Unagahima

2.7K 224 25
                                    

Disclaimer: Naruto and all the chara are Masashi Kishimoto's.

AU. Rate: Semi M

Credit Fanart: zerochan.net

.

.

.


Ketika Hinata tiba, semua orang di meja terdiam. Mata Hyuuganya terbelalak melihat siapa pria di sana, bersama perempuan kecil yang sibuk menyendok es krim. Bila tiada make up terpoles, akan terlihat berapa derajat muka Hinata memucat. Pria itu minta dikenalkan Hyuuga Hiashi padanya. Tapi tanpa dikenalkan pun, ia tahu Uzumaki adalah manusia macam apa.

"Hinata suka sekali loh nonton acaramu di tv." Ujar Hiashi.

Tidak. Hinata tidak suka, karena suka adalah kata yang takkan menjangkau Naruto. Dan apapun yang ayahnya sarankan, ia takkan membiarkan seorang Uzumaki bersikap semena-mena, lagi.

Beberapa saat obrolan berlangsung antara Hiashi dan Naruto. Hinata berinteraksi kecil dengan anak yang ternyata bernama Himawari. Ia harap begitu terus, tak usah terjadi obrolan antar musuh lama. Ya, musuh. Dan pria tersebut menyentak Hinata ke ingatan lampau. Bibirnya tiba-tiba nyeri, ada gemetar yang tak sinkron dengan suasana. Sialan trauma ini.

Saat akhirnya ditinggalkan berdua, Hinata membesarkan jiwanya yang menciut di bawah bayang Naruto. Sekarang ia punya segalanya, bahkan meski tidak, tak seorang pun berhak bertingkah sampah. Seganteng, sepopuler, sebaik, seapapun orang itu.

"Sulit dipercaya iblis sepertimu mengadopsi anak." Sarkasme dimulai. Hinata ingin menunjukkan bahwa Naruto bukan lagi siapa-siapa. Ia memiliki kuasa, dan mampu melibas yang berani menginjak.

Gumaman Hinata mencapai telinga Naruto yang kini terkekeh. Berani bertaruh, Hinata lebih syok jika Naruto mengatakan alasannya.

Naruto mengangkat bahu, "Yah, hitung-hitung latihan jadi ayah."

"Seriously Naruto, kamu masih memperalat manusia?"

Hinata memperhatikan balita perempuan yang berjalan-jalan kecil di depan mereka. Lucu. Ada faktor X di bocah itu yang menarik orang, seperti aphrodisiac bagi kasih sayang.

Menoleh kaget, Naruto berujar. "Seriously Hinata, kamu masih sesarkas itu?"

Bertahun-tahun ada yang tidak berubah. Yakni kefasihannya dalam berbahasa sarkas. Tapi sekarang, gadis itu demikian bersinar, silau yang membutakan. Bahkan meski berusaha sejajar, Naruto tahu tempatnya di mana. Hanyalah orang yang paling banter menjadi partner kerja.

"Kamu tahu kan saya menemui Hiashi untuk apa?"

Tentu, apa makna dari pria dewasa menemui pria tua untuk dikenalkan pada putrinya?

Jawaban Hinata membuat Naruto tersedak. "Ya. Dan jangan mimpi."

.

.

"Yaelah, muka kayak kecoa aja belagu."

Jemari mengepal, nafasnya keluar satu-satu untuk amarah yang ditahan. Di belakang punggungnya, Naruto mengumpat lantaran tak berhasil merampok buku PR. Bukan mencontek, lelaki tersebut sekadar mencocokkan karena heran nilai Hinata selalu lebih tinggi. Dia adalah plankton bagi resep peringkat satunya.

1, 2, 3... 15, hitungan itu mengembalikan Hinata pada kewarasan. Mulut comberan tak berhak menerima perhatian meski secuil emosi. Alih-alih, ia berbalik, dengan ekspresi angelic memuntahkan segala sarkasme. Mencak-mencakbukanlah levelnya.

Love And Its Way (kumpulan one shot)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang