11

9.4K 500 9
                                    

Aisyah pov.

Tak terasa waktu berlalu dengan cepat, sudah seminggu sejak pertama kali aku dilarikan kerumah sakit oleh mas Irwan, alhamdulillah aku di izinkan pulang oleh dokter setelah rangkaian pemeriksaan kesehatanku selesai.

Disini aku berada, di dalam sebuah mobil yang mas Irwan kendarai, sesekali ia mengalihkan pandangannya kearahku kemudian kembali fokus ke jalan.

"Syah!" ucapnya sambil terus melihat kearah depan.
"Ya mas," balasku, ku tatap wajah lelaki yang seminggu ini menaru perhatian lebih padaku. Bahkan setiap waktu dia ada disampingku, hingga rela meninggalkan pekerjaannya hanya untuk menjagaku di rumah sakit.

"Maaf," ucapnya lirih, sudah kesekian kali ia mengucapkan kata itu padaku, kata yang awalnya ku anggap hanya sebuah lelucon belakan. Namun ketika aku menatap matanya, tak pernah kutemukan kebohongan dari dalam sana. Dia benar-benar menyesali segala perbuatannya padaku.

"Mas," ucapku sambil memegang bahunya. "Aku sudah memaafkanmu, jauh sebelum kamu meminta maaf padaku, lagipula aku sudah tidak apa-apa mas, hanya butuh waktu untuk penyembuhan. Disana sudah tidak terasa menyakitkan lagi, bahkan kata dokter sudah tidak ada pembengkakan dan luka lagi."

"Terima kasih Aisyah," ucapnya mengambil tangan kananku yang ada di pundaknya dan mencium punggung tanganku dengan lembut.

Ia melirik kearahku, dan ku berikan seukir senyuman tulus untuknya.
Aku harap ini akan kurasakan untuk selamanya.

***

Mobil kami sampai di parkiran apartemen setelah melakukan perjalanan kurang lebih satu jam. Mas Irwan membukakan pintu untukku dan menggenggam tanganku.

Ku ikuti langkahnya dengan sangat hati-hati, meski sudah tidak ada pembengkakan di area intimku tapi masih saja terasa menyakitkan ketika berjalan.
"Masih sakit?" tanya mas Irwan ketika kami sudah di dalam lift menuju lantai 8.

Ku gelengkan kepala sebagai jawaban atas pertanyaannya. Ia merangkul bahuku hingga membuatku tepat berada di dadanya. Detak jantungnya begitu terdengar oleh telingaku sehingga membuatku menyunggingkan senyuman di bibir.

Ting!

Pintu lift terbuka, dengan sigap mas Irwan menggendongku ala bridal style, aku terpekik kaget merasakan tindakannya yang tiba-tiba dan segera melingkarkan lenganku di lehernya, ia menatapku dan mencium keningku dengan mesra. Semburat merah menjalar memenuhi ruang di pipiku, ku tenggelamkan wajahku di dadanya. Aku begitu malu atas semua perlakuan lembutnya padaku.

"Assalamu'alaikum," ucap mas Irwan ketika memasuki kediaman kami.

"Wa'alaikumsalam, ayah." Adinda berlari ke arah kami, dengan segera mas Irwan menurunkanku dari gendongannya dan beralih mensejajarkan tingginya dengan Adinda kemudian membalas pelukan yang di berikan oleh Adinda.

"Ayah, kakak kangen," ucapnya pada mas Irwan.
"Ayah juga kangen sama kakak dan adik," mas Irwan menggendong Adinda dan kembali menggenggam tanganku yang tengah tersenyum melihat interaksi anak dan ayah itu.

"Ya Allah! Aisya! Kamu tidak apa-apa nak?" ucap Ibu mertuaku yang baru saja keluar dari dalam kamar anak-anak, ia terlihat begitu khawatir dengan keadaanku sehingga ia memeriksa tubuhku dengan seksama.

"Alhamdulillah, sudah tidak apa-apa bu." Ku ambil tangan kanannya dan menciumnya dengan takzim.

Tanpa di sangka setelah aku melepas tangannya ia memukul mas Irwan dengan keras sehingga terdengar suara benturan antara tangan ibu dan lengan mas Irwan.

Aisyah Wanita Selembut Sutra (Ending)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang