Meskipun menghadapi dua tokoh sakti berilmu tinggi, Rangga masih sempat membagi perhatiannya pada pertarungan Kalaban melawan Putri Rajawali Hitam. Dia agak cemas juga melihat Putri Rajawali Hitam tampak kewalahan menghadapi Kalaban.
"Aku harus cepat mengakhiri pertarungan ini," gumam Rangga dalam hati.
Saat itu juga, Pendekar Rajawali Sakti merubah jurusnya. Langsung dikeluarkan jurus andalannya, yaitu 'Pedang Pemecah Sukma'. Memang dalam beberapa gebrakan saja, kedua tokoh hitam itu kewalahan menghadapi jurus 'Pedang Pemecah Sukma'. Untungnya mereka masih bisa mengimbangi. Bahkan kini pertarungan kembali seimbang. Rangga tidak punya pilihan lain lagi, dan....
"Aji 'Cakra Buana Sukma'...!" teriaknya keras. Dengan cepat Pendekar Rajawali Sakti itu menggosok telapak tangannya ke mata pedang. Maka cahaya biru pun menggumpal di ujung Pedang Rajawali Sakti itu. Namun dengan cepat, dimasukkan pedang ke dalam warangkanya. Kini cahaya biru itu menggumpal di kedua telapak tangannya.
"Hiyaaa...!"
Rangga langsung melompat bagai seekor burung Rajawali hendak menerkam mangsa. Tepat sekali telapak tangannya menangkap tangan kedua perempuan tua itu. Rara Kuning dan Rara Hijau berusaha melepaskan cekalan itu. Namun semakin kuat mereka mencoba, semakin sukar untuk melepaskannya. Bahkan mereka merasakan kalau tenaganya kini tersedot keras.
Cahaya biru yang memancar dari tangan Rangga mulai menyelimuti tubuh Rara Kuning dan Rara Hijau. Kedua wanita tua itu masih menggeliat-geliat berusaha melepaskan diri. Namun semakin kuat mereka mengerahkan tenaga, semakin keras tenaga tersedot.
Hingga pada satu saat, Rangga menghentakkan tangannya ke depan. Hasilnya tubuh kedua wanita tua itu terlontar menyatu.
Cring!
Secepat kilat ditarik pedangnya keluar. Dan kini dengan cepat pula Pedang Rajawali Sakti berkelebat menebas tubuh kedua wanita itu sekaligus. Tak ada lagi suara terdengar. Tubuh kedua wanita tua itu kontan ambruk ke tanah dengan tubuh hampir terpisah!
Pada saat yang sama, Kalaban berhasil mendaratkan tongkatnya ke tubuh Putri Rajawali Hitam. Wanita itu memekik keras, lalu tubuhnya limbung ke belakang. Kesempatan ini tidak disia-siakan Kalaban. Satu tendangan bertenaga dalam tinggi dengan cepat dilayangkan ke dada Putri Rajawali Hitam.
"Akh...!" Putri Rajawali Hitam memekik keras. Wanita berbaju serba hitam itu terlontar deras ke belakang, dan hampir menabrak tembok benteng. Untung saja Rajawali Hitam cepat merentangkan sayapnya yang lebar. Putri Rajawali Hitam terdampar di sayap yang berbulu lebat dan lunak itu. Tampak dari cadar yang menutupi wajahnya, merembes darah kental.
"Oh...," Putri Rajawali Hitam merintih lirih.
"Kalaban! Akulah lawanmu!" seru Rangga keras seraya melompat ke depan pemuda itu.
"Bagus! Rupanya kau juga ingin menyusul pasanganmu ke neraka!" sambut Kalaban pongah.
Rangga sempat melirik Putri Rajawali Hitam yang menggeletak merintih di samping Rajawali Hitam tunggangannya. Sementara di samping Rajawali Hitam, mendekam pula Rajawali Putih yang tidak lepas-lepas memandangi pasangannya. Tapi, Pendekar Rajawali Sakti itu tidak dapat berlama-lama memperhatikan Sepasang Rajawali dan Putri Rajawali Hitam, karena Kalaban sudah menyerang ganas.
"Hup, hiyaaa...!" seru Rangga menghadang serangan Kala ban, langsung dengan aji 'Bayu Braja’.
Seketika itu juga tubuh Kalaban terlontar jauh ke belakang begitu kedua tangan Rangga menghentak ke depan. Kalaban berlompatan beberapa kali di udara, dan masih dapat mendarat dengan kedua kakinya. Namun tubuhnya terlihat limbung. Pemuda itu menggeleng- gelengkan kepalanya sesaat. Sebentar dipandangi empat gurunya yang sudah terbujur tak bernyawa lagi.
Ada sedikit kegentaran dan perasaan dendam di hati Kalaban. Disadari kalau Pendekar Rajawali Sakti bukanlah lawannya. Tapi melihat empat gurunya tewas, Kalaban tidak lagi peduli. Segera dihimpun kekuatannya dan bersiap-siap untuk menyerang kembali.
"Haitt, Yaaah....!" teriak Kalaban keras. Sambil mengibaskan tongkatnya beberapa kali, Kalaban melompat deras menerjang Rangga. Sementara Pendekar Rajawali Sakti pun sudah siap dengan 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'. Tebasan tongkat Kalaban berhasil ditangkis dengan tangan kiri, lalu dengan cepat disodoknya dada pemuda itu.
Buk!
"Akh!" kembali Kalaban memekik. Belum lagi Kalaban bisa berbuat sesuatu, kembali satu pukulan telak jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' menghantam dadanya.
Seketika itu juga tubuh Kalaban terpental jauh ke belakang. Dan Rangga yang langsung mencabut pedangnya kembali, melompat cepat seraya mengibaskan pedangnya ke arah leher.
"Hiyaaa...!" Slap!
Mendadak satu bayangan berkelebat cepat menyambar tubuh Kalaban, sehingga tebasan pedang Rangga hanya menghantam tempat kosong. Begitu cepatnya bayangan itu berkelebat, sehingga dalam sekejap mata saja, tubuh Kalaban telah lenyap tidak ketahuan bekasnya.
"Khraghk...!" Rajawali Hitam berkaokan keras.
Bagaikan kilat, burung raksasa itu melesat ke angkasa sambil menyambar tubuh Putri Rajawali Hitam yang masih tergeletak tak sadarkan diri.
"Hey...!" Rangga terperanjat kaget.
"Rangga! Tunggu!" seru Prabu Galung tiba-tiba.
Rangga yang akan melompat ke atas punggung Rajawali Putih, mengurungkan niatnya. Prabu Galung berlari-lari kecil menghampiri. Rangga berdiri tegak di samping Rajawali Putih yang sudah lebih dulu menghampirinya.***
Pada saat yang sama seekor kuda berpacu cepat memasuki halaman istana. Ternyata penunggangnya adalah Patih Giling Wesi. Setelah menghentikan kudanya, dia melompat turun, dan segera bersujud di depan Prabu Galung. Namun Prabu Galung segera menyentuh pundaknya, lalu mengajaknya bangkit berdiri.
"Ampun, Gusti Prabu. Hamba tidak bermaksud melepaskan tanggung jawab. Hamba pergi menyusul Gusti Prabu karena khawatir akan keselamatan Gusti," ucap Patih Giling Wesi.
"Sudahlah, Paman Patih. Keadaan sudah teratasi," sahut Prabu Galung bijaksana.
"Ampunkan hamba, Gusti...."
"Aku mengerti, Paman Patih."
Prabu Galung kembali mengalihkan perhatiannya pada Rangga yang masih diam saja. Patih Giling Wesi yang baru mengangkat wajahnya, kontan terlonjak kaget begitu melihat seekor burung Rajawali raksasa berada di samping Pendekar Rajawali Sakti. Untung saja tidak ada yang memperhatikan. Tapi, pandangan Patih Giling Wesi tidak berkedip ke arah burung raksasa itu.
"Aku tidak tahu, apa yang harus kuberikan padamu. Aku benar-benar berhutang budi padamu...," ucap Prabu Galung.
"Itu sudah kewajibanku, Gusti Prabu," jawab Rangga merendah.
"Tapi kau telah berjasa besar, dan itu patut diberi hadiah."
"Terima kasih. Hanya saja tidak bisa kuterima karena masih ada tugas yang harus kuselesaikan," tolak Rangga halus.
"Aku mengerti. Sebagai seorang pendekar, tugasmu cukup banyak. Tapi...."
"Gusti. ljinkan aku segera pergi. Kalaban menghilang dan harus kucari. Terus terang, aku pun masih harus mencari keterangan tentang Putri Rajawali Hitam dan burung tunggangannya itu."
"Jadi..., kau tidak tahu siapa dia...?!" Prabu Galung tidak percaya. Selama ini dia menganggap kalau Rangga dan orang misterius itu adalah berpasangan.
Rangga menggeleng-gele ngkan kepalanya.
"Gusti. Hamba pun juga mohon diri," selak Patih Giling Wesi.
"Paman Patih, kau akan ke mana?"
"Ampun, Gusti. Hamba harus mencari Intan Kemuning. Bagaimanapun juga, dia anak hamba satu-satunya. Kalaupun Intan Kemuning masih hidup, hamba harus menemukannya. Dan kalau sudah mati, harus ada mayatnya. Ampunkan hamba, Gusti."
"Paman Patih, aku tidak bisa berkata apa-apa lagi. Tapi perlu kau ketahui, Kerajaan Galung sangat membutuhkan sumbangan tenaga dan pikiranmu," ucap Prabu Galung pelan.
"Ampun, Gusti Prabu. Rasanya masih banyak tenaga muda yang dapat diandalkan. Hamba sudah bertekad untuk mencari Intan Kemuning sampai dapat." Prabu Galung hanya bisa mendesah berat.
"Hamba pamit, Gusti," ucap Patih Giling Wesi berpamitan.
"Baik, hati-hatilah. Dan kumohon, kembalilah dulu jika sudah bertemu dengan anakmu," pesan Prabu Galung. Memang hanya itu yang bisa diucapkannya.
Patih Giling Wesi memberi hormat, kemudian bergegas naik ke punggung kudanya. Hanya sekali gebah saja, kuda itu sudah berpacu cepat meninggalkan halaman Istana Galung. Prabu Galung hanya bisa memandangi dengan mata berkaca-kaca. Dan dia baru menoleh begitu teringat pada Rangga. Tapi Prabu Galung jadi celinguka n, karena Pendekar Rajawali Sakti dan burungnya sudah tidak ada lagi. Dia mendongak, maka tampaklah di angkasa burung Rajawali raksasa tengah melayang berputar-putar.
"Selamat jalan, Rangga...," desis Prabu Galung melambaikan tangannya.
"Khraghk...!"
Rajawali Putih itu langsung melesat cepat meninggalkan Istana Galung. Sementara para prajurit telah sibuk mengangkuti mayat-mayat. Sementara itu, Prabu Galung pun memerintahkan beberapa panglima agar menjemput para pembesar dan keluarganya untuk kembali ke istana. Demikian pula dengan keluarga istana yang masih berada di tempat pengasingan. Prabu Galung kemudian melangkah menaiki anak-anak tangga istana.***
Saat itu di angkasa, Rajawali Putih terbang menembus awan. Rangga yang berada di atas punggungnya, memandang ke bawah. Sempat dilihatnya Patih Giling Wesi yang memacu kudanya dengan cepat menembus Hutan Krambang. Sementara Patih Giling Wesi mencari anak gadisnya, Rangga juga harus bisa mengetahui siapa sebenarnya orang yang kini menguasai Rajawali Hitam. Siapa sebenarnya dia? Bagaimana luka-lukanya? Dan siapa yang telah menyelamatkan Kalaban dari hadapannya?
***
TAMAT
KAMU SEDANG MEMBACA
21. Pendekar Rajawali Sakti : Sepasang Rajawali
AksiSerial ke 21. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.