- "A" adalah akhir dari kata-kata" -
aku menghadap cakrawala
menatap langit senja
bagai lukisan yang amat sempurnaada kala dimana,
perasaanku tak mampu ditumpahkan dalam aksara
ada kala dimana,
semua tak berjalan seperti yang semestinyaaku ragu semesta membiarkanku bahagia
aku ragu dunia membiarkanku gembiranyatanya,
hanya senja yang mampu membuatku menumpahkan segala rasa
nyatanya,
hanya senja yang menjadi penyemangatku setiap harinyasemua orang hadir tanpa ku sangka,
dan kemudian menghancurkanku tanpa sisa
semua orang hadir tanpa ku kira,
dan kemudian meninggalkanku tanpa kabar beritacinta yang mereka berikan sebelumnya,
membuatku terlena dalam bahagia yang sementara
hingga tanpa sadar terperangkap dalam gelap gulita
ㅤ
maaf yang telah ku terima,
nyatanya tak mampu memperbaiki semuanyaaku bahkan tak dapat menerima realita dengan lapang dada
aku bahkan mengkhianati mata,
dan memilih percaya pada hati yang fanasegala fakta dan realita,
hampir membuatku tak sanggup menjalani semuaAlana,
tegakkan kepala,
relakanlah merekahanya dengan itu,
kamu dapat menerima realita
hanya dengan itu,
kamu sanggup menjalani hidup yang tak sempurnasampai jumpa,
di hari dan lembar selanjutnya...
__________________________________Begitulah isi lembar pertama dari buku harian Alana. Judul yang cukup sempurna untuk menjelaskan puisinya. Karena, jika kalian teliti lebih lanjut, setiap barisnya diakhiri dengan kata "a".
Gavin cukup terpana akan kepiawaian Alana menulis frasa. Rasanya ia ikut hanyut dalam perasaan yang ingin disampaikan oleh Alana.
Pada awalnya, Gavin hanya bertujuan untuk membaca buku harian itu agar dapat menemukan informasi lebih lanjut dengan sosok Arabella Alana ini. Namun dengan sekejap ia melupakan tujuan awalnya. Ia terlanjur ingin tahu tentang apa yang terisi di lembar selanjutnya.
Namun, bukan Gavin namanya jika ia mengakui perasaannya. Ia berdalih dengan berpikir bahwa "siapa tahu di lembar selanjutnya ada informasi mengenai Alana yang akan memudahkanku mengembalikan bukunya"
Lembar kedua terlewati, begitupun dengan lembar-lembar selanjutnya. Hingga tanpa terasa, halaman-halaman selanjutnya masih kosong dan belum terisi.
Pada akhirnya, Gavin bahkan tak tahu menahu lebih lanjut mengenai sosok Alana ini.
"Sudahlah," pikirnya.
GAVIN'S POV
Aku memutar otak, mencerna segala info mengenai sosok pemilik buku ini. Arabella Alana...Karena ia berlalu lalang dan berlarian di dalam gedung ini, maka besar kemungkinan ia adalah mahasiswi fakultas musik atau sastra. Aku bisa menyimpulkannya dengan cepat karena gedung ini hanyalah milik fakultas musik dan sastra.
Memang tak menutup kemungkinan bahwa bisa saja ia hanya mengunjungi temannya. Namun melihatnya yang tadi terburu-buru, maka seharusnya yang terjadi adalah ia terlambat menghadiri kelasnya. Jadi, mari kita kesampingkan kemungkinan itu.
POV END>> hari selanjutnya
Gavin berjalan menuju fakultas sastra. Ia telah menanyakan beberapa orang di fakultas musik tentang Alana. Kata mereka, Alana adalah mahasiswi fakultas sastra.
"Ternyata, sosok Alana ini cukup dikenal banyak orang" pikirnya.
Waktu sedang berpihak pada Gavin. Mahasiswa/i jurusan sastra baru saja menyelesaikan kelasnya. Ia bertanya kepada salah satu mahasiswa yang telah keluar dari kelasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
You're My Serenade
Romance"Lagu itu dibuat dan dimainkan dengan perasaan, bukan cuma dengan kelihaian" Begitulah satu kalimat yang mulai menghubungkan mereka pada takdir yang sama. Gavin Aksa Martendra, mahasiswa fakultas musik yang tak pernah tertarik dengan urusan asmara...