Entah dari mana aku memulai secarik kisah merahku diantara hitam dan putih, biar kutumpahkan pada aksara dalam putihnya lembaran ini.
Bermula dari angan yang tak sampai acuhkan segala umpanan yang terus memancing tapi aku bergeming...
Berharap pada satu yang tak pasti, sementara ia tetap menjadi matahari, kilaunya terus memancar tapi apatis ku tetap berkibar.
Begitu paradoks segala sunyi yang bernyanyi merdu membuat aku tertidur lelap pada fajar hingga tertelan senja. Sampai pada akhirnya lonceng itu mengguncang jiwa membangunkan dari tidur panjangku saat aku menyadari, sesuatu yang ku anggap terbaik tak seindah yang kuimpikan.
Aku rapuh,
gelap dalam menelusuri jalan
dengan tertatih namun sinar itu masih memancar menggendongku terbang ke angkasa
Aku berada di atas angin,
aku bangkit melayang dari patahan sayapnyaku lihat dunia pancarkan pesona indahnya dengan ciprat keemasan di ujung senja, aku berjelajah pada lembayung pelangi setelah langit tumpahkan air matanya
Sampai wangi malam menyeruak, menyelimuti negeri di awan aku masih menikmati, serupa mertamofosis kupu-kupu
Semua berlalu begitu cepat indah pada akhir namun terbang meninggalkan ketika angin pagi menawarkan kesujukan pada kristal-kristal bening yang melunturkan niat awal sang laba-laba belang semua lenyap.
Btapa singkat drama sang mawar yang memulai rekahannya.
Raja siang itu menjemput terlalu cepat membuatku gerah lantas enyah dari buaian benar-benar semua serupa angin,Terkadang membelai lembut namun juga membuatku takut jatuh terhempas terlalu keras.
Segala apa yang kubangun dalam ilusiku terkuak pada tragedi hati yang benar-benar ku takuti, tak percaya lagi akan guna matahari.Berusaha menemukan lagi secercah cahaya di balik awan mendung karena langit tak selamanya gelap entah dari mana sinar keabadian itu benderang dan kudapati sebuah mukjizat yang membangkitkan lagi gelora sukma dan penentram jiwa.