Hilang.

2.8K 275 5
                                    

Tidak pernah aku sangka setelah hari
itu Nata benar-benar tidak lagi menghubungiku. Bukan hanya tidak menghubungi, waktupun ikut bermain sehingga tidak pernah sekalipun ada suatu kebetulan aku bertemu dengannya.

Setelah hari itu, aku bersikap seperti biasanya begitu pula Rani. Seolah tidak ada masalah yang terjadi di hari kemarin, tidak ada pembahasan tentang masalah di hari kemarin. Ya sudah, tidak masalah bukan? Untuk kami yang bahkan belum mengenal lebih dari seminggu, hal seperti ini bukanlah masalah.

Aku dan Rani berjalan ke kantin untuk membeli es teh manis sebagai pereda haus usai pelajaran olahraga. Sangat lelah mengelilingi lapangan yang teramat luas sebanyak lima kali.

Entahlah ini keberuntungan atau tidak, tapi kenapa setelah seminggu lebih tidak pernah bersua bisa-bisanya sekarang suatu kebetulan mempertemukan kami kembali. Dan sialnya, dia bersama kekasihnya. Huh.

Nata dan Rea beserta teman-teman mereka yang lainnya.

Ah ya aku tau Rea karena kami sama-sama mengikuti olimpiade biologi tingkat SMA. Tapi aku tidak pernah tau sebelumnya kalau mereka adalah couple goals SMA ku ini.

Mataku memandang lurus ke depan, melihat betapa serasinya mereka. Nata duduk di kursinya sedangkan Rea dengan sok cantiknya duduk diatas meja kantin dengan tangannya yang berada di bahu Nata.

Sepertinya Nata belum menyadari keberadaanku atau mungkin dia sengaja tidak menghiraukanku.

"Nih!" Rani menyerahkan satu cup es teh manis olahan ibu kantin kepadaku. Aku menerimanya.

"Itu yang lo maksud?" Tanyaku sembari menunjuk Nata.

Rani mengikuti arah jariku, barulah dia menyadari keberadaan Nata di sana.

"Eh, iya si Aldi gak masuk kelas tu anak?" Tanyanya bermonolog.

Tidak mepedulikan pertanyaan Rani akupun berjalan mendahuluinya. Tapi akan selalu ada saja tingkah anak satu ini, dia menarik tanganku membuatku kembali ke posisi semula.

"Oi Di, lo gak masuk kelas? Mau gue aduin ke bokap lo?"

Nata akhirnya memandang ke arah kami, dia melirikku sejenak dengan pandangan yang... Dingin? Tatapannya benar-benar terasa asing.

"Apaansih lo, kalau gak tau gak usah bacot. Guru gue gak masuk." Katanya lalu kembali fokus ke teman-temannya.

"Kasar banget sih lo!" Balas Rani ketus. Aku sedari tadi hanya menonton, cari aman saja.

"Sibuk banget sih dek, yaudah kali kalau Aldinya mau masuk atau nggak, bukan urusan lo juga kan?" Ah Rea kali ini buka suara.

Aku yang entah mengapa kesal melihat mereka memilih menarik tangan Rani agar pergi dari kantin secepatnya. "Udah, ayo balik!"

"Eh bangsat lo Rea, cabe murahan, nemplok sana sini gak usah sok nasehatin gue!" Aish anak ini, selalu begini. Seolah punya mental kuat, Rani selalu melawan orang-orang yang tidak selaras dengannya.

Rea turun dari meja berjalan bergegas ke arah kami. Aku melihat kobaran amarah di matanya. Si Rani yang tidak pernah takut malah diam saja. Aku terpaksa pasrah di posisiku.

"Mulut lo gak pernah bisa dijaga!" Katanya menjambak rambut Rani.

Aku tidak akan repot-repot untuk memisahkan mereka, biarkan saja mereka jambak-jambakan hingga salah satunya menang.

BAMANTARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang