18

181 26 3
                                    

"Abis ini mau kemana lagi?" Bima membuka mulutnya untuk menerima suapan ice cream terakhir dari Ayi. Mencecapnya sebentar sambil memikirkan apa yang akan mereka lakukan setelah ini.

"Mmm, mau naik roller coaster?" tawarnya kemudian.

"Boleh deh" Ayi mengelap tangannya yang lengket terkena ice cream kemudian meraih uluran tangan Bima yang membantunya berdiri dari kursi taman tempat rekreasi tersebut.

Akhirnya mereka bisa pergi ke tempat itu, setelah berulang kali rencana yang menjadi wacana akibat kesibukan masing-masing. Sekaligus merayakan kemenangan Bima kemarin.

Hari itu begitu terik, di tambah antrian panjang khas hari libur membuat Bima tidak henti mengusap peluhnya. Sesekali mengusap peluh Ayi juga meskipun pada akhirnya tangannya menjadi korban keplak-an oleh Ayi. Ya, Ayi tidak terlalu suka skinship, berbanding terbalik dengan Bima. Bahkan untuk menggenggam tangan mungil itu saja membutuhkan banyak rengekan dari Bima.

Meski begitu, di saat-saat Bima sedang melalui hari yang buruk, Ayi dengan senang hati akan membuka lebar tangannya dan memberi pelukan paling hangat untuk Bima. Menepuk-nepuk pelan punggung Bima, atau bahkan mengelus kepalanya agar terlelap. Saat seperti itu, Bima selalu merasa beruntung ada Ayi disampingnya. Yang sabar mendengar keluhannya tanpa berkomentar apapun atau bisa menjadi orang paling bijak sedunia.

"Bim, ayo naik. Kok malah bengong?" ujaran Ayi membuyarkan lamunan Bima. Setelah sadar ia buru-buru duduk disebelah Ayi.

"Ntar pegangan aku aja kalo kamu takut" ucapnya dan di balas dengusan oleh Ayi.

"Cih, kamu kali yang takut"

"Enggaklah, ngapain takut"

Padahal Bima memang sedikit gugup dan terlambat baginya untuk mengubah pilihan, apalagi ia kelewat tengsin karena dia yang pertama mengusulkan naik roller coaster. Sebenarnya Bima takut ketinggian, tapi ia mencoba bersikap tangguh di depan Ayi. Dan gagal, tentu saja.

Di mulai dari roller coaster bergerak saja Bima sudah menutup matanya. Di tambah teriakannya yang semakin kencang saat roller coaster itu melaju semakin cepat. Membuat Ayi terus menggodanya setelah mereka turun dari sana.

"Apaan tuh yang katanya ga takut" ledeknya membuat Bima memanyunkan bibirnya.

"Yaudah sekarang ayo ke rumah hantu"

Kali ini Bima sedikit percaya diri mengingat Ayi yang sama sekali tidak suka dengan hal berbau horror. Ia ingat beberapa bulan lalu setelah mereka nonton film horror, Ayi bercerita bahwa ia tidak bisa tidur, padahal sepanjang film Ayi tidak berani membuka matanya.

"Suaranya aja udah serem Bim" katanya waktu itu mengundang tawa Bima.

"Yuk, berani nggak?" tanya Bima dengan wajah menyebalkannya membuat Ayi merasa tertantang.

"Berani kok" ucapan Ayi barusan berbanding terbalik dengan kenyataannya. Sedari masuk ke rumah hantu, Ayi sudah memegang erat lengan Bima. Kepalanya tertunduk ke bawah tidak berani menatap ke depan. Mulutnya pun sibuk bergumam untuk mengalihkan efek-efek suara di dalam rumah hantu tersebut.

"Aaaa" teriak Ayi ketika ia merasa pundaknya di tepuk dari belakang. Ayi semakin mengeratkan pegangannya pada Bima. Bima yang tau hanya tertawa saja. Lucu sekali melihat Ayi seperti ini, toh dia juga untung. Kapan lagi Ayi dengan sukarela memegang tangannya tanpa diminta?

"Nggak lagi-lagi deh masuk rumah hantu" ucap Ayi setelah keluar dari sana. Ia terduduk lemas di sebuah bangku tak jauh dari rumah hantu tadi.

"Ish cemen banget sih yang" Ayi melirik kesal pada Bima yang kini tertawa puas melihat wajahnya yang pucat.

Kala Temu ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang