BAGIAN 7

761 37 0
                                    

"Sudah lama kutunggu kesempatan ini, tapi semuanya kau buat berantakan!" rungut Kakek Pengemis dari Utara.
"Maaf, aku tidak bermaksud begitu," ucap Rangga menyesal.
"Tidak perlu! Kau lihat, mereka sudah keluar!"
Rangga mengalihkan perhatiannya ke istana itu. Memang benar, para prajurit Mongol bermunculan dari dalam benteng istana. Mereka semua menunggang kuda. Terlihat paling depan adalah Panglima Ogodai Leng. Di sampingnya yang menunggang kuda coklat adalah Hulagu Leng. Rupanya adik kandung Panglima Mongol itu sudah kembali bebas dari tawanan.
Cukup banyak juga jumlah mereka. Seluruhnya tidak kurang dari lima puluh orang. Bahkan mungkin bisa lebih. Mereka berkuda tidak tergesa-gesa. Ini membuat Pendekar Rajawali Sakti maupun Kakek Pengemis dari Utara keheranan. Mereka tentu melihat dua orang tokoh sakti itu, tapi tampaknya tidak mempedulikan.
Rangga sengaja menampakkan diri berdiri di pinggir jalan yang bakal dilalui rombongan orang Mongol itu. Kakek Pengemis dari Utara ikut melangkah menghampiri Pendekar Rajawali Sakti itu. Mereka berdiri berdampingan dengan pandangan tidak berkedip pada rombongan berkuda itu.
Panglima Ogodai Leng rupanya melihat juga. Maka diangkat tangannya tinggi-tinggi. Para prajurit berkuda di belakangnya menghentikan langkah kudanya. Panglima Ogodai Leng turun dari kuda, diikuti Hulagu Leng. Mereka berdua melangkah menghampiri dua orang yang telah membunuh banyak orang Mongol. Bahkan pengawal pribadi Panglima Mongol itu pun tewas terbunuh.
"Kalian orang-orang yang pemberani," kata Ogodai Leng setelah jaraknya tinggal beberapa langkah lagi.
"Kalian juga lebih berani lagi. Menjarah negeri orang dan membuat kekacauan," sahut Kakek Pengemis dari Utara ketus.
"Kalau saja raja kalian berhati lunak, tentu tidak akan seperti ini," kata Ogodai Leng kalem.
"Apa pun maksud kalian datang ke sini, kami semua tidak menghendaki. Dan sebaiknya tuan-tuan segera meninggalkan negeri ini, sebelum kami buat kuburan bagi tuan-tuan semua!" kata-kata Kakek Pengemis dari Utara jelas bernada ancaman.
"Kakak Ogodai Leng, memang sebaiknya kita tinggalkan negeri ini," celetuk Hulagu Leng yang sejak tadi diam saja.
"Diam kau, Hulagu Leng!" bentak Panglima Ogodai Leng.
"Kakak, ingatlah dengan amanat yang dibawa utusan Yang Mulia Jengis Khan!" sentak Hulagu Leng agak keras suaranya.
"Ini urusanku! Kalau kau ingin kembali ke Mongol, silakan! Aku tidak akan ingin melihatmu seumur hidupku!"
"Kak..!"
Panglima Ogodai Leng mendorong adiknya ke belakang. Hulagu Leng berusaha mencegah, tapi kakaknya itu malah memukul keras wajahnya. Hulagu Leng pun terjajar beberapa langkah. Dari sudut bibirnya mengucur darah segar.
"Kak, dengarlah dulu! Utusan itu sudah menunggu di kapal. Yang Mulia membutuhkan kita saat ini!" Hulagu Leng terus mendesak kakaknya.
"Diam...!" bentak Panglima Ogodai Leng sambil menahan kemarahannya.
"Baiklah. Jika Kakak ingin tetap di sini, aku akan ke kapal penjemput bersama seluruh prajurit!" kata Hulagu Leng keras.
"Silakan! Cepat kau pergi, tapi jangan coba-coba membawa satu prajurit pun!"
Hulagu Leng melompat naik ke punggung kudanya. Dipandangi prajurit-prajurit yang berjumlah lebih dari lima puluh orang itu. Tampaknya mereka bimbang. Tapi begitu melihat tatapan mata panglimanya, mereka tidak ada yang berani ikut bersama Hulagu Leng. Dan tetap berada di punggung kudanya masing-masing.
"Kalian akan menyesal! Di sini bukan tempat kalian!" kata Hulagu Leng keras.
"Cepat kau pergi, Hulagu Leng!" bentak Ogodai Leng.
"Ingat kata-kataku! Menjarah negeri orang tidak akan membawa kebaikan. Yang Mulia juga tidak akan menerima tindakan kalian di sini! Dengar itu...!" keras nada suara Hulagu Leng.
Setelah berkata demikian Hulagu Leng segera memacu kudanya menuju ke pelabuhan. Tampak sebuah kapal penjemput yang sangat besar berlabuh di dermaga. Sementara Ogodai Leng memandangi prajurit-prajuritnya yang tengah diliputi kebimbangan. Beberapa prajurit mulai bergerak memisahkan diri, kemudian memacu kudanya dengan cepat menuju ke pelabuhan.
"Kembali kalian!" seru Panglima Ogodai Leng geram.
Tapi prajurit-prajurit yang meninggalkan pemimpinnya itu tidak lagi peduli. Mereka terus memacu kudanya menyusul Hulagu Leng. Hal ini membuat Panglima Mongol itu jadi geram. Amarahnya meluap! Dia berteriak keras seraya menghentakkan kedua tangannya ke depan.
Secercah sinar merah melesat dari kedua telapak tangan Panglima Mongol itu. Sinar merah itu meluruk cepat bagai kilat melanda separuh prajurit yang meninggalkannya. Jerit dan pekik melengking terdengar saling sahut begitu sinar merah itu menerpa tubuh mereka.
"Lihat...! Siapa yang berani membangkang perintahku, maka akan bernasib sama dengan mereka!" seru Ogodai Leng pongah.

23. Pendekar Rajawali Sakti : Jago Dari MongolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang