14

209 29 2
                                    

"Lis, lo dimana?"

"....."

"Oke, tunggu situ, gue jemput"

Denis mematikan sambungan teleponnya. Setelah tadi, ia mendengar sendiri bahwa Bima dan Ayi kini resmi berpacaran entah kenapa pikirannya langsung tertuju pada Kalisa.

Denis mempercepat langkahnya menuju perpustakaan fakultas dan langsung menghampiri meja di sudut ruangan. Kalisa disana, ditemani beberapa tumpukan buku tebal sebagai referensi tugas yang sedang ia kerjakan. Denis menarik bangku disebelahnya dan hanya diam karena tidak ingin mengganggu Kalisa yang terlihat sangat fokus.

"Kenapa?" tanya Kalisa singkat tanpa mengalihkan atensi dari papernya.

"Nggak ada"

Kalisa melepaskan kacamatanya, menoleh menatap wajah Denis dalam-dalam. Hal yang selalu ia lakukan ketika Denis tidak ingin membicarakan apa yang dialaminya. Tapi memang dasarnya Denis yang payah dalam menyembunyikan sesuatu, sehingga Kalisa bisa dengan mudah menebak.

"Lo lagi khawatirin sesuatu? Dan ada kaitannya sama gue?"

Tepat sasaran! Denis masih bungkam sampai Kalisa selesai membereskan buku-buku di meja dan mengembalikannya di tempat semula kemudian menarik tangan Denis dan berjalan keluar dari perpustakaan.

"Ayo pergi"

Denis menepikan mobilnya di sebuah cafe. Mengikuti langkah Kalisa menuju meja paling sudut.

"Jadi ada apa?" Denis sibuk mengaduk-aduk ice americano nya membuat Kalisa jengah.

"Den-"

"Soal Bima..." potong Denis.

"Kenapa sama Bima?"

"Lo masih suka sama dia?" Kalisa menghela nafasnya. Ia tau akan kemana pembicaraan ini.

"Lupain dia Lis, dia udah punya pa-"

"Gue tau Nis, gue tau dia udah jadian sama Ayi. Tapi nggak semudah itu ngelupain, gue juga lagi berusaha"

Denis menatap sendu raut terluka Kalisa. Ia merasakan sakit yang sama. Denis meraih tangannya, menggenggamnya erat. Denis sadar, perasaannya dari dulu tidak berubah, ia masih menyukai Kalisa. Bahkan kehadiran Ayi ternyata tidak bisa mengubah perasaan Denis yang sebenarnya.

"Lis, go out with me and forget him, would you?"

⚘⚘⚘

"Bim.." Ayi menusuk-nusuk pelan lengan Bima dengan jarinya. Mengharap atensi laki-laki itu yang sejak tadi diam bahkan setelah mereka sampai di depan rumah Ayi.

"Yaudah aku turun nih" Ayi sudah bersiap membuka pintu mobil ketika tangan Bima terulur menahannya. Ayi menoleh, menahan tawanya saat melihat raut cemberut Bima.

"Jangan deket-deket sama dia" ucap Bima lirih.

"Deket sama siapa?"

"Sama ituuuu"

"Itu apa?"

"Hhhhh" Bima membuang nafasnya kasar mengundang gelak tawa yang sedari tadi Ayi tahan. Sungguh, sisi pencemburu Bima membuatnya gemas.

"Haha ya ampun, lucu banget kalo lagi cemburu"

"Kata siapa cemburu?"

"Itu? Dari tadi diem, mukanya asem banget, terus ngelarang deket-deket sama Denis, apalagi kalo gak lagi cemburu?"

Bima hanya menjawab dengan gumaman karena apa yang dikatakan Ayi semuanya benar. Ia cemburu dengan Denis. Si komting dan anak futsal yang memang akhir-akhir ini sedang dekat dengan Ayi. Dan sialnya Ayi memiliki tugas kelompok dengan Denis, membuat intensitas kebersamaan mereka semakin sering. Tentu saja itu alarm buruk bagi Bima. Yah walaupun ia sudah resmi berpacaran dengan Ayi, dan Denis juga tahu. Tapi tetap saja Bima khawatir.

"Bim.." Bima masih enggan untuk menoleh dan saat itu dirasakannya wajahnya di tangkup oleh tangan mungil Ayi dan mau tidak mau Bima harus menatapnya. Dilihatnya Ayi tersenyum, membuat hatinya sedikit terasa damai.

"Denis itu cuma temen, kamu nggak percaya sama aku?"

Bukan, bukannya Bima tidak percaya dengan Ayi. Tapi ia lebih ke tidak percaya diri bersaing dengan Denis. Jika di bandingkan dari manapun jelas Denis lebih unggul dari Bima. Dan itu membuatnya takut.

"Aku percaya kok sama kamu"

"Ya senyum dong makanya, kaya gini nih..." Ayi mengubah tangkupannya menjadi menarik pipi Bima agar sudut bibirnya terangkat.

"Nnggg sakit Ayiii" Bima meraih pergelangan tangan Ayi untuk menghentikan aksi brutalnya menarik pipi Bima.

"Hahaha"

Ayi tertawa puas melihat Bima menggosok pipinya yang kemerahan. Tanpa sadar Bima ikut tersenyum.

"Nah gitu dong senyum, kan ganteng. Yaudah aku turun ya, kamu ati-ati nyetirnya"

"Bentar yi"

"Hm?" Ayi menoleh dan cukup terkejut ketika dirasakannya sebuah kecupan melayang di pipi kirinya.

"Itu balesan karena nyubit pipi aku" Bima tersenyum lebar sedangkan Ayi mengedip-kedipkan matanya, mencoba memproses apa yang baru saja terjadi. Bima menciumnya dan setelah Ayi sadar pipinya sudah merah padam.

"Ih lucu banget pipinya merah"

"Bimaaaa"

⚘⚘⚘

"Yi lo jadi daftar HMJ*?" tanya Shireen mengundang 3 kepala menoleh ke arahnya. Sesuai kesepakatan kemarin, sejak 30 menit yang lalu Shireen, Denis, dan Juniar datang ke rumah Ayi untuk mengerjakan tugas kelompok mereka.

"Iya kayanya, lo gimana?"

"Gue males ah ikut gituan, kayanya sibuk banget. Gue mau ikut ukm padus aja lah, biar ketemu kak Arka eheh"

"Yee modus mulu idup lo sek" saut Juniar dan di balas lirikan tajam oleh Shireen.

"Apasih sirik banget. Terus apa? sek? sek siapa lagi?"

"Iya elo, pesek"

"Sialan" Shireen melayangkan tinju nya pada lengan Juniar yang kini berteriak kesakitan. Untung saja saat itu rumah Ayi sepi karena orang tuanya pergi ke luar kota dan abangnya sedang sibuk mempersiapkan event dies natalis fakultasnya. Ayi dan Denis hanya menggeleng maklum, hal lumrah yang akan mereka lihat ketika Shireen dan Juniar di pertemukan, perang dunia ketiga.

"Lo beneran mau daftar HMJ Yi?" kali ini Denis yang bertanya.

"Belum tau sih Nis, gue masih mikir-mikir lagi"

"Ayo ikut aja, gue juga mau daftar kok, entar barengan ngumpulin berkasnya"

"Oh iya boleh, ntar kabar-kabar aja ya"

Denis mengacungkan jempolnya sebagai tanda oke dan setelahnya tidak ada lagi percakapan di antara keduanya. Kecuali keributan yang dibuat oleh Shireen dan Juniar yang sejak tadi belum usai.

Sejenak Ayi memperhatikan Denis, wajahnya terlihat lebih cerah dari biasanya. Sejak tadi, senyumnya tidak pernah hilang, hingga lesung pipinya tercetak jelas.

"Lo lagi bahagia ya Nis?" tanya Ayi, random. Denis membulatkan matanya sedetik, kemudian tersenyum semakin lebar sembari mengangguk-anggukan kepalanya.

"Iyalah bahagia, orang abis jadian" saut Juniar lagi mengundang rasa penasaran Shireen dan Ayi tentu saja.

"Weh, siapa nih? Kita tau orangnya nggak?" tanya Shireen.

"Tau... mungkin?"

"Kalian mungkin tau, anak sasindo seangkatan kita, namanya Kalisa" jawaban Juniar barusan mengejutkan Ayi.

Hah? Kalisa? Kalisa yang itu kan? Kok bisa?

Banyak pertanyaan muncul di benak Ayi dan ia merasa tidak salah orang ketika melihat tatapan penuh arti dari Denis. Denis mendekatkan dirinya pada Ayi dan berbisik pelan seakan bisa membaca apa yang Ayi pikirkan sekarang.

"Ceritanya panjang"

tbc.


note :
*HMJ : Himpunan Mahasiswa Jurusan

Kala Temu ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang