1. Dilema

563 61 0
                                    

Di sudut ruangan yang remang, terlihat sesosok lelaki sedang bersandar pada sebuah cermin besar, melamun sendiri dengan kedua kakinya yang ia tekuk. Matanya sayu menatap lurus jemari-jemari kakinya yang kecil. Beberapa keringat mengalir dari sela rambutnya yang ikal.

"Hey puppy.. sedang apa sendirian disitu? Yang lain kemana?"

Suara itu seketika membuyarkan lamunannya. "Ah kak Seungyoun.. Tadi sekolah pulang lebih awal jadi aku bisa latihan sebentar. Junho dan anak-anak yang lain lagi beli jajanan untuk nanti malam. Kakak sendiri ada apa ke sini?" balasnya sambil menyunggingkan senyumannya yang manis.

"Kakak rencananya mau ajak kalian makan siang sekalian rayain ulangtahun si Yohan. Eh ternyata lagi pada pergi" terlihat guratan kecewa di wajahnya. "Tapi yasudahlah kita bisa pesan makanan nanti." sambungnya sembari mendudukkan tubuhnya disamping pemuda manis itu.

"Hyeongjun-ie.. kalau ada masalah cerita aja ke kakak. Kakak ini pendengar yang baik kedua setelah Seungwoo hyung lho." ia tau adik kecilnya ini sedang banyak pikiran. Terlihat dari wajahnya yang tidak bersemangat, tidak seperti biasanya.

Jemarinya sibuk mengusap lembut telinga Hyeongjun yang menurutnya sangat addictive itu. Ia bisa melihat raut wajahnya berubah kecut. "Aku nyebelin ya kak?" tanya bayi kesayangannya itu.

"Hah? Siapa yang bilang gitu? Baby, kamu habis baca hate comment di internet ya? Jangan dihirauin sayang. Orang-orang itu pengangguran semua. Kurang perhatian." balas Seungyoun sambil menangkup pipi chubby Hyeongjun.

"Bukan itu kak.. tapi kak Yohan." matanya terlihat berkaca-kaca. Nafasnya sedikit tercekat sebelum ia melanjutkan kalimatnya.
"Apa jun terlalu kekanakan ya? Kak Yohan beberapa hari terakhir selalu ngehindar dari jun setiap jun mau peluk atau cuma sekedar ajak main." bibir mungilnya ia gigit, menahan tangisnya yang hampir pecah.

"That's nonsense baby.. yang nakal itu kak Yohan bukan jun. Nanti kakak marahin ya." usapannya berpindah dari telinga ke atas kepala. Mencoba menenangkan anjing kecilnya. "Sekarang kita ke luar yuk, ijin manajer hyung beli es krim." ujarnya sambil tersenyum, berharap yang lebih muda setuju dengan ajakannya itu.

Melihat anggukan kecil, Seungyoun pun menggenggam jemari Hyeongjun dan menuntunnya keluar dari practice room.

Di tempat lain, Hangyul yang seharian ini hanya menghabiskan waktunya bermain PS, melirik jenuh kawannya yang hanya tiduran di sofa menatap langit-langit ruangan tengah.
"Ngapain sih han, kayak orang sekarat aja diem mulu." lelaki yang diajak bicara hanya menghela nafas berat. "Iya emang sekarat.. hati ku yang sekarat." balasnya singkat tanpa menoleh pada Hangyul yang sedang melongo, kaget dengan jawaban cheesy  nya itu.

"Astaga.. ada masalah apa sih lu? Sampe segalau itu jir." ujarnya sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. "Gatau, gue juga bingung. Akhir-akhir ini bagian dada gue sakit. Kayanya harus cek ke dokter." tangannya mengusap dada kirinya yang terasa sesak semenjak dia memikirkan seseorang yang berhasil membuat dirinya galau, dilema, bingung dan perasaan yang campur aduk.

"Lu sakit beneran han? Serius?" fokusnya kini tidak pada game yang tengah ia mainkan. "Ke dokternya sekarang aja gimana?" ujar Hangyul dengan nada khawatir. "Engga gyul, canda doang gue." Yohan terkekeh kecil menandakan bahwa ia memang cuma bercanda. Sedetik kemudian bantal sofa melayang dan mendarat di wajah Yohan.

"Lu kalo bercanda ga lucu tai. Gue kira lu sakit jantung, bengek atau gimana." kata Hangyul penuh kesal. "Sial dibengek-bengekin gue." bantal di tangan Yohan melesat cepat mengarah pada Hangyul. Dengan sigap, Hangyul menghindar dan berlari meninggalkan Yohan sendiri di ruang tengah.

"Untung gue lagi ga mood ngejar lu." helaan nafas terdengar lagi, menyurutkan kekesalannya pada Hangyul. Sekarang ia hanya duduk menatap layar TV yang masih menyala.

Pikirannya kembali melayang-layang pada anak manis yang telah berhasil debut dengannya itu. Dari jaman pdx, hari pertama mereka berinteraksi melalui permainan adu panco. Ia mengingat dengan jelas senyuman manis yang ditorehkan Hyeongjun saat mereka bertatap-tatapan sebelum game dimulai. Tingkah lucunya saat malu setelah mengatakan tubuh bagian atasnya tidak sekuat itu hanya karna berlatih taekwondo, dan caranya membisikkan 'maaf' setelahnya.

Hatinya terus berdegup kencang bahkan saat mereka hanya berpapasan di lorong menuju kelas. Saat itu mereka tidak pernah dapat kesempatan menjadi satu team. Tapi matanya selalu berhasil menemukan sosok mungil itu dari sekian banyak orang yang ada di sana. Hanya pada saat final, akhirnya mereka dipertemukan dalam satu team.

Ah.. saat final diumumkan, ingatannya kembali saat semua teman-temannya menangis, berpelukan, memberi ucapan maaf dan dukungan berkali-kali. Ia juga ingat ekspresi memilukan Hyeongjun saat tau ia harus berpisah dengan Minkyu, sahabat terdekatnya di pdx. Hatinya ikut sakit entah mengapa. Simpati? Ia tidak yakin.

Suara seseorang memencet pin dari arah pintu terdengar. Diliriknya jam di dinding. Ah sudah waktunya anak-anak pulang. Iapun menarik nafas dalam berharap oksigen bisa meringankan hatinya yang terasa berat, sebelum akhirnya beranjak dari sofa untuk menyambut mereka.

Bersambung

Hai~ gimana suka ga? Ini cerita terinspirasi dari ketidak pekaan Yohan yang semakin menjadi-jadi hahaa.. rada sakit hati momen mereka tidak sekencang kapal sebelah.

But don't worry, dari research yg kulakukan dri ytube(cie elah), tatapan tulus Yohan ke Hyeonjun menguatkan jiwa yohlemku, aku yakin dibalik layar mereka sekencang kereta express huahaha

How Can I Love The Heartbreak, You Are The One I LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang