Tak peduli siapa kamu, darimana kamu, dan bagaimana keadaanmu. Jika hatiku sudah memilihmu akan kupastikan hatimu menjadi milikku.
***
Merasakan ada yang menusuk pada matanya ia pun terbangun dengan tak nyaman. Cahaya matahari pagi yang teramat cerah berhasil lolos masuk ke dalam kamar Charen. Suara teriakan mama nya ditambah jam weker semakin membuat jengah Charen. Alunan musik yang ia lupa matikan sedari semalam pun masih terdengar dan bodohnya ia lupa mengisi daya baterai handphone nya tetapi untung baterainya masih tersisa lumayan banyak."Iya ma aku udah bangun gak usah teriak gitu ketauan banget orang utan nya!" Teriak Charen setengah tak sadar dengan ucapannya.
"Sini kamu turun! mulut kamu mama kepang sembilan juga nih!" Sahut Siska—mama Charen tak kalah nyaring dari lantai bawah.
Pemandangan yang sudah tak asing bagi anggota keluarga lainnya jika Charen dan mama nya sering berdebat. Sebenarnya mereka sangatlah dekat saking dekatnya mereka lebih terlihat seperti adik kakak terlebih lagi mama Charen masih terhitung muda dengan umur 38 tahun. Setiap hari Charen pasti selalu cerita tentang apa yang terjadi di sekolah. Entah pengalaman baik atau buruk sekalipun.
Dengan langkah gontai dan mata yang masih sedikit tertutup ia berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Setelah melakukan ritual-ritual ala cewek di dalam kamar mandi ia pun keluar dan mempersiapkan diri untuk berangkat ke sekolah.
Ah senin yang membosankan. Batin Charen sambil bercermin.
Rambut yang diikat seperti kuda dan satu jepitan yang ia selipkan di rambutnya membuat penampilannya semakin menawan. Charen bisa dibilang tidak terlalu cantik dan lebih mendekati manis terlebih jika dia tersenyum melihatkan gigi gingsulnya.
Memiliki keluarga yang harmonis menjadi kebanggaan tersendiri bagi Charen. Memiliki satu kakak yang terpaut 5 tahun membuat Charen bersyukur bukan kepalang. Sebab ia bisa mendapatkan motivasi, dukungan dan pastinya uang. Reza Alfarizie Johansyah, tampan tidak tertakar, hidung lancip menyaingi jarum, alis tebal seperti ulat bulu dan tinggi hampir menyamai tiang listrik. Dengan fisik seperti itu, kecerdasan yang ia miliki, dan keterampilan dalam berbicara ia diterima di perusahaan meskipun belum lulus dari kuliahnya. Terkadang Charen pun suka khilaf jika melihat ketampanan kakak nya itu. Tetapi jika kakaknya sudah mengeluarkan sifat jahilnya, jangan kan khilaf untuk memandang muka nya saja ia tak sudi.
"Pa aku berangkat duluan ya naik ojol, gak usah komen, aku ada urusan, aku bakal baik-baik aja, kalau driver nya kurang ajar aku tabok sampai jungkir balik pa tenang. See you." Cerocos Charen sambil salaman pada papa,mama dan kakaknya tanpa memberi kesempatan siapa pun membuka mulutnya.
***
"Udah pak disini aja." Charen menepuk bahu driver tersebut dan menunjuk suatu rumah."Lho kok disini neng?"
Tanpa menjawab ia langsung memberi uang sesuai tarif di aplikasi dan uang tip untuk menutup mulut bapak driver yang kepo tak tertolong.
Charen menghembuskan nafas kasar. Menatap rumah megah dihadapannya dengan tajam. Jantung yang tak henti-henti berdegup dengan kencang tak seperti biasanya. Ia pun membulatkan tekadnya untuk melangkah maju. Dilirik kanan kiri tak ada orang. Dilihat atas bawah tak ada orang pula. Dan tak mungkin juga ada orang.
"Yes berhasil. Untung gue kenal sama tuh tukang fotocopy jadinya dia mau ngasih tau password wifi rumah ini." Senyum lebar terlukis di wajahnya.
Ya. Dia rela berangkat pagi karena untuk menumpang wifi ke rumah megah di pinggir jalan tak jauh dari sekolahnya. Bukannya ia tak punya kuota tetapi ia tak mau rugi, karena motto hidupnya adalah 'dimana ada gratisan disitu Charen maju paling depan.' Wifi di rumah pun sebenarnya ada namun dia ingin men- download drakor dengan jumlah episode yang banyak. Dan jika ia pakai wifi di rumah bisa-bisa ia dijadikan perkedel oleh mama nya karena keborosan Charen. Uang tak jadi masalah tetapi yang jadi masalah Charen menjadi pemalas kalau sudah menonton drakor.
"Gila nih wifi kenceng bener gak sia-sia gue pagi-pagi naik ojol ke sini."
"Siapa lo?" Tanya seseorang dari belakang dengan suara berat.
"Lah lo siapa?"
"Lo dulu siapa?"
"Gue yang punya rumah ini kenapa hah?"
Laki-laki itu pun mengernyit sambil menyeringai, "Kalau mau ngarang jangan ke orang yang punya rumah ini juga dong."
Deg.
Ia perhatikan laki-laki itu dengan lekat dan ia pun merasa tak asing dengannya. Tetapi Charen tak kenal siapa dia. Lagian siapa juga yang peduli siapa dia. Yang penting Charen dapat wifi gratis.
"Gue emang ganteng tapi bisa gak ngeliatinnya jangan kayak orang mau nyulik?"
Charen pun tersadar dari lamunannya. Dan saat ia melihat jam tangan yang melingkar di tangannya ia pun lari sekencang mungkin dan tidak menghiraukan omongan laki-laki yang mengaku pemilik rumah megah sumber wifi tercintanya itu.
Dengan nafas yang tersengal ia pun hampir sampai di SMA PRATAMA. Gerbang sekolah sudah hampir tertutup. Dan saat ia hendak memasuki gerbang itu, ia di dorong oleh laki-laki bertubuh tinggi lalu memasuki gerbang dan Charen pun terjatuh. Laki-laki itu pun hanya melirik nya cuek. Gerbang pun tertutup saat Charen hendak bangkit dan menahan rasa sakit di tangannya.
"Sial! Siapa sih lo?! Gak tahu diri banget jadi orang, udahlah besok-besok lo berubah aja jadi monyet. Gak guna juga jadi orang!" Kesal Charen karena ia harus menunggu di luar gerbang sampai upacara bendera selesai.
Namun selang beberapa detik, gerbang itu pun terbuka kembali. Laki-laki yang menabrak Charen tadi terlihat dari balik gerbang itu.
"Heh sini lo! Harus nya lo yang nunggu di luar sini bukan gue anjir!"
"Gue OSIS disini." Sahut laki-laki itu datar.
"Ya terus? Mau lo OSIS, sosis, atau apalah semacamnya gue gak peduli!"
Kebencian Charen pada organisasi satu ini semakin bertambah. Bukan tanpa alasan, ia benci karena sikap anggota-anggota OSIS yang menurut Charen tidak adil, sombong, dan suka mengatur. Contohnya seperti ini. Laki-laki tak tahu malu yang sudah menikung ia untuk memasuki gerbang dan sama sekali tak merasa bersalah.
"Siapa nama lo?" Tanya laki-laki tersebut sambil memegang buku dan pulpen yang siap menuliskan nama Charen dalam 'buku selebriti' yang isi nya tentang pelanggaran siswa.
"Lah kok gue yang masuk ke buku itu? Kan lo yang telat dan seharusnya gue yang udah masuk ke dalem." Tangan Charen menutupi nama nya yang terletak di baju seragamnya.
"Turunin tangan lo dari situ." Perintah laki-laki itu dengan suara tegas kali ini.
"Kalau gue gak mau?"
Tanpa adanya jawaban, laki-laki itu pun menarik tangan Charen yang berusaha menutupi namanya dan Charen pun sekuat tenaga mempertahankan tangannya di posisi tersebut. Tenaga yang cukup besar berhasil menghempaskan tubuhnya Charen sekali lagi. Tetapi kali ini Charen tak terjatuh ke tanah namun ada dada bidang yang menahannya. Saat mendongak ia pun membulatkan mata nya dengan sempurna.
"Lo?"
***
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
SUKAR
Teen FictionJika memang hatimu bukan untukku lantas mengapa kamu bersikap seolah-olah aku ini satu-satu nya? Jika aku hanya pilihanmu disaat bosan lalu apa arti kepedulianmu selama ini yang begitu terlihat nyata? Jika aku mulai terlihat membosankan apa perlu ka...