Sang Penyelamat?

66 12 0
                                    

Kalo ada typo tolong tandai ya💌

Tasya menatap malas ke arah guru yang ada di depan,entah apa yang guru itu jelaskan dari tadi hingga mulutnya berbuih,mungkin. Tasya lebih suka menatap langit cerah di luar sana,melalui jendela kaca yang penuh dengan debu,tapi itu tidak mengurangi kekagumannya terhadap langin biru. Dia berpikir harinya akan ikut cerah seperti langit di luar sana tapi kenyataannya  salah,lihat saja guru itu masih betah menjelaskan rumus-rumas yang sangat susah di hafal.

Tasya melihat sekelilingnya semua anak begitu memperhatikan guru itu yang tak lain adalah Pak Dewa, apakah mereka semua paham dengan hal yang di jelaskan pak Dewa? Tapinya bukan itu yang di perhatikan anak cewek di kelasnya saat ini,mereka lebih memperhatikan ketampanan Pak Dewa ketimbang pelajaran.

Sebenarnya apa yang membuat Gurunya itu di bangga-bangkakan,di puji-puji. Karna tampan? Menurut Tasya tampan itu relatif,Tasya mengalihkan pandangannya ke balik jendela lagi dia lebih memilih berkutat dengan pikirannya sendiri ketimbang memperhatikan pelajaran yang tidak dia sukai. Jadi jika Tasya suka pelajarannya otomatis suka orangnya,lah ini pelajarannya saja Tasya sudah tidak suka lalu gimana dengan Gurunya?

****

Setelah bel istirahat berbunyi Keyla langsung mengeluarkan dua bekel nasinya, satu untuk dirinya satu untuk Tasya kata bundanya tadi.

"Gimana Sya?" Tanya Kelya.

"Enak," Jawabnya sambil mengangkat kotak bekal yang di berikan Keyla tadi,di rumah Bunda Keyla membuat nasi goreng banyak makannya Tasya di bawakan satu kotak dan itu porsi jumbo.

"Ihk bukan itu Tasya ogeb! Tapi pak Dewanya gimana? Gantengkan?"

"B aja kek plat nomer Jakarta,lagian ganteng relatif." Tasnya menjawab dengan cuek.

"Mata Lo gak bisa bedain mana ganteng mana kagak ya, dia itu ganteng Tasya udah tinggi,idungnya mancung kek prosotan anak TK,kulitnya kek coklat-coklat gimana uhhh kurang keren dari mana coba? Postur tubuhnya mantab jiwa apalagi pas tadi pake baju batik jadi pengin ngawinin," Keyla menjelaskan panjang lebar ke Tasya sambil berbinar-binar membayangkan Pak Dewa.

"Hust,ngawini-ngawini nikah dulu baru kawin. Lagian dia udah tua,lu mau?"

"Heheh...lagian paling dia gak tua-tua amat Bunda gue sama ayah gue aja selisih 12 tahun tapi mereka kayak seumurankan?"

"Beneran itu,gue kira mereka selisih setahu dua tahun tapi gak nyangka gue," Tasya terkejut dengan ucapan Keyla pasalnya orang tua Keyla seperti seumuran dan ternyata dibalik itu semua ada usia yang terpaut jauh.

"Nah,gak ada salahnya kan kalo gue nikah sama yang lebih tua,malahan nanti kita bakalan di mong kan sosweet. Btw lu udah bilang makasih belum ke Pak Dewa?" Tanya Keyla sambil membersihkan makan siangnya.

"Makasih buat apa bamvang?" Jawab Tasya acuh. "Au!" Pekik Tasya karna pinggangnya di cubit Keyla.

"Lo gak inget kemarin yang nolongin Lo pas pingsan itu Pak Dewa! Seharusnya Lo bilang makasih,dia itu sang penyelamat Lo, kaya di novel-novel. Jadi pengin deh di selamatkan sama cogan," Keyla membayangkan dirinya di selamatkan cogan.

"Ngayal terosss sampe mampus sana Lo neng," Tasya menoyor kepala Keyla agar dia sadar.

"Lagian itukan udah tanggung jawab dia sebagai Guru buat nolongin siswanya,ya gak? Jadi gak usah sampe sebegitunya lah"

"Iya sih,tapi gak ada salahnya Lo bilang makasih secara pribadi," Ujar Keyla.

"Sekalian bawa bingkisan,lagian Lo kan udah bilang makasih ya udah lah itu juga udah cukup," kesal Keyla.

"Dasar anak gak tahu terimakasih Lo,gak didik bener sama Bunda Maryam ya?" Keyla tidak terima jika Tasya tidak bilang terimakasih ke Pak Dewa,juga sikap Keyla sedikit berbeda tidak biasanya dia bertingkah seperti ini.

"Ets jangan salah,bunda gue selalu didik gue dengan benar,guenya aja selalu melarikan diri wahahaaa...bay gue mau ke toilet." Tasya pergi meninggalkan Keyla. Sedangkan Keyla menggerutu tidak jelas,mungkin Keyla kesal dengan Tasya yang keras kepala. Tasya jika sudah A makan dia akan tetap kekeh di A.

****

Selesai mencuci tangan Tasya tidak langsung ke kelas,dia duduk di kursi taman dekat lapangan basket.

Dia merenung memikirkan Pak Dewa,kenapa sahabatnya begitu mengidolankan guru itu. Teman sekelasnya juga khususnya cewek padahal Pak Dewa biasa aja,menurut Tasya.

Tasya menatap lurus ke arah lapangan basket, tiba-tiba orang yang sedang dipikirkan lewat di hadapan matanya. Tasya memperhatikan cara guru itu berjalan,bertegur sapa,sesekali tersenyum kaku dan sekarang pak Dewa sedang ngobrol dengan pengurus OSIS di dalam lapangan basket.

"Genit," Satu kata untuk pemandangan di depan,Tasya melihat Pak Dewa berhenti di gerombolan anak OSIS cewek di sebelah kiri. Sedangkan di sebelah kanan di gunakan untuk main oleh anak cowok OSIS,tiba-tiba bola basket mengarah ke punggung Pak Dewa,"Pak awas pak!" Pekik anak cowo.

Pak Dewa menoleh ke asal suara,ditangkap bola itu di dribelnya beberapakali dan dia mau memasukan bola ke ring,apa bisa masuk dengan jarak yang cukup jauh,pikir Tasya.

Plung

Dan tanpa di duga bola masuk,banyak yang bertepuk tangan dan bersorak keren bahkan yang diluar lapangan ikut bersorak karena tidak sengaja melihat aksi Pak Dewa. Awalnya Tasya meremehkan Pak Dewa tapi sekarang pun masih,mungkin itu hanya sebuah keberuntungan saja.

Menurutnya tidak ada yang spesial bahkan hatinya tidak bergetar melihat sosok itu. Hati Tasya malah bergetar ketika melihat jas almamater yang di gunakan anak OSIS,menurutnya itu keren. Jadi besok jika ada perekrutan pengurus OSIS Tasya mau ikut.

Mungkin Tasya belum merasakan rasa itu tapi jika suatu saat nanti tidak ada yang tahu bukan?

Tasya mulai penasaran dengan Pak Dewa apa yang membuat mereka semua jatuh hati ke mereka tapi kenapa dirinya tidak bisa merasakannya mulai sekarang Tasya akan mengorek-ngorek informasi tentang Dewa.


Ada pepatah lama mengatakan awal mula rasa suka berawal dari penasarana

~Bch Ireng~


Bersambung...

FISIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang