Setelah menunggu beberapa jam, akhirnya Livia dan Luna mendarat dengan selamat di kediaman Livia. Seperti yang di bilang Livia tadi, Livia akan menceritakan semuanya. Meskipun sebenarnya orang tuanya pun tidak mengetahui akan hal ini, mereka sibuk di dunia kerjanya sampai lupa bahwa mereka mempunyai anak yang harus benar-benar di perhatikan perkembangannya.
Sebenernya Livia tahu, Livia mengerti, orang tuanya kerja banting tulang itu untuknya. Tapi bagi Livia hidup seadanya saja tidak apa-apa, asalkan ia bisa merasakan yang namanya keutuhan keluarga.
Bisa merasakan senangnya berbincang-bincang, saling menanyakan apa yang tengah terjadi. Oke baiklah kembali keniat awal Livia, karna jika ia membahas hal ini pasti begitu menyakitkan akhirnya.
Setelah beberapa saat saling terdiam karna terbawa hanyut oleh pikiran masing-masing, akhirnya Livia memulai obrolannya dengan Luna. Karna kebetulan Mbak sedang pulang kampung jadi ia hanya sendiri dirumah, terlebih ketika orang tuanya bekerja.
"Lun, sebelum aku ceritain semuanya aku mohon jangan lagi ada yang tau hal ini selain aku, kamu dan Tuhan. Aku tahu mungkin ini sedikit egois, tapi jujur aku gasuka di kasihani orang-orang. Kamu tau hal itu kan?" ucap Livia sedikit menjeda membicaraannya.
"Sebenernya aku juga engga tau kenapa ini bisa terjadi sama aku, padahal sebelumnya aku baik-baik aja. Tapi semenjak saat itu, semuanya berubah. Aku engga ngerti padahal aku hanya memberikan sedikit darahku untuk anak yang sedang mengalami kecelakaan, padahal niatku baik kan? Tapi kenapa jadi aku yang seperti ini, sebenernya penyakitku engga terbilang parah. Hanya saja lumayan jika di diamkan, lumayan pusing. Semenjak saat itu, gejala yang aku alami mulai bermunculan, sedikit demi sedikit. Walau efek sampingnya hanya pusing tapi jujur saja aku engga kuat, terlebih aku sering telat makan dan jarang meminum air bening kan, kamu tau itu?" lanjut sang empu menceritakan nasibnya, mungkin bagi kalian ini hanyalah penyakit biasa. Tapi kami, yang mengidapnya sungguh tersiksa.
Luna tak langsung menjawab, melainkan ia mencerna semua perkataan yang di katakan Livia. Luna membutuhkan jawaban penyakit apa yang menimpanya saat ini, bukan malah bercerita seperti ini. Ahhhhh Luna memang tidak sabaran.
"Jadi, penyakit apa yang menimpa kamu?" ucap Luna setelah beberapa saat tidak mengeluarkan suara.
"Anemia." ucapnya dengan mantap.
"Jadi ini jawaban selama ini aku nanya untuk apa kamu meminum air terlalu banyak, dan sering membawa bekal?" tanya Luna kepada sang empu.
"Iya, ini jawaban dari pertanyaan-pertanyaan beberapa saat lalu yang sering kamu tanyakan terhadap aku." jawab sang empu sesekali menatap Luna yang tidak percaya.
"Kenapa kamu baru bilang sekarang Liv, kenapa engga dari dulu kamu bilang sama aku? Aku tau kamu gasuka di kasihani orang, tapi aku ini sahabat kamu. Tapi aku berhak tahu Liv, kamu jahat nutupin ini dari aku." ucap Luna sedikit gemetaran akibat menahan isak tangisnya. Memang benar, wanita secengeng itu.
"Maafin aku, aku ga bermaksud nutupin hal ini dari kamu. Hanya belum saatnya aja aku ceritain ini ke kamu, sekarang kamu tau kan? Aku harap kamu tutup rapat masalah ini, aku tau mungkin bagi mereka-mereka di luar sana penyakit yang aku derita engga seberapa, tapi aku yang ngerasainnya sumpah gaenak banget, mau apa-apa juga engga bisa langsung dan ini nyiksa banget buat aku. Aku mohon jangan ada yang tau soal ini, aku gamau di kasihani." ucapnya memohon kepada Luna kemudian mengedarkan pandangannya ke beberapa sudut ruangan.
"Mbak lagi pulang, jadi aku sendiri disini. Kamu nginep disini ya? Aku sebenernya engga takut sendirian tapi aku lagi butuh temen aja, belum lagi hari ada film lepas bagus banget aku harus nonton ituuu." antusias Livia sambil memegang tangan Luna.
Dan Luna yang mendengar itu tak kalah senang. Karna rekomendasi film lepas yang Livia kasih selalu menarik perhatiannya untuk menonton, meskipun film tersebut di putar sampai larut malam. Bahkan mereka bisa menghabiskan waktu sampai jam 2 pagi hanya untuk menonton film lepas.
"Liv, tadi ibu nelpon gue. Kayanya gue harus pulang sekarang deh, tadinya gue mau ajak lo jalan-jalan ke kota tua tapi lain kali lagi deh." ucap luna tergesa-gesa sambil merapihkan isi tasnya.
Livia yang baru saja datang ke kamarnya dengan membawa dua gelas jus mangga sedikit heran dengan gerak gerik Luna, seperti orang kebingungan.
"Lo nyari apa? Nih minum dulu jusnya, gue bikin dua buat kita." ucap Livia duduk seraya memberikan jus itu kearah Luna.
"Ahhiya, bentar Lun. Gue lagi nyari buku yang kemarin gue pinjem dari Sasa, lo liat ga?" jawab Luna tanpa menoleh karna ia masih terus mengobrak ngabrik isi tasnya.
"Bukannya buku itu udah di kembaliin ke pemiliknya? Lo emang lupa atau amnesia?" celetuk Aji kakak laki-laki dari Livia yang entah datang dari mana dan kapan datangnya.
Dengan serempak Livia dan Luna menoleh, karna tidak asing dengan suara yang mereka dengar. Dengan refleks, karna saking rindu keduanya berlari dengan cepat memeluk Aji dengan sekuat tenaga. Menyalurkan rasa rindunya yang terpendam selama belakangan ini.
Saking rindunya, keduanya menangis. Dan kalian tau? Seakrab itu Luna dengan kakaknya Livia.
"Kok bidadari-bidadarinya abang pada nangis sih? Gasuka abangnya pulang ya? Yaudah deh abang pergi lagi aja." ucapan yang di lontarkan Aji membuat keduanya melepaskan pelukan itu secara serempak, dan mulai menatap Aji dengan garang.
Aji cengengesan melihat wajah keduanya, pasalnya Aji tahu mereka menahan amarah karna ucapan yang telah di lontarkannya.
Tidak mau ambil pusing ia memilih masuk kekamar adik tercintanya dan mulai merebahkan diri di kasur empuk itu.
"Jangan liatin abang kaya gitu, abang tau kalian marah gara-gara ucapan abang tadi. Abang becanda. Serindu itu kalian sama abang?" lanjut Aji tanpa menoleh, pasalnya badan ia seperti remuk baru saja datang sudah di hadang. Untung sayang hehe.
Livia dengan Luna saling tatap, kemudian ia mengerti bahwa abangnya kelelahan. Livia mendekati abangnya, kemudian kembali memeluknya. Sama halnya dengan Luna, pasalnya ia sudah menganggap Aji sebagai kakak kandungnya.
"Abang bilang pulang minggu depan. Abang bohong sama aku, tuhkan jadi gini jauh dari keluarga abang jadi suka ngebohong. Dosa tau, aku gasuka ah." ucap Livia menceramahi abangnya itu.
"Bukannya abang bohongin kamu, sayang. Mamah bilang seminggu sebelum Mamah berangkat kalo dia ga tega ninggalin kamu sendirian, apalagi kamu perempuan. Belum lagi Mbak lagi pulang kampung, terus yang jagain kamu disini siapa? Kamu itu bidadari kecilnya Abang, gamungkin abang biarin kamu sendirian disini." jelas Aji tampa membuka mata, tapi mempererat pelukannya kepada bidadarinya itu.
"Harusnya abang pulang minggu depan, tapi pas abang dapet telpon dari mamah abang usahain pulang secepatnya. Untung abang kamu pinter, jadi bisa lama disini." lanjutnya dengan sedikit kepedean.
Jangan lupa vote dan share nya, semoga kalian suka.
KAMU SEDANG MEMBACA
GARA
Teen FictionKehidupan yang aku kira akan baik baik saja dengan kehadirannya, ternyata tidak seindah yang aku bayangkan, dengan kehadirannya malah membuatku hancur. -Cassalen Putri Prayuda