23

152 20 7
                                    

Di tengah teriakan para penonton juga keriuhan musik dalam konser itu tidak sedikitpun menarik atensi Jani. Gadis itu lebih memilih duduk agak jauh dari panggung dan bermain dengan ponselnya.

Yah sebenarnya Jani juga tidak terlalu suka berada di tengah keramaian. Menurutnya itu hal yang menakutkan. Bagaimana kalau dia tiba-tiba terdorong lalu terinjak? Baru membayangkan saja sudah membuatnya merinding.

Lantas kenapa ia mau berada disana? Bukan karena Gideon mengundangnya untuk menonton bandnya tampil, tapi karena Bima. Gideon bilang, Bima akan menyusul, tapi sampai acara sudah mendekati penutupan pun sosok Bima tidak juga muncul.

"Hey, kok duduk disini sih?" Jani mendongak dan mendapati Gideon berdiri di depannya sembari menggendong tas gitarnya.

"Eh udah selesai? Iya capek berdiri, makanya duduk"

"Ohh" Gideon mengangguk lalu duduk disamping Jani.

"Nih minum" Gideon menawarkan air minum yang sedari tadi di bawanya, Jani tersenyum tipis lalu menerima minum itu.

"Thanks" Jani meneguk air mineral dingin pemberian Gideon. Tak menyadari laki-laki itu sedari tadi memperhatikannya.

"Jan, lo suka sama Bima ya?" Jani tersedak air minumnya dan terbatuk sedikit akibat terkejut mendengar pertanyaan tiba-tiba Gideon. Ia mengusap bibirnya yang basah, lalu melirik kesal pada Gideon.

"Apasih, ya nggak lah"

"Masa? Kok gue ngerasa gitu?"

"Ya terus kalo lo ngerasa berarti udah pasti bener gitu? Ngaco lo" Jani bangkit dari duduknya dan melirik pada Gideon.

"Ayo mau balik ga?" Jani berjalan lebih dulu meninggalkan Gideon yang masih mengamati punggung Anjani.

"Kalo emang enggak, kenapa lo segugup itu Jan?" gumamnya lalu mengikuti Anjani dari belakang.

⚘⚘⚘

Gideon mematikan puntung rokoknya. Menyesap kopi pahit yang sudah dingin karena terlalu lama ia diamkan. Ia memutar pensil di sela jari, menulis beberapa kata lalu kembali ia coret-coret. Otaknya buntu, ia tidak bisa memikirkan lirik apapun.

Pikirannya sejak kemarin hanya dipenuhi sosok Anjani. Gadis cantik yang berhasil menarik perhatiannya. Pertama kali, mereka tidak sengaja bertemu di sebuah toko alat musik. Berlanjut ke pertemuan tidak sengaja yang lain dan ternyata Tuhan masih berpihak padanya. Ia berkenalan dengan Anjani lewat sahabat dekatnya, Bima. Sekaligus rivalnya saat ini, walau tentu saja Bima tidak akan pernah tau ia menganggapnya begitu.

Gideon bisa merasakan Anjani jatuh cinta dengan Bima. Lewat cara gadis itu menatap Bima, bagaimana senyumnya selalu terkembang setiap bercakap dengan sahabatnya itu, juga 'tes' yang ia lakukan kemarin.

Gideon sering mengajak Anjani untuk menonton penampilannya dan untuk kesekian kalinya gadis itu selalu menolak. Tapi saat ia bilang Bima akan datang saat itu juga Anjani mau.

"Yah mungkin dia takut kalo sendirian" awalnya Gideon berpikir begitu, tapi saat ia tampil dan ia melihat Anjani menjauhi panggung, bahkan tidak sekalipun melirik ke arahnya membuatnya semakin yakin. Anjani datang hanya ingin bertemu Bima, tidak untuk untuknya.

Jujur saja Gideon merasa marah. Tapi ia tidak bisa melakukan apapun, apalagi Bima yang tidak tau apa-apa. Dan saat ia mencoba memastikan perasaan Anjani, gadis itu gugup dan sangat jelas berbohong. Membuat perasaan Gideon semakin terluka.

⚘⚘⚘

Ayi berjalan tergesa keluar dari kampusnya. Kenapa? Tentu saja untuk menghindari Bima. Sejak kemarin ia masih kesal dan tidak ingin bertemu Bima barang sebentar.

Tapi takdir berkata lain.

Bima sudah berdiri di depan mobilnya yang terparkir dekat pintu keluar. Dan sialnya itu adalah satu-satunya jalan keluar dari kampus mereka. Mau berbalik tapi terlambat, Bima sudah melihatnya.

"Ayi!" panggil Bima.

Duh mesti gimana ini gue. Ayi bergumam sedikit panik. Saat Bima semakin dekat ia mencoba bersikap biasa dan menunjukkan wajah datarnya.

"Aku mau ngomong" ucap Bima saat ia sudah berada tepat di depan Ayi.

"Yaudah ngomong"

"Nggak disini"

"Terus?"

Bima tidak menjawab melainkan menarik lengan Ayi untuk masuk ke mobilnya. Namun Ayi menolak.

"Mau kemana?"

"Udah masuk dulu aja"

Tanpa banyak bicara dan ia malas berdebat Ayi duduk di kursi sebelah Bima. Bima pun melajukan mobilnya. Hanya suara bising jalanan yang mengisi keheningan di antara mereka.

"Yi, aku mau ngomong"

ucap Bima setelah ia menepikan mobilnya. Ia menatap Ayi yang sibuk dengan ponselnya. Padahal gadis itu hanya membuka menutup sosmed nya, bahkan mengabaikan pesan Jae. Ia hanya butuh distraksi agar tidak bertemu tatap dengan Bima.

"Yi" suara Bima sedikit meninggi. Mau tidak mau Ayi menoleh.

"Iya aku dengerin" jawabnya. Bima menghela napas.

"Yi, kita ini kenapa sih? Kenapa jadi kayak orang asing?"

"Mau ketemu kamu susah, di chat sekarang juga nggak pernah bales. Kamu sibuk terus. Sibuk nugas, sibuk organisasi. Ya, aku tau tapi apa aku nggak bisa jadi bagian dari kesibukan kamu juga?" lanjutnya.

"Bahkan kayaknya kamu lebih sering sama Jae daripada sama aku"

"Gausah bawa-bawa kak Jae, Bim" ucap Ayi membuat Bima tersenyum sinis.

"Kan, sekarang aja kamu belain Jae"

"Bukannya belain, tapi emang nggak ada hubungannya sama dia"

"Nggak ada? Yi, kalo kamu lagi nggak sama aku, siapa lagi kalo bukan sama Jae?"

"Ya terus? Aku kalo lagi sama Kak Jae juga cuma ngurus HMJ bukan jalan. Nggak kayak kamu, pas aku sibuk kamu juga jalan sama Jani kan?"

"Apaan sih? Kok jadi bawa Jani?"

"Ya emang kenyataannya gitu"

Nggak, Ayi salah. Emang bener Bima sering jalan sama Jani pas Ayi sibuk, tapi bukan karena Bima senang. Dia cuma mau ngedeketin Jani sama Deon kok. Tapi rasanya percuma Bima jelasin, Ayi nggak bakal percaya.

Di tambah ia sudah terlalu lelah dengan hubungan ini, juga sikap Ayi. Sepertinya hubungan mereka memang harus usai.

"Ayo putus"

-Ketika ego lebih tinggi, kepercayaan sirna, kebenaran terkunci rapat dalam diam-

tbc.

Kala Temu ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang