Pasangan Cerai meningkahi Kebersamaan

9.1K 422 88
                                    

Disclaimer: Naruto and all the chara are Masashi Kishimoto's.

Rate: M
.

.

Dia tak datang lagi. Benar-benar bocah itu tak menghormati pernikahan kami. Jangan salahkan kalau hak asuh Boruto jatuh ke tanganku. Nyatanya dia memang lebih menginginkan cerai daripada putra sendiri.

"Baiklah, Hinata. Baiklah."

"Apa pak?" Pengacaraku menyosor. Baru tahu kalau pikiran tadi kuucapkan.

"Nggak apa-apa. Selesaikan ini. Pastikan Boruto ikut denganku."

Pengacaraku mengangguk. Tentu, dia sudah kubayar mahal dan harus menang.

Aku bernafas lega ketika hakim mengetuk palu. Tiga ketukan dan Boruto utuh milikku. Rasakan Hinata, ibu mana yang kuat berjauhan dengan putranya. Kamu mungkin membenciku, tapi tidak Boruto—dia akan membuatmu merangkak kembali padaku.

Tangis Boruto menyambutku yang baru tiba di rumah. Mainan berserakan, celana—ya ampun celana dalam nangkring di meja. Kurasa neraka pun tak seberantakan ini.

"Hinataaa!"

Bibi mendatangiku, menanyakan sebab aku berteriak. Boruto masih menangis meronta-ronta di gendongannya. Namun dari seluruh pemandangan tak mengenakkan, jawaban bibi lah yang paling mencekatku.

"Lah kan ibu pergi, pak."

Sial! Ternyata absenku telah demikian parah sampai tak menyadari kepergian Hinata. Dua minggu berpisah, tapi kehadirannya masih terasa di hati. Berarti pula, telah lama kutinggalkan Boruto, kutitipkan pada bibi.

Masuk kamar, kesepian itu kian nyata. Kasur di sana pasti dingin, membuat malas untuk sekadar pulang. Biasanya Hinata akan memeluk, sebuah dekapan hangat yang membuatku merasa bagai bayi, tetapi juga ayah yang kuat dan melindungi. Perempuan itu kamusku, tempat seorang Uzumaki Naruto menemukan makna dan perannya.

Namun biarlah, aku tipe yang pria yang menuruti mau perempuannya. Dan Hinata menginginkan perpisahan, maka inilah, kami sedang menyakiti satu sama lain dengan sepi.

Sesungguhnya aku tak setega itu mengambil Boruto. Yang benar saja, mengurus anak tanpa Hinata adalah omong kosong—aku masih mencari solusi untuk ini. Mengingat pertengkaran terakhir kami rasanya bikin ngilu. Hinata terisak-isak sementara aku berteriak. Bagaimana lagi, aku begitu putus asa. Bocah yang adalah istriku tersebut, terus memaksaku mengakui dosa yang tak pernah kulakukan. Dia tak percaya meski kusodorkan seribu fakta, tentang aku dan Sakura yang hanyalah sahabat.

Hinata kekanak-kanakkan, dan kemuakanku telah mencapai kulminasi. Kata cerai selalu muncul tiap pertengkaran mengenai Sakura. Ya kami memang pernah pacaran dulu. Tapi itu dulu sekali sebelum aku ketemu ibu ratu pencemburu yang gemar menangis. Dan kalau sudah menangis, dia tak mau dengar apapun. Tangis tersebut bagi bensin bagi kemarahanku yang api. Kuseret ia ke ranjang, sebagai bukti bahwa tubuh, hati dan juga 'adikku' hanyalah milik Hinata.

Bersama percintaan tersebut, kuharap kemarahan Hinata luruh. Namun ternyata itu naif belaka, alih-alih, Hinata mengeluarkan kalimat yang mengobrak-abrik hati.

"Berani-beraninya kamu menyentuhku sementara hatimu milik perempuan lain."

Brengsek betul! Semua indera Hinata telah tertutup. Tak melihat mataku yang menatap penuh cinta, mulut yang tak segan merayu, tangan yang hanya membelai dia. Hinata buta.

"Baiklah Hinata, kita bercerai saja." Aku membuka lemari, mencari berkas yang berhari-hari ditodongkannya. "Kamu sudah siap bertarung denganku? Boruto adalah Uzumaki, dia milikku. Setelah urusan gono-gini selesai, pergilah, jangan sentuh Boruto kecuali kamu mau kembali."

Love And Its Way (kumpulan one shot)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang