BAGIAN 5

822 35 0
                                    

“Gusti Prabu...!” Patih Raksajunta terperanjat begitu melihat Prabu Duta Nitiyasa tiba-tiba berada di depannya. Di samping Prabu Duta Nitiyasa berdiri seorang pemuda berwajah tampan berbaju rompi putih. Gagang pedang berbentuk kepala burung menyembul dari balik punggungnya. Patih Raksajunta langsung menjatuhkan diri berlutut. Dua orang wanita yang  diselamatkan dari Istana Jiwanala turut berlutut memberi sembah.
“Bangunlah kalian,” kata Prabu Duta Nitiyasa berwibawa.
“Ampun, Gusti,” ucap Patih Raksa- junta.
Patih Raksajunta bangkit berdiri diikuti dua orang wanita di belakangnya. Prabu Duta Nitiyasa menoleh pada pemuda di sampingnya. Ditepuknya pundak pemuda itu disertai senyuman.
“Kisanak, kuucapkan banyak terima kasih. Kau telah menyelamatkanku,” ucap Prabu Duta Nitiyasa.
“Ah. Ini semua berkat Paman Patih, Gusti,” sahut pemuda itu merendah.
“Hm...,” Prabu Duta Nitiyasa memandang Patih Raksajunta.
“Ampun, Gusti. Pemuda ini bernama Rangga, seorang pendekar kelana yang juga menyelamatkan nyawa hamba. Dia bergelar Pendekar Rajawali Sakti,” ujar Patih Raksajunta seraya memberi hormat.
“Ah..., tidak kusangka. Pendekar besar dan digdaya ternyata masih begitu muda,” ungkap Prabu Duta Nitiyasa.
“Gusti, sebaiknya kita segera meninggalkan tempat ini. Rasanya masih kurang aman dan terlalu dekat dengan istana,” Rangga membelokkan arah pembicaraan. Baru saja Rangga berkata demikian, tiba-tiba terdengar suara ribut- ribut, disusul munculnya beberapa orang prajurit Mongol.
“Cepat, tinggalkan tempat ini!” seru Rangga seraya melompat.
“Mari, Gusti,” ajak Patih Raksajunta.
“Tunggu sebentar! Kita tidak bisa meninggalkan dia sendirian.”
“Gusti, Rangga pasti bisa menghadapi mereka sendirian. Mari tinggalkan tempat ini,” bujuk Patih Raksajunta.
Sebentar Prabu Duta Nitiyasa berpikir, kemudian melangkah meninggalkan tempat ini. Sementara orang-orang Mongol yang muncul sudah dihadang Pendekar Rajawali Sakti. Pendekar muda itu memancing perhatian orang-orang asing itu agar tertumpah padanya. Tapi sempat juga diperhatikan Prabu Duta Nitiyasa, Patih Raksajunta, dan dua orang dayang yang telah meninggalkan tempat ini.
Rangga tidak bisa lagi menghindari pertempuran. Orang-orang dari Daratan Mongol itu langsung menyerang ganas. Mereka bagaikan binatang liar yang menemukan mangsa di tengah padang. Sepuluh orang itu menyerang tanpa memberi kesempatan bernapas sedikit pun pada Rangga.
Tapi Pendekar Rajawali Sakti itu kelihatannya memang sengaja memperlam- bat pertempuran. Tidak satu pun dilon- tarkan pukulan balasan. Rangga hanya menggunakan jurus ‘Sembilan Langkah Ajaib’. Jurus ini memang mengandalkan kecepatan gerak kaki dan kelenturan tubuh untuk menghindari setiap seran- gan yang datang. Jadi tidak heran jika setiap serangan orang Mongol itu sulit untuk menyentuh tubuhnya sedikit pun.
“Hm..., mereka sudah jauh. Aku harus menyelesaikan pertarungan menjemukan ini,” gumam Rangga dalam hati.
Seketika itu juga dirubah jurusnya. Rangga mengerahkan jurus ‘Pukulan Maut Paruh Rajawali’. Dengan jurus itu kedua tangannya bagaikan sepasang palu godam yang siap menghancurkan apa saja. Satu persatu orang Mongol itu dibuat ambruk tidak berkutik lagi. Setiap pukulannya mengandung hawa panas yang membuat lawan merasa sesak dan tidak mampu lagi menghindar.
“Hiya! Hiya! Hiyaaa...!”
Sambil berteriak nyaring, Pendekar Rajawali Sakti itu berlompatan cepat sambil mengirimkan beberapa pukulan mautnya. Dan orang-orang Mongol itu memang tidak bisa lagi berbuat banyak. Mereka menjerit dan bergelimpangan. Tubuh orang-orang Mongol itu remuk bagaikan tertimpa bongkahan batu cadas yang besar dan tajam. Dalam waktu singkat, tidak ada seorang pun yang bergerak lagi.
“Hhh...!” Rangga mendengus berat.
Saat itu dia mendengar langkah-langkah kaki menuju ke arahnya. Sebentar ditolehkan kepalanya ke kiri dan ke kanan, lalu dilentingkan tubuhnya ke atas. Begitu kakinya menjejak dahan pohon, kembali digenjot tubuhnya ke arah Prabu Duta Nitiyasa pergi bersama Patih Raksajunta dan dua orang dayang.
Pada saat bayangan tubuh Pendekar Rajawali Sakti lenyap, dari arah Istana Jiwanala muncul dua puluh orang prajurit Mongol yang dipimpin langsung Panglima Ogodai Leng. Mereka begitu terkejut begitu melihat teman-temannya terbujur tak karuan jadi mayat. Panglima Ogodai Leng menghentak-hentakkan kakinya. Gerahamnya bergemeletuk menahan amarah. Dia berbicara keras pada pengawalnya yang bernama Temujin dengan bahasa yang sukar dimengerti.
Temujin membungkuk, kemudian memberikan isyarat tangannya. Dengan membawa lima belas orang prajuritnya, dia bergerak menelusuri hutan itu. Sedangkan Panglima Ogodai Leng kembali ke istana bersama sisa prajuritnya. Sementara malam terus merayap semakin tinggi. Udara di sekitarnya pun bertambah dingin menggigilkan. Namun Temujin dan lima belas prajuritnya terus bergerak menyusuri hutan mencari orang yang telah membunuh banyak prajuritnya, dan yang telah membebaskan tawanan pentingnya.

23. Pendekar Rajawali Sakti : Jago Dari MongolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang