BAGIAN 8

862 46 0
                                    

Sementara Rangga bertarung melawan Panglima Ogodai Leng, Kakek Pengemis dari Utara terus mengawasi prajurit-prajurit Mongol yang masih berada di punggung kudanya masing-masing. Kakek tua renta itu berjaga-jaga seandainya salah seorang dari mereka melakukan kecurangan. Pertarungan Pendekar Rajawali Sakti dengan Panglima Ogodai Leng adalah suatu pertarungan dua orang jantan sejati.
Pada saat pertarungan mencapai taraf yang sangat tinggi, dari arah selatan muncul Prabu Duta Nitiyasa yang didampingi Resi Kamuka. Di belakang mereka berbaris para prajurit dan murid-murid Padepokan Arang Watu. Pada saat yang sama, dari arah pelabuhan juga datang Hulagu Leng.
Resi Kamuka memberi aba-aba lewat tangannya agar prajurit-prajurit lain tidak ikut campur dalam pertarungan ksatria itu. Dia turun dari kudanya diikuti Prabu Duta Nitiyasa. Resi Kamuka mendekati Kakek Pengemis dari Utara. Laki-laki tua kumal itu hanya melirik sedikit. Sepertinya tidak ingin kenikmatannya terganggu sedikit pun dalam menyaksikan pertarungan yang dahsyat dan menarik ini.
"Bagaimana ini bisa terjadi?" tanya Resi Kamuka.
"Kejantanan," sahut Kakek Pengemis dari Utara singkat.
"Lalu mereka?" Resi Kamuka melirik para prajurit Mongol yang menonton di atas punggung kudanya masing- masing.
"Mereka akan pergi kalau panglimanya kalah," sahut Kakek Pengemis dari Utara tidak menoleh sedikit pun.
Kakek Pengemis dari Utara tidak mempedulikan para prajurit Mongol lagi. Perhatiannya terus tertuang pada pertarungan dua satria itu, karena merasa yakin ada orang lain lagi yang mengawasi para prajurit itu. Dan ini satu kesempatan yang tidak disia-siakannya. Masalahnya, jarang bisa menyaksikan dua orang berilmu tinggi bertarung.
Sementara itu pertarungan antara Pendekar Rajawali Sakti melawan Panglima Ogodai Leng sudah mencapai taraf yang tinggi. Masing-masing mengeluarkan jurus andalannya. Bahkan kini Rangga mengeluarkan senjata pusakanya, Pedang Rajawali Sakti. Cahaya biru langsung menyemburat menerangi sekitarnya, membuat mata silau.
Tampak Panglima Ogodai Leng terkesiap juga melihat pamor pedang di tangan lawannya yang begitu dahsyat. Ada sedikit kegentaran di hatinya, namun cepat-cepat dibuang perasaan itu. Dengan tangan kosong saja Rangga mampu menandingi sampai lebih dari lima puluh jurus, apalagi kini dia memegang senjata yang memiliki pamor demikian dahsyat!
Sesaat pertarungan terhenti. Dua orang itu saling berhadapan dalam jarak yang tidak begitu jauh. Mereka saling menatap tajam, seolah-olah tengah mengukur tingkat kepandaian lawan.
"Kakak Ogodai Leng...," terdengar suara Hulagu Leng yang sudah kembali berada di tempat itu.
"Jangan ikut campur, Hulagu Leng. Pergilah! Bawa seluruh prajurit kembali ke Mongol!" kata Ogodai Leng tanpa memalingkan mukanya.
"Kak, mengapa kau masih juga mencari lawan? Bertahun-tahun mengelilingi dunia hanya untuk memuaskan ambisimu untuk menjadi orang terkuat di dunia. Sadarlah, Kak! Itu tidak akan terjadi. Tidak sedikit orang kuat dan tangguh di dunia ini. Kau tidak akan bisa menandingi mereka semuanya," Hulagu Leng masih mencoba menyadarkan kakaknya.
"Pergi kataku, Hulagu Leng!" dengus Ogodai Leng geram.
"Kak...."
"Pergi...! Hiyaaa...!"
Ogodai Leng tidak mendengar lagi kata-kata adiknya. Dan segera diterjangnya Rangga dengan golok terangkat ke atas. Pada saat itu, Rangga sudah siap dengan jurus 'Pedang Pemecah Sukma'. Jurus yang sangat diandalkan jika menggunakan Pedang Pusaka Rajawali Sakti.
Trang!
Rangga sengaja menghantamkan pedangnya ke senjata Panglima Ogodai Leng. Bunga api memercik begitu dua senjata beradu keras. Pada saat yang sama, kaki Pendekar Rajawali Sakti melayang ke arah perut. Tendangan yang tidak terduga itu tak terhindarkan lagi.
"Hug...!" Panglima Ogodai Leng mengeluh pendek.
Tubuhnya terjajar beberapa lang- kah ke belakang. Belum lagi sempat mengatur napasnya yang mendadak sesak, Rangga sudah melompat sambil mengayunkan pedangnya ke arah kepala. Ogodai Leng cepat-cepat mengangkat goloknya melindungi kepalanya dari tebasan pedang itu.
Tring!
"Akh...!" Panglima Ogodai Leng memekik tertahan.
Semua orang yang berada di situ jadi terbeliak melihat senjata Panglima Ogodai Leng terpenggal jadi dua bagian. Dan belum lagi rasa heran itu hilang, tiba-tiba saja Rangga berteriak keras. Tubuhnya melesat sambil mengibaskan pedangnya beberapa kali ke beberapa bagian tubuh Ogodai Leng.
"Aaa...!" Panglima Ogodai Leng menjerit keras.
Meskipun sudah berusaha menghindari serangan itu, namun satu tebasan pedang berwarna biru itu berhasil membuntungkan tangan kiri Ogodai Leng sebatas pangkal lengan. Dan ketika tubuhnya limbung, Rangga kembali mengibaskan pedangnya ke arah leher. Kali ini Panglima Ogodai Leng tidak bias bersuara lagi.
Sebentar tubuhnya masih mampu berdiri tegak, kemudian limbung dan ambruk ke tanah. Lehernya putus terbabat pedang Pendekar Rajawali Sakti. Darah mengucur deras dari pangkal lengan dan leher yang buntung.
"Kak..!" pekik Hulagu Leng histeris.
Hulagu Leng berlari menubruk mayat kakaknya yang menggeletak tidak bergerak-gerak lagi. Pemuda berwajah tampan bagai wanita itu meratapi kematian kakaknya. Disesali sikap kakaknya yang begitu keras dan merasa terhebat di jagad ini. Sudah tidak terhitung berapa negeri yang dimasukinya, berapa nyawa melayang di tangannya. Hari ini dia menemui kematiannya di tangan seorang pendekar muda yang tangguh.
Rangga berdiri tegak memandangi Hulagu Leng yang meratapi dan menyesali kematian kakaknya. Dimasukkan kembali Pedang Rajawali Sakti ke dalam warangkanya di balik punggung. Seketika keheningan mencekam sekitar tempat ini. Hanya ratapan Hulagu Leng saja yang terdengar lirih. Kata-kata yang diucapkannya sangat sukar untuk dimengerti. Hanya mereka yang dari Mongol saja bisa memahami.
Hulagu Leng bangkit berdiri perlahan-lahan, dan langsung menatap pada Pendekar Rajawali Sakti yang masih berdiri di tempatnya. Sesaat mereka hanya saling tatap tanpa berkata-kata. Entah apa yang ada dalam hati masing- masing.
"Aku tidak akan dendam padamu. Memang inilah yang diinginkan kakakku. Mati di tangan seorang yang tangguh dan sakti melebihi kemampuannya," kata Hulagu Leng agak tersendat.
"Maafkan aku," ucap Rangga pelan.
"Tidak. Kau tidak perlu meminta maaf. Hanya kematianlah yang dapat menghentikan sepak terjang kakakku. Seandainya kau tadi kalah, entah berapa nyawa lagi akan melayang melalui tangannya. Terus terang, aku sendiri tidak setuju dengan segala tindakannya. Yang Mulia Jengis Khan sengaja menempatkan aku pada pasukan ini untuk mengontrol tindakan kakakku. Tapi Kak Ogodai Leng memang keras dan sulit untuk menghentikannya...," semakin lirih suara Hulagu Leng.
Semua orang terdiam. Hati mereka tersentuh dengan kata-kata yang diucapkan adik panglima itu. Terlebih lagi Pendekar Rajawali Sakti. Sebenarnya dia sangat menyesal telah menewaskan Ogodai Leng. Kalau saja dia tahu, mungkin hanya membuatnya kalah tanpa harus membunuhnya. Ternyata selama ini segala tindakan Ogodai Leng dan prajurit-prajuritnya memang disengaja untuk memancing keluarnya tokoh-tokoh sakti agar bisa bertarung dengannya. Itulah yang menjadi tujuan utamanya.
Tapi jika Rangga tidak menewaskannya, Ogodai Leng akan tertekan sepanjang hidupnya. Bahkan mungkin akan menyimpan dendam yang semakin berkobar. Tindakannya pun akan bertambah brutal lagi. Memang hanya kematian sajalah yang dapat menghentikan ambisinya itu, seperti yang dikatakan adiknya, Hulagu Leng.

23. Pendekar Rajawali Sakti : Jago Dari MongolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang