BAGIAN 6

849 36 2
                                    

Tiga hari Rangga berada di lingkungan Padepokan Arang Watu. Dan selama itu pula dia tidak bisa menolak keinginan Resi Kamuka untuk memberikan sedikit ilmu yang dimiliki pada murid-murid padepokan itu. Rangga juga tidak bisa menolak ketika diminta untuk melatih prajurit-prajurit Jiwanala yang semakin hari semakin bertambah banyak jumlahnya.
Waktu tiga hari memang tidak bisa berharap banyak dalam peningkatan kemampuan tempur para prajurit itu. Tapi Prabu Duta Nitiyasa sudah cukup senang melihat ikut sertanya Pendekar Rajawali Sakti menempa prajurit- prajuritnya. Dan apa yang dilakukan Rangga hanya sekedar untuk membantu. Sama sekali tidak punya niatan untuk menyombongkan diri. Memang hanya itulah yang bisa dilakukannya untuk membantu rakyat Kerajaan Jiwanala yang saat ini tengah tertekan oleh kekuasaan orang-orang dari Daratan Mongol.
“Sepertinya dia datang memang diutus Dewata...,” Resi Kamuka bergumam pelan, seolah-olah bicara untuk dirinya sendiri. Tatapan matanya tidak lepas ke arah Rangga yang tengah memberikan beberapa jurus ilmu olah kanuragan pada para prajurit yang kini semakin membengkak saja jumlahnya.
“Maksud Ayahanda Resi?” tanya Prabu Duta Nitiyasa.
“Apa tidak bisa kau lihat cara dia datang, Ananda Prabu? Juga keberadaannya di sini, seperti sudah ditunjukkan oleh Hyang Widi untuk membebaskan rakyatmu dari tekanan orang asing.”
“Dia seorang pengembara, Ayahanda Resi. Tidak aneh kalau tiba-tiba muncul dan membantu perjuangan ini,” bantah Prabu Duta Nitiyasa tidak sependapat.
“Hm.... Apa pun yang kau katakan, aku merasa ada sesuatu yang lain pada diri anak muda itu. Baik sikap, caranya bertutur, dan kerendahan hatinya.... Aku tidak pernah menemukan pribadi seperti itu pada diri orang lain. Aku merasakan ada sesuatu yang lain pada dirinya. Entah apa namanya...,” kata Resi Kamuka setengah bergumam.
Saat itu Rangga berlari-lari kecil menghampiri Resi Kamuka yang berdiri memperhatikan latihan itu bersama Prabu Duta Nitiyasa. Rangga membungkuk sedikit memberi hormat setelah tiba di depan dua orang terkemuka di Kerajaan Jiwanala ini.
“Ah. Kau terlalu merendahkan diri, anakku Rangga,” ucap Resi Kamuka yang menganggap Rangga adalah putranya. Memang sejak Rangga berada di padepokan ini, Resi Kamuka sudah tertarik dan ingin mengangkatnya sebagai anak.
Keinginannya ini memang dikemukakan langsung pada Pendekar Rajawali Sakti itu. Dan betapa gembiranya dia begitu melihat Rangga menyambut keinginannya dengan tangan terbuka. Memupuk tali persaudaraan memang tidak mudah. Lain halnya jika mencari musuh, yang dalam waktu singkat saja bisa didapat. Rangga selalu menyambut baik jika ada seseorang yang menginginkan persaudaraan dengannya.
“Gusti Prabu, Resi, rasanya kemampuan para prajurit sudah lebih maju. Jumlahnya pun semakin bertambah. Banyak pemuda yang bergabung dengan sukarela,” Rangga memberitahukan perkembangan kemajuan para prajurit yang ditempanya.
“Hm..., apakah itu berarti sudah waktunya merebut kembali Kerajaan Jiwanala?” gumam Resi Kamuka.
Rangga tidak menjawab, tapi hanya memandang Prabu Duta Nitiyasa. Sedangkan yang ditatap malah memandang pada ayah mertuanya.
“Sebaiknya kita tunggu dulu laporan dari telik sandi,” kata Prabu Duta Nitiyasa bijaksana.
“Itu lebih baik,” sambut Resi Kamuka.
Mereka hampir berbarengan menoleh ketika Punggawa Narayama datang menghampiri. Punggawa itu melangkah tergopoh-gopoh. Napasnya tersengal ketika memberi hormat dengan membungkukkan tubuhnya di depan Prabu Duta Nitiyasa.
“Ada apa, Punggawa? Apakah ada seorang telik sandi yang datang?” tanya Prabu Duta Nitiyasa.
“Benar, Gusti Prabu. Seorang telik sandi melaporkan kalau suasana di sekitar kerajaan sedang kacau,” lapor Punggawa Narayama.
“Kacau...!? Apa yang terjadi?” tanya Prabu Duta Nitiyasa.
“Maksud hamba, bukan kekacauan antar mereka sendiri. Tapi tindakan mereka yang semakin brutal, tidak lagi mengindahkan peri kemanusiaan. Banyak rakyat yang tewas terbunuh. Tidak sedikit gadis-gadis yang dijadikan permainan. Mereka memperlakukan rakyat seperti hewan buruan,” lapor Punggawa Narayama lagi.
“Biadab!” desis Prabu Duta Nitiyasa menggeram.
“Kendalikan dirimu, Ananda Prabu,” Resi Kamuka mencoba mendinginkan hati Prabu Duta Nitiyasa yang mendidih seketika.
“Tidak, Ayahanda Resi. Kekejaman ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Mereka harus enyah, atau mati di sini!” tegas Prabu Duta Nitiyasa.
“Tapi kekuatan yang kau miliki belum cukup.”
“Jumlah mereka hanya sepertiganya saja, Ayahanda Resi. Mereka pasti bisa dikalahkan!”
Resi Kamuka merasa sukar untuk meredakan amarah anak menantunya ini. Dia menoleh ke arah Rangga tadi berdiri, tapi Pendekar Rajawali Sakti itu sudah tidak terlihat lagi. Resi Kamuka melayangkan pandangannya ke sekeliling. Tetap saja Pendekar Rajawali Sakti itu tak nampak.
“Heh...! Ke mana dia...?” seru Resi Kamuka tetap mengedarkan pandangannya ke sekeliling.
“Siapa?” tanya Prabu Duta Nitiyasa belum menyadari.
“Rangga....”
Prabu Duta Nitiyasa terperanjat begitu menyadari kalau Pendekar Rajawali Sakti tidak ada lagi. Dia juga melayangkan pandangannya ke sekeliling. Tapi sepanjang mata memandang, yang terlihat hanya para prajurit dan murid-murid padepokan ini.
“Dia pasti sudah ke sana, Ayahanda Resi,” kata Prabu Duta Nitiyasa setengah bergumam.
“Mustahil!” bantah Resi Kamuka.
“Punggawa! Siapkan seluruh prajurit! Sekarang juga kita berangkat ke Jiwanala!” perintah Prabu Duta Nitiyasa.
“Tunggu!” cegah Resi Kamuka.
“Tidak ada waktu lagi, Ayahanda Resi!” sergah Prabu Duta Nitiyasa cepat.
Prabu Duta Nitiyasa bergegas meninggalkan balai latihan itu. Punggawa Narayama pun bergegas menghubungi punggawa lain, untuk mempersiapkan para prajurit. Tidak ada lagi panglima di sini. Semua panglima telah tewas dalam pertempuran. Sedangkan para patih tidak sedikit yang gugur. Ada juga yang melarikan diri begitu Istana Jiwanala terenggut. Prajurit yang kembali bergabung juga belum seluruhnya. Masih banyak yang belum jelas nasibnya.
Resi Kamuka tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Maka dipanggillah semua muridnya yang berjumlah hampir lima puluh orang. Seluruh muridnya diminta untuk bersiap-siap membantu Prabu Duta Nitiyasa merebut kembali kejayaan kerajaannya dari tangan orang asing. Bagaimanapun juga anak menantunya harus dibela. Apalagi dalam perjuangan yang suci merebut negeri dari jajahan orang asing.

23. Pendekar Rajawali Sakti : Jago Dari MongolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang