4. Bencana

193 42 0
                                    

"Pa," panggil Zeora dengan nada lirih, dia benar-benar takut bilang tentang surat itu kepada Papanya. "Ini, surat panggilan-" ucapannya terpotong.

"Surat apa ini?" tanya Dharga sambil membuka amplop yang berisi surat tersebut.

"I-itu surat a-" lagi-lagi ucapan Zeora terpotong oleh Papanya.

"Sudah berani bertingkah ya, kamu sekarang! Papa sekolahin kamu itu buat jadi orang yang sukses dan tau etika Sandra, bukan pembuat masalah seperti ini!" Zeora tau, dari raut wajahnya Dharga pasti dia sangat kecewa dengan dirinya.

"Ga gitu Pa," Zeora berusaha untuk tidak menangis, ya walaupun seberusaha apapun dia menutupi kesedihannya pasti ketika dia sudah lelah, akan dia luapkan tangisan itu. Tapi sekarang, hal itu tidak akan terjadi lagi.

"Besok saya akan datang ke sekolahmu," Dharga berlalu dihadapan Zeora yang berdiri mematung.

"Papa kenapa sih, setelah Mama ga ada! tingkah Papa ke aku itu sekarang udah beda, Papa nyadar ga sih! aku butuh tempat untuk bercerita Pa, ada banyak keluhan yang aku mau ceritain sama Papa," langkah Dharga terhenti ketika mendengar rintihan dari putri sulungnya itu. Hatinya sakit, setiap kali Zeora menanyakan hal itu.

"Aku iri setiap kali aku liat temen-temen aku yang sekolahnya dianter tiap hari sama Papanya, sedangkan aku? aku hanya dianter sopir atau dijemput sama Alfa, aku mana bisa kea mereka. Aku sadar diri, posisi aku sekarang kaya gimana," setiap kata yang Zeora lontarkan, hatinya menahan sakit. Seperti ada ribuan paku yang menusuk dadanya.

"Jangan bawa-bawa Mama mu Sandra, kamu juga ga akan pernah ngertiin posisi Papa, jadi stop salahin Papa! keadaan yang merubahnya," suara Dharga bergetar menahan tangisnya. Cara satu-satu agar dia terlihat tegar adalah berubah, dia tidak akan menjadi Dharga yang dulu lagi.

"Tapi ken-"

"Kembali ke kamarmu Sandra!!" teriak Dharga, hingga teriakan itu mampu membuat Zeora terkejut.

•••

"Lo suka ya Sa sama Kiara, cie-cie aduh akhirnya," goda Bagong.

"Paansih!" Bagong mendapati tatapan sinis dari Aksa.

"Marah tandanya..." ujar Ojan tertawa.

Aksa masih mengingat kejadian tadi, dia terus bertanya-tanya pada dirinya, mengapa dia bisa seperti itu. Bukankah dirinya selalu tidak peduli dengan situasi di sekitar. Entahlah rasanya agak beda kali ini.

"Woi ga baik ngelamun sore-sore gini," Aksa sontak terkejut dengan suara Bagong. Lalu Aksa hanya menoleh sekilas, tanpa mengeluarkan suara apapun.

"Gue denger, di SMA Harapan Mulia mau ngadain tanding basket antar sekolah. Kita ikut daftar ga?" tanya Galang.

"Gas-in Lang," sontak mendengar hal itu, Ojan langsung semangat. "Pasti bakal seru tuh, secara kan tandingnya antar sekolah," sambungnya.

"Eh lo tau darimana infonya?" tanya Bagong.

"Makanya update, hidup lo gitu-gitu aja sih," kesal Galang. "Punya ig, tapi ga digunain. Tau lo cuma cari cewe-cewe yang cantik doang di ig," sambung Galang.

"Jangan langsung di ulti lah Lang," jawab Bagong dengan suara lesu.

"Kalo lo gimana Sa?" tanya Calvin.

"Gue ngikut," balasnya singkat.

••••

Udara malam kian menusuk ke jantung, bagaimana tidak? Sekarang hari sudah larut malam, jam sudah menunjukan pukul 22.01 yang mana jalanan sudah sepi. Hanya ada beberapa orang yang lalu lalang berkendara.

Rencananya tadi Zeora ingin mengajak Alfa untuk menemaninya membeli nasi goreng Mang Jali, tapi ternyata Alfa lagi sibuk sama tugas kelompoknya. Jadi alhasil, Zeora harus pergi sendiri lagi.

"Mbok, Zeo keluar sebentar ya," ucap Zeo ke Mbok Narti, pelayan rumahnya yang sudah dipekerjakan oleh mamanya 10 tahun lalu.

"Mau kemana Non? sekarang udah larut," balas Mbok Narti cemas.

"Kedepan doang Mbok, Zeo suntuk soalnya."

"Yaudah, hati-hati ya Non," Mbok Narti berjalan membuntuti Zeora, mengantarkan Zeo ke depan pintu.

Zeora berjalan ketempat parkir motornya, dengan jaket kulit yang ia kenakan, lalu dia memasangkan helm full face.

"Eleh-eleh, mau jalan kedepan aja style Non Zeo udah kaya orang mau turing aja," ujar Mbok Narti sambil cengengesan.

"Gapapa Mbok, biar kece."

Setelah berpamitan, Zeora meninggalkan perkarangan rumahnya.

"Anak muda sekarang," cicit Mbok Narti seusai Zeo pergi.

Zeora menjalankan motornya dengan kecepatan yang sedang saja. Karena tempatnya juga tak jauh dari rumahnya.

Selang beberapa menit, akhirnya Zeo sampai di tempat nasgor Mang Jali. Tempatnya selalu jadi favorit semua orang, walaupun hanya pedagang nasi goreng kecil. Nasgor Mang Jali tak pernah mendapati tempatnya sepi, pasti saja selalu rame.

Buktinya sekarang, terlihat beberapa tempat duduk sudah penuh diisi dengan kalangan remaja seusianya. Zeo lalu melepaskan helmnya. Dan berniat untuk memesan.

Tapi, matanya tertuju pada satu meja. Sekelompok remaja yang ribut sama dia dan teman-temannya disekolah tadi sore.

Ternyata bukan hanya Zeora yang menatapnya, orang itu pun sontak menatap Zeo lama. Lalu beralih makan.

Tak mau menunggu lama, Zeo memesan. "Seperti biasa kan Neng?" saking seringnya Zeo membeli nasi goreng disini, Mang Jali sampai hapal porsi yang akan Zeo pesan.

Lalu Zeo hanya tersenyum mengangguk. Lalu Zeora berjalan mencari tempat duduk yang kosong. Setelah mencari-cari, ada sisa satu bangku yang kosong. Tapi, meja itu berada disamping mejanya Aksa dan teman-temannya.

Mau tak mau dirinya harus duduk. Walaupun dirinya tahu, dirinya kini sedang menjadi bincangan teman-temannya si cowok kaku itu.

"Loh, itu bukannya cewe yang nampar lo tadi sore ya?" tanya Bagong.

"Mana-mana," Ojan tampak mencari ke sekeliling.

"Kasian temen gue, matanya udah ga normal," ujar Calvin.

"Gong, pinjemin gih kacamata keramat lo. Kasian gue liat Ojan," sambung Galang.

Zeora tak menghiraukannya, dia terus fokus ke hpnya. Sesekali notif masuk.

Tak lama kemudian, nasi goreng yang ia pesan datang juga. "Maaf ya Neng nunggu lama, rame banget soalnya malem ini," tukas Mang Jali.

"Gapapa Mang, santai kalo sama Zeo mah."

Suapan demi suapan Zeo lahap, sembari memainkan ponselnya. Lagi-lagi meja sebelah membincangkan dirinya.

"Oalah cewe itu," ujar Ojan yang baru menyadari Zeora berada di sebelah meja mereka. Kalo kata Calvin, Ojan ini udah gabisa diselamatkan, soalnya udah kena lcdnya.

"Tapi kalo dibandingin sama Kiara, masih jauh sama ni cewe. Kalo diibaratkan ya, Kiara itu tangkai bunga nah kalo ni cewe nih, bunganya. Ya, jadi bakal jauh beda sih." sambung Ojan.

"Lo kalo soal banding-membandingi gercep aja lo, tapi coba kalo disuruh kerjain kimia sama Bu Yani, udah kaya kura-kura aja," balas Galang.

"Nyimak aja Sa,"

"Obrolan kalian ga penting," sambung Aksa. Lalu dia menoleh kearah Zeo yang sedang makan sembari memainkan ponselnya.

"Ga penting tapi noleh," goda Bagong. Yang langsung ditatap tajam oleh Aksa.

Zeora benar-benar dibuat tidak nyaman oleh percakapan mereka, apalagi dia dibanding-bandingi dengan Kiara. Oh, itu sangat beda jauh tingkat kelevelannya.

Setelah dirasa dirinya sudah selesai, dia berjalan kearah Mang Jali untuk membayar.

Tak lama dari itu, Aksa dan teman-temannya juga ikut beranjak untuk membayar.

•••

1067 Word

ZORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang