pintu dan melangkah masuk, semua anggota keluargaku tengah berkumpul di ruang keluarga. Semua mata menoleh padaku, menelisik penampilanku yang awalnya cantik berubah jadi buruk rupa begini.

"Loh adek? Kehujanan? Tapi kok bajunya gak basah?" Bang Rendra yang pertama bersuara, mungkin dia tidak begitu menyadari bagian mataku yang bengkak tapi hanya riasanku yang luntur.

Tapi berbeda dengan cinta pertamaku, ayah langsung menyadari jika gadis kecilnya sedang tidak baik-baik saja.

"Mau ganti baju dulu atau langsung peluk Ayah?"

"Peluk." Kataku berlari kecil ke arahnya, ayahku, cinta pertamaku.

Dia menangkap tubuhku dan merengkuhnya seperti aku adalah anak umur lima tahun yang menangis karena terjatuh dari pohon jambu.

Aku menangis lagi, tangan besar ayah mengusap rambutku sambil mengecup puncak kepalaku. Mungkin bunda, kak Lia dan bang Rendra hanya bisa menatapku heran kali ini. Bisa dibilang ini pertama kalinya aku patah hati, benar-benar patah hati.

Tangisku mulai mereda, ayah yang menyadarinya sedikit membuka jarak untuk melihat wajahku yang sepertinya memerah. "Udah tenang?" Tanyanya sambil mengusap air mataku.

Lucunya aku malah tertawa sejenak disela tangisku karena melihat baju ayah yang basah dan ditempeli sisa riasan yang masih hinggap di wajahku. "Baju Ayah kotor."

"Iya gapapa, kan Bunda yang nyuciin, ya kan Bun?" Bunda hanya melengos karena kesal dengan candaan ayah.

"Mau cerita?"

Aku menghela nafas sejenak lalu mengangguk.

Semuanya duduk melingkar seolah sedang melaksanakan diskusi meja bundar. Bang Rendra membawakan satu cup ice cream dengan lima buah sendok katanya agar ceritanya dapat didengar dengan hikmat.

Sialan.

"Silahkan dimulai!" Titah Abang dengan sesendok ice cream yang sedang menuju mulutnya.

Keluargaku terlalu terbuka, atau sangat terbuka, jika punya masalah mari bercerita dan kita temukan jalan keluarnya bersama.

"Gak kenapa-napa sih sebenarnya, cuma aku ngerasa udah gak cocok aja sama Nata." Kataku terlalu abstrak. Kurang lebih dua tahun waktu yang aku habiskan sejak mengenal dan akhirnya bersama Nata. Bersama tidak dalam artian yang kalian kira tentunya. Karena aku dan Nata itu nothing.

It's okay sebenarnya, aku masih baik-baik saja kan hingga tadi sore. Aku masih bisa menerima semuanya, tapi kenyataan dia belum mempercayaiku sepenuhnya dan fakta-fakta yang baru muncul malah membuatku menjadi asing. Perasaan yang aku tahan selama ini seolah menguak keluar dan memberontak protes mengapa aku bisa ada disana, diantara mereka orang-orang asing yang seharusnya tidak aku kenal dan juga Nata, kurasa akan lebih baik jika aku tidak mengenalnya sejak dulu.

BAMANTARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang