Setengah jam berlalu, Livia tak kunjung bangun dari pingsannya. Bahkan sampai membuat Gara cemas dibuatnya, apalagi Luna wanita itu bahkan tidak bisa diam di tempatnya.
"Bisa diem ga sih lo? Pusing gue liatnya." celetuk Gara mengomentari kegiatan Luna.
"Lo juga jangan nge bacot berisik." ucap Luna sesekali menatapi wajah Livia yang manis itu, terlihat jelas kecemasan dan khawatiran di wajah Luna.
"Liv ayo bangun, lo ga kasian sama gue? Gue khawatir, gue takut lo kenapa-napa." ucap Luna frustrasi.
"Lo tenang bisa ga sih." ucap Rafa yang baru saja memasuki ruangan yang berada di UKS itu. Dan kalian tahu? Itu adalah kalimat terpanjang yang baru saja Rafa ucapkan.
"Lo ga bisa ngerasain gimana jadi gue, gue takut dia kenapa-napa Raf, dia belum bangun juga. Dan lo tau? Dia ga nyeritain tentang penyakitnya ke gue, padahal gue sahabatnya." ucap Luna dengan suara yang bergetar hebat, Luna bisa menjadi perempuan paling tercengeng sedunia jika sudah menyangkut tentang orang yang di sayangnya.
"Cengeng." celetuk Rafa dengan datarnya.
Tidak mau ambil pusing akhirnya Rafa lebih memilih keluar ruangan itu, dari pada nantinya dia harus berdebat dengan Luna. Karna ia yakin baru beberapa detik ia meninggalkan tempat itu Luna pasti sedang memakinya.
"Lun, Please. Jangan berisik. Lo ga liat apa? Livia lagi pingsan." ucap Gara frustrasi karena melihat Luna yang tak kunjung berhenti memaki sahabatnya.
"Peduli apa lo sama Livia?." ucap Luna dengan datarnya.
Seperti tertusuk ribuan jarum, Gara di buat skakmat dengan ucapan Luna. Terasa sakit sekali, dada nya sesak. Hatinya sakit.
Tapi memang benar yang di ucapkan Luna, peduli apa Gara tentang keadaan Livia? Bahkan dia bukan siapa-siapa nya selain teman satu bangku Livia, bahkan baru beberapa jam saja Gara satu bangku dengan Livia.
Gara memilih meninggalkan ruangan itu dengan tidak mengucapkan apa-apa, ia frustrasi dengan keadaannya yang sekarang. Ayolah Gara kenapa? Ini bukan Gara yang biasanya.
Bahkan saat Gara keluar pintu ia tidak menyapa Rafa, ia langsung pergi begitu saja tanpa mengucapkan apa-apa. Sebenarnya Rafa tidak benar-benar pergi, ia hanya meninggalkan ruangan itu dan lebih memilih duduk di tempat yang biasa penjaga UKS tempati.
Rafa mendengar semuanya, Rafa mendengar ucapan Luna yang menohok hati Gara. Tapi yang di ucapkan Luna memang ada benarnya juga, Gara peduli apa tentang Livia? Ah dari pada ia berdiam ditempat seperti ini lebih baik ia mengejar Gara.
Rafa tidak perlu ambil pusing jika ingin mencari Gara, karna ia yakin Gara sedang berada di warung belakang sekolah. Warung siapa lagi kalo bukan warung Bi Minah.
Tidak membutuhkan waktu lama akhirnya Rafa sampai di warung Bi Minah. Melihat sekeliling ternyata cukup sepi, padahal sudah mau memasuki jam istirahat kedua. Tidak ada tanda-tanda teman-temannya di sini, alis Rafa terangkat satu menandakan ia bingung.
"Cari siapa Raf? Yang lain belum pada datang toh. Kalo mau cari Gara dia ada di atas, kayanya dia lagi galau, samperin gih temanmu." ucap Bi Minah dengan bahasa Jawa yang sangat kental.
Setelah mendengar penjelasan dari Bi Minah Rafa tidak langsung menghampiri Gara, melainkan dia malah duduk di salah satu kursi yang sudah di sediakan di warung itu.
Bi Minah yang terlihat keheranan saat melihat Rafa duduk membuat Rafa harus angkat bicara.
"Biarin aja, Bi. Biarin dia sendirian dulu, bibi tahu kan sikap dia seperti apa?" ucap Rafa sesekali menatap lawan bicaranya.
"Yasudah. Bibi mau cuci piring. Kalo mau makan panggil Bibi saja." ucap Bi Minah, terkesan seperti pekerja rumah tangga, namun Bi Minah selalu seperti itu apalagi kepada Rafa dan teman-temannya.
Kini Rafa tengah asik bergelut dengan lamunannya, lamunan tentang Luna saat tidur tadi. Ah iya, bahkan ia sampai lupa. Apakah Livia sudah bangun dari pingsannya?
Berbeda dengan Gara, ia terlihat frustrasi menghadapi semua ini. Ada benarnya juga apa yang di katakan Luna, tapi terasa sakit bila di ingat lagi. Perasaan macam apa ini tuhan?! Erang Gara frustrasi.
Gara lebih memilih memejamkan matanya dari pada ia harus terus memikirkan perkataan yang di lontarkan Luna. Mungkin dengan memejamkan mata rasa frustrasi nya sedikit berkurang.
***
Berbeda dengan Livia kini ia sedang di introgasi oleh Luna, bahkan wanita di depannya ini sedang bercak pinggang. Sungguh ini membuat Livia tersudutkan oleh Luna, bagaimana tidak?
Bahkan mungkin bukan Luna saja, tapi dengan yang lainnya. Kenapa sih kambuhnya engga tahu waktu banget, Luna jadi tahu. Aku gamau bikin dia khawatir, aku gamau ngerepotin dia, apalagi setelah dia tau penyakit aku ucap Livia dalam hati.
Saat sedang asik-asiknya melamun Luna mengagetkannya. Mengagetkan Livia. Untung saja Livia tidak punya penyakit jantung, bisa mati di tempat gara-gara sentakan Luna.
"Maksud lo apaan sih sembunyiin penyakit lo dari gue?" ucap Luna dengan nada sedingin mungkin.
"Aku bukan sembunyiin tentang penyakit yang aku derita, tapi aku beneran gapapa kok, aku baik-baik aja Luna." jawab sang empu sebaik mungkin.
"Liv, kamu bisa bohongin orang-orang di luar sana, tapi engga buat aku. Aku ini sahabat kamu, kamu tahu arti dari persahabatan. Jujur aja aku kecewa sama kamu, tapi sayangnya rasa sayang aku terhadap kamu lebih besar daripada rasa kecewa aku sama kamu. Kita sahabatan bukan dalam jarak waktu deket, aku tau kamu sembunyiin sesuatu dari aku. Kalo emang kamu belum siap cerita gapapa, aku ngerti. Tapi aku minta satu, jangan lama-lama simpan masalah ini sendirian. Pundak aku selalu ada buat sandaran kamu, kita bisa saling kuatin Liv, sebenarnya kamu anggap aku sahabat bukan sih?" ucap Luna panjang lebar dengan nada yang lembut karna ia tau, ia berbicara dengan nada tinggi sebelumnya.
Apa yang di ucapkan Luna membuat Livia sadar, bahwa Livia masih mempunyai Luna. Orang yang menyayanginya dengan tulus, orang yang selalu ada disaat-saat seperti ini. Bahkan Livia merasa gagal menjadi sahabat terbaiknya, karna Livia selalu berada di tempat yang salah ketika Luna membutuhkannya.
"Aku..... Aku.. Aku ceritain semuanya sama kamu, tapi engga disini. Mungkin ini waktu yang tepat buat aku ungkapin semuanya, jujur aja aku ga kuat. Tapi di sisi lain aku takut bebanin kamu, nanti pulang sekolah kerumahku ya? Kamu bawa kendaraan?" jawab sang empu sedikit tenang, seengganya sahabatnya ini tidak marah dan meninggalkannya. Melainkan dia menasihati agar tidak ada yang di tutup-tutupi, fungsi sahabat benar-benar melengkapi, apalagi di saat keliru seperti ini.
Halo temen-temen, akhirnya aku kembali setelah beberapa saat rehat dulu karna satu dan lain hal, semoga kalian suka dan terus pantengin cerita aku. InsyaAllah buat kedepannya aku bakalan sering-sering Up buat kalian, jgn lupa vote dan share cerita aku ya. I lv u guys😘
KAMU SEDANG MEMBACA
GARA
Teen FictionKehidupan yang aku kira akan baik baik saja dengan kehadirannya, ternyata tidak seindah yang aku bayangkan, dengan kehadirannya malah membuatku hancur. -Cassalen Putri Prayuda