Hiruna

2.2K 222 50
                                    

Disclaimer: I do not own Naruto and all the chara.

AU/T/Naruhina

           


 Semua telah beranjak dari ruang makan, kecuali Hinata yang masih mengurai visual di kepala. Perceraian, meski disampaikan dengan cara paling baik sekali pun, tetap memisah sebuah kesatuan. Hyuga akan tinggal nama, sementara orang-orang di dalamnya berjalan di arah masing-masing. Neji, Hinata, Hanabi, salah satu dari mereka akan dibawa ke Osaka.

Setelah sadar kesepian melingkupi, Hinata menuju kamar. Saat menyalakan saklar sosok tinggi berambut kuning telah berbaring di kasurnya. Hinata menghembuskan nafas, kebiasaan buruk Naruto adalah masuk kamarnya dengan memanjat pohon di samping beranda. Apa itu pintu? Pohon yang membatasi kamar mereka adalah shortcut untuk ruang privasi masing-masing. Meski hanyalah Naruto yang menggunakan, Hinata mana sudi.

"Hai princess... come... come to your king."

Naruto menepuk-nepuk ruang kososng di sisinya. Hinata tersenyum, lelaki ini selalu berhasil membuat suasanan hatinya membaik. Seperti distraksi, atau dunia alternatif yang ia akan senantiasa baik-baik di dalamnya. Tak ketinggalan panggilan princess yang Hinata terima sejak mereka kanak-kanak. Ceritanya, Hinata dulu mengajak main rumah-rumahan, tetapi Naruto malah berpura jadi raja yang menyelamatkannya dari bullian anak-anak kecil tetangga. Dasar laki-laki, apapun dibikin serial aksi.

Hinata mendekat, bersandar di lengan Naruto yang terbuka mengundang. Jemarinya mengusap lelah di wajah lelaki itu, terutama ruang di selalu kedua alisnya yang lebat.

"Capek ya?"

Pelukan Naruto mengerat, kepala yang terkubur di rambut Hinata mengangguk samar. Betapa lelah tersebut menjadi milik satu sama lain. Pun bahagia, Hinata akan senang atas suka cita Naruto. Apapun alasannya, kecuali soal perempuan.

"Jangan fitness terus makanya."

"Ya gimana ya. Ada cewek yang sedang kuincar."

Hinata berusaha tak mengubah mimik wajah kendati kalimat Naruto membekukan sesuatu di hati. Perasaannya. Simpton macam ini hadir tiap kali Naruto menceritakan perempuan lain, berapa banyak entah ia tak ingat. Perulangan realitas yang membikin jeri.

Dalam ketidaknyamanan Hinata cuma bisa berdeham. "Siapa lagi kali ini?"

"Ada lah, kamu nggak bakal kenal. Bodynya kayak gitar. Hmmm... ya tapi pesonanya belum sekelas Sakura sih."

Ini lagi. Tak pernah Sakura luput dari perbincangan mereka. Ultimate crush yang Naruto idamkan sejak zaman batu. Persistensi Naruto dalam membawa nama perempuan itu menakjubkannya. Tetap ada Sakura di sela-sela ketertarikan pada yang lain. Hinata cuma bisa melongo atas kenyataan tersebut.

"Ya ampun Hinata melongo." Naruto terkikik kecil. Kemudian melontarkan humor hina. "Bisa nggak sih mukanya diganti muka Sakura aja."

Candaan itu bisa saja menyakitkan. Tapi Hinata terlalu sering mendengar hingga telinganya kebas. Alhasil ia hanya mencubit lengan Naruto sampai empunya menjerit. Mereka lalu tertawa dalam bahagia yang sederhana.

Bersama Naruto, bersenang-senang terasa mudah. Sejak kecil mereka sudah berbagi takdir, mutual dalam realita. Kecuali kala Naruto jatuh cinta. Lelaki itu akan terbenam dalam euphoria pribadi, sementara Hinata di tepian menyaksikannya sebagai yang tak tergapai.

***

Naruto dan Hinata sefakultas, namun tak sejurusan. Kendati demikian popularitas Naruto sebagai ketua ukm, membuat Hinata terciprat juga. Sayangnya sebagai bayang-bayang. Ia dikenal sebagai 'Si Yang Selalu Bersama Naruto'. Identitasnya lesap di balik lelaki yang permata kampus.

Love And Its Way (kumpulan one shot)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang